Oleh: Mochamad Bugi
dakwatuna.com - Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tafakkuruu fii khalqiLlahi wa laa tafakkaruu fiiLlahi,
berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berpikir
tentang Dzat Allah.” Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu
Abbas ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan.
Hadits
itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya
dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir.
Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan,
kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak
sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir.
Karena
itu, Rasulullah saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk punya
budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan,
kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah
Ta’ala. Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw. memberi rambu-rambu
agar kita tidak salah dalam bertafakur. Rasulullah saw. memerintahkan
kita untuk bertafakur mengenai makhluk ciptaan Allah swt. Beliau
melarang kita berpikir tentang Dzat Allah karena kita tidak akan mampu
menjangkaunya, dan berpikir tentang Dzat Alllah bisa mengantarkan kita
kepada kesesatan dan kebinasaan.
FADHAAILUT TAFAKKURI (KEUTAMAAN TAFAKUR)
Setidaknya ada empat keutamaan tafakur, yaitu:
1.
Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berdzikir dalam
setiap situasi dan kondisi dengan menceritakannya secara khusus dalam
Al-Qur’an di surat Ali Imran ayat 190-191. Sa’id Hawa dalam
Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus halaman 93 berkata, “Dari ayat ini
kita memahami bahwa kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan
perpaduan antara dzikir dan pikir pada diri manusia. Apabila kita
mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan seorang manusia,
maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan pikir dalam menyucikan
jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya
mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara dzikir dan
pikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat
bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih,
tahmid, takbir, dan tahlil.”
2. Tafakur termasuk amal yang
terbaik dan bisa mengungguli ibadah. Ada atsar yang diriwayatkan oleh
Ibnu Hibban berbunyi, “Berpikir sesaat lebih utama daripada ibadah
setahun.” Kenapa begitu? Karena, berpikir bisa memberi manfaat-manfaat
yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu ibadah yang dilakukan selama
setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid pernah
ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab, “Tafakur.” Dengan
tafakur seseorang bisa memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti
manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita bisa melihat
potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita,
mengetahui tipu daya setan, dan menyadari bujuk rayu duniawi.
3.
Tafakur bisa mengantarkan kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab
bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka
hendaknyalah ia memperbanyak tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan
merenungi perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan
mengingat-ingat nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepadaNya; dan
dengan bertafakur, bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i
menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan
milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berpikir.” (lihat
Mau’idhatul Mu’minin)
4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan.
Ibnul Qayyim berkata, “Berpikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan
akan melahirkan perubahan keadaan yang terjadi pada hati, perubahan
keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal
perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini
bisa menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan
bahwasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat
sampai-sampai dikatakan, ‘Tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah
setahun’. Tafakur bisa mengubah dari kelalaian menuju kesadaran, dan
dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari
ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia
menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu
pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju
kesembuhan ruhani dan pendekatan diri kepada Allah, dari bencana buta,
tuli, dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman
tentang Allah, dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang
menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.” (Miftah Daris Sa’adah:
226).
NATAAIJUT TAFAKKURI (BUAH TAFAKUR)
1. Kita akan
mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi
sehingga menambah keimanan dan rasa syukur.
Dan mengapa mereka
tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan
langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya
kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan
Tuhannya. [Ar-Ruum, 8]
2. Kita bisa membedakan mana yang
bermanfaat sehingga bersemangat untuk meraihnya, mana yang berbahaya
hingga berusaha mengindarinya.
Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (Al-Baqarah: 219)
3.
Kita bisa memiliki keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan
menghindari diri dari sikap ikut-ikutan terhadap opini yang berkembang.
Katakanlah:
“Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu
supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau
sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) tidak ada
penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah
pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.
(Saba: 46)
4. Kita bisa memperhatikan hak-hak diri kita untuk
mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang
lain dan lupa pada diri sendiri.
Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu
sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir? (Al-Baqarah: 44)
5. Kita bisa memahami bahwa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya sarana untuk membangun kebahagiaan akhirat.
Kami
tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami
berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka
bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang
sebelum mereka (yang mendustakan Rasul), dan sesungguhnya kampung
akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah
kamu memikirkannya? (Yusuf: 109)
Dan apa saja[1130] yang
diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan
perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih
kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-Qashash: 60). [1130]
Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat
kekayaan keturunan dan sebagainya.
6. Kita bisa menghindari diri dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-orang sebelum kita.
Maka
apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka
dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka;
Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan
menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)
7. Bisa
menghindari diri dari siksa neraka karena bia memahami dan mengamalkan
ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama
syirik.
Dan mereka berkata, “Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10)
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka Apakah kamu tidak memahami? (Al-Anbiyaa’ : 67)
DHAWABITHUT TAFAKKURI (BATASAN TAFAKUR)
Imam
Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa semua yang ada di alam semesta,
selain Allah, adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap atom dan
partikel, apapun memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan
kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Mendata semuanya
adalah sesuatu yang mustahil, karena seandainya lautan adalah tinta
untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis sebelum menuliskan
sepersepuluhnya saja dari semua ciptaan dan karya-Nya.”
Jadi,
tafakur adalah ibadah yang bebas dan terlepas dari ikatan segala sesuatu
kecuali satu ikatan saja, yaitu tafakur mengenai Dzat Allah.
Saat
bertafakur sebenarnya seorang muslim sedang berusaha meningkatkan
ketaatan, menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat destruktif
dan menumbuhkembangkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya.
Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat dipengaruhi banyak faktor, di
antaranya:
1. Kedalaman ilmu
2. Konsentrasi pikiran
3. Kondiri emosional dan rasional
4. Faktor lingkungan
5. Tingkat pengetahuan tentang objek tafakur
6. Teladan dan pergaulan
7. Esensi sesuatu
8. Faktor kebiasaan
KENAPA KITA DILARANG TAFAKKUR MENGENAI DZAT ALLAH SWT.?
Setidaknya ada dua alasan, yaitu:
1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.
Allah
swt. tidak terikat ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi
Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan
bumi berasal dari cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi.
Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi
akan tenang oleh cahayaNya.
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari
jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (Asy-syuuraa:
11)
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi
Maha mengetahui. (Al-An’am: 103)
Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah
terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh
tirai karya-karya-Nya. Bagaimana kamu bisa membayangkan keindahan Dzat
yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimunti oleh
sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”
2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.
Memberlakukan
hukum Sang Khalik terhadap makhluk ini adalah sikap ghulluw
(berlebihan). Itulah yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah terhadap Ali
r.a. Sebaliknya, memberlakukan hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini
sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh aliran sesat musyabihhah
yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang
sama dengan kaki makhluk, dan seterusnya. Semoga kita bisa
terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini. Amiin.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2010/tafakur/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 11 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar