Sabtu, 24 September 2011

Aku Rela Bayi Itu Untuknya

Oleh: Mochamad Bugi

Kirim Print
dakwatuna.com - Tidak banyak orang yang tahu jika di tepi hutan itu tinggal dua orang keluarga. Para suami di keluarga itu adalah teman akrab yang sudah lama menjalin persahabatan. Tidak heran jika mereka masing-masing berkeluarga dalam waktu yang bersamaan. Mereka mempunyai bayi dalam waktu yang hampir sama pula. Hari ini, keduanya bepergian ke luar daerah untuk beberapa minggu karena sebuah urusan. Mereka tidak terlalu khawatir meninggalkan istri-istrinya karena satu sama lain sudah seperti saudara saja layaknya.

Satu ketika ada seekor serigala buas menerkam dan memakan salah seorang anak mereka tatkala kedua perempuan itu tengah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Mereka berdua memang terbiasa meninggalkan bayi-bayi itu di ayunan di pinggir hutan di waktu siang.

Keduanya ketakutan. Sebenarnya sudah jelas sekali bahwa yang dimangsa adalah bayi si wanita yang tubuhnya gemuk. Sedangkan bayi dari perempuan yang agak kurus hanya menderita luka akibat cakaran serigala itu.

Akan tetapi, karena sangat takut dimarahi oleh suaminya, perempuan yang gemuk bersikeras bahwa yang selamat adalah anaknya. Akibatnya kedua perempuan itu bertengkar hebat memperebutkan bayi yang lolos dari maut tersebut .

Karena sama-sama ngototnya dan tidak ada penyelesaian, maka keduanya menghadap Nabi Sulaiman a.s. untuk meminta keputusan-siapa gerangan yang berhak memiliki bayi itu.

Menghadapi persoalan itu, Nabi Sulaiman berpikir keras. Ia tidak mengetahui latar belakang keduanya karena tempat tinggal mereka berdua yang cukup terpencil. “Jadi, anak siapa bayi ini?” tanya Nabi Sulaiman.


Perempuan yang gemuk menjawab lantang, “Anakku. Sungguh mati dia anakku. Lihatlah wajahnya mirip dengan suamiku.”

Belum selesai si perempuan gemuk berbicara, perempuan satunya laig menukas dengan keras. “Bukan, wahai Nabi yang bijaksana. Bayi itu betul-betul anakku.”

Nabi Sulaiman berkali-kali memperingatkan agar mereka berkata jujur, jangan bohong. Namun tetap saja kedua perempuan itu tidak ada yang mengalah. Malah semakin sengit. Lagi-lagi hal ini semakin membingungkan Nabi yang mempunyai paras tampan itu.

Nabi Sulaiman terdiam sejenak. Ia memandangi wajah keduanya. Keduanya sama-sama begitu meyakinkan. Tapi jelas, hanya ada satu ibu untuk bayi yang kini di hadapannya itu. Setelah berpikir dalam wkatu yang sangat lama, akhirnya Nabi Sulaiman memanggil seorang algojo untuk membawa golok yang tajam.

Nabi Sulaiman berkata kepada keduanya, “Mengingat kalian berdua sama-sama mengakui anak ini sebagai milik kalian, maka aku memutuskan bayi ini dibelah menjadi dua oleh algojo kerajaan. Bukankah itu adil? Dan tiap bagian akan diberikan kepada kalian berdua….”

Kedua perempuan itu sama-sama terperangah. Mereka sama-sama tidak mempercayai apa yang barusan mereka dengar dari Nabi yang kaya raya namun sangat bijaksana itu. Jika dibelah, tentulah bayi itu akan mati juga. Bagaimana ini? Mereka menunggu dengan berdebar-debar. Apakah benar seperti itu yang bakal dilakukan oleh Nabi Sulaiman?

Tatkala algojo sudah membaringkan bayi tersebut di altar untuk dibelah, dan ia mulai mengangkat goloknya, Nabi Sulaiman mengangkat tangannya menyuruh si algojo untuk berhenti sejenak. Kemudian Nabi Sulaiman kembali berkata kepada kedua perempuan itu, “Masih juga tidak ada yang mau mengalah? Atau mengakui keberadaan yang sebenarnya, siapakah di antara kalian yang betul-betul ibu dari anak ini?”

Mereka berdua tetap pada pendirian masing-masing. Melihat itu Nabi Sulaiman segera mengeluarkan titah agar algojo tidak usah ragu-ragu untuk membelah bayi tidak berdoa itu dengan goloknya yang telah banyak memenggal leher para durjana.

Begitu algojo siap hendak mengayunkan genggamannya, perempuan yang gemuk berteriak bahwa keputusan itu sangat adil dan ia setuju agar bayi itu benar-benar dibelah.

Namun tatkala golok itu hampir menimpa tubuh si bayi, wanita yang agak kurus menjerit, “Jangan! Jangan dibunuh anak itu! Biarkan aku relakan bayi itu untuk dipelihara oleh tetanggaku ini. Daripada dia dibunuh di depan mataku sendiri….”

Nabi Sulaiman pun buru-buru memberi isyarat supaya algojo mengurungkan pelaksanaan keputusan tersebut. Nabi memandangi keduanya lagi. Kemudian beliau berkata kepada perempuan yang kurus, “Wahai ibu yang tulus ikhlas, bayi ini adalah anakmu. Bawalah dia pulang dan rawatlah baik-baik. Dan engkau, hai perempuan!” ujarnya, “Jangan kau ulangi lagi melakukan bohong dan sumpah palsu, sebab engkau bukan ibu bayi itu. Anakmulah yang mati dilahap serigala.”

Betapa gembiranya ibu yang kurus. Dan alangkah malunya wanita yang lebih gemuk karena kecurangannya diketahui oleh Nabi Sulaiman.

Setelah keduanya berlalu, kepada para punggawa Nabi yang juga menjadi raja itu berkata menjelaskan, “Tahukah kalian mengapa aku berpendapat bahwa wanita yang kurus itu ibu bayi yang asli?”

Mereka menggeleng, “Hanya Nabi Allah yang tahu jawabannya.”

Nabi Sulaiman menukas, “Seorang ibu yang asli, bagaimana pun juga tak akan tega hatinya menyaksikan darah dagingnya dibunuh di hadapan matanya sendiri.”

Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepalanya. Hari itu mereka belajar, bahwa kebohongan, serapat dan sekecil apapun akan tetap terungkap.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/aku-rela-bayi-itu-untuknya/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.