Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
dakwatuna.com - “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran”. (Al-Ashr: 1-3)
Surah ini termasuk
golongan Makkiyah yang diturunkan sesudah surah Asy-Syarh dan terdiri
dari tiga ayat. Sayyid Quthb memahami aspek i’jazul Qur’an yang ketara
pada surah pendek ini yang memang merupakan keistimewaan Al-Qur’an.
Sebagai contoh misalnya, irama surah ini menunjukkan satu keserasian
dimana pada akhir setiap ayatnya ditutup dengan huruf “ra”. Susunan
redaksinya juga indah; berawal dari yang terpendek hingga yang
terpanjang. Hanya dalam tiga ayat, tergambar dengan gamblang manhaj dan
rambu-rambu kehidupan manusia yang dikehendaki oleh Islam yang berlaku
sepanjang zaman dan pada setiap generasi. Memang hanya ada satu manhaj
dan jalan keselamatan dari kerugian seperti yang dirumuskan dalam surah
ini, yaitu iman, amal shalih, saling menasehati dalam mentaati kebenaran
dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.
Surah ini
diawali dengan sumpah. Sumpah Allah dengan salah satu makhluknya yang
terpenting yang menentukan kehidupan manusia, yaitu waktu, baik
seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam satu “masa” terdapat beberapa
keadaan; sakit dan sehat, suka dan duka, demikian seterusnya saling
berpasangan. Bahkan dalam sebuah ‘waktu’ tersimpan segala jenis
peristiwa dan kejadian. Karena keagungan waktu inilah maka Allah
bersumpah dengannya. Dan memang Allah berhak bersumpah dengan apapun
yang dikehendakinya dari seluruh makhlukNya, sedangkan manusia hanya
boleh bersumpah dengan Allah dan nama-nama atau sifatNya yang mulia.
Terdapat
banyak pemahaman para ulama tentang maksud ‘Al-Ashr’ yang menjadi
sumpah Allah dalam surah ini. Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan ‘Al-Ashr’ adalah waktu petang, karena pada waktu inilah
berakhirnya segala aktifitas manusia, sehingga tinggal menghitung untung
dan rugi dari apa yang telah dilakukannya semenjak pagi hingga waktu
petang. Dalam konteks waktu, sebagian ulama menyimpulkan bahwa biasanya
Allah bersumpah dengan waktu dhuha dalam konteks keberuntungan dan
dengan waktu petang dalam konteks kerugian.
Makna lain dari kata
‘Al-Ashr’ yang masyhur adalah sholat Ashar. Shalat Ashar merupakan
sholat yang utama dan diperintahkan khusus oleh Allah untuk dipelihara
dan dijaga melalui firmanNya: “peliharalah oleh kalian shalat-shalat
kalian dan shalat wushtho, yaitu sholat Ashar”. (2: 238). Bahkan
Rasulullah bersabda mengagungkan shalat yang satu ini dalam salah satu
haditsnya: “Barangsiapa yang tertinggal shalat Ashar, maka ia
seolah-olah kehilangan keluarga dan hartanya”. Dalam riwayat lain
dinyatakan: “maka sia-sialah semua amalnya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari,
Muslim, Abu Daud dan Imam Ahmad). Disini Al-Biqa’i menemukan korelasi
yang indah antara lafadz ‘insan’ yang merupakan sebaik-baik jenis
makhluk Allah yang diciptakan dalam sebaik-baik kejadian (bentuk) dengan
lafadz “Ashr” yang merupakan waktu pilihan, ibarat minuman jus yang
dipilah dan diperas dari buah yang segar yang diistilahkan dalam bahasa
Arab ‘Ashir.
Secara redaksional, bentuk nakirah (indifinitive)
pada lafaz “khusr” menunjukkan besarnya kerugian yang akan diderita oleh
setiap manusia dan juga untuk menghinakan manusia yang menderita
kerugian tesebut, karena kerugian itu meliputi kebinasaan diri dan
usianya. Atau bentuk nakirah juga menunjukkan umumnya kerugian tersebut.
Seperti yang dinyatakan oleh Al-Alusi bahwa kerugian yang disebut oleh
ayat bersifat umum mencakup segala jenis kerugian; duniawi maupun
ukhrawi. Seperti kerugian dalam perniagaan, kerja-kerja manusia maupun
pemanfaatan usia yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt.
Apalagi bahwa pernyataan Allah tentang kerugian setiap manusia dalam
ayat ini diperkuat dengan dua huruf ta’kid (penegasan), yaitu Inna yg
berarti sesungguhnya dan La yg berarti benar-benar.
Keumuman ayat
kedua dapat difahami dari lafadz ‘insan’ yang didampingi oleh alif dan
lam yang menunjukkan makna yang umum. Meskipun ada yang berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan ‘manusia’ pada ayat ini adalah segolongan
orang kafir seperti Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Walid bin Al-Mughirah dan
Al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Al-Asad, namun tetap umumnya lafadz
lebih kuat daripada khususnya ayat yang terbatas pada mereka yang telah
menerima kerugian. Sehingga siapapun tanpa terkecuali tidak akan bisa
terlepas dari kerugian melainkan jika ia berpegang teguh dengan ajaran
yang terkandung pada ayat terakhir surah ini, yaitu iman, amal shalih
dan saling menasehati untuk menepati kebenaran serta saling menasehati
dalam kesabaran.
Iman dan amal shalih yang menjadi syarat pertama
keluar dari kerugian merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat dua
sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Artinya tidak berguna dan
akan mati iman seseorang tanpa amal shalih, begitu sebaliknya sia-sialah
amal shalih yang tidak berlandaskan iman. Dari iman berasal setiap
cabang kebaikan dan dengannya terkait setiap buah kebaikan. Oleh karena
itu, Al-Qur’an dengan tegas menghancurkan nilai seluruh amal perbuatan,
selagi amal perbuatan itu tidak didasarkan pada iman yang menjadi
pendorong dan penghubung dengan Sang Maha Wujud. “Dan orang-orang yg
kafir, amal perbuatan mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yg
datar, yg disangka air oleh orang yg dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu, dia tdk mendapatinya suatu apapun”.(AN-Nur: 39). Secara
impelementatif, Iman adalah gerak dan amal, pembangunan dan pemakmuran
menuju Allah. Ia bukan sesuatu yang pasif, layu dan bersembunyi di hati
nurani. Juga bukan sekedar kumpulan niat yang baik yang tidak tercermin
dalam bentuk perbuatan & gerak.
Ayat yang terakhir dan
terpanjang dalam surah ini merupakan gambaran kepedulian seorang mukmin
dengan saudaranya tentang kebaikan. Saling berpesan dalam kebenaran
tentu sangat diperlukan, karena melaksanakan kebenaran itu butuh bantuan
orang lain. Saling berpesan berarti mengingatkan, memberi dukungan,
memotivasi dan menyadarkan. Dan seseorang tidak akan mungkin mampu
melaksanakan kebenaran dan kebaikan yang sempurna secara personal, tanpa
keterlibatan orang lain. Demikian juga saling berpesan dengan kesabaran
sangat diperlukan karena akan bisa meningkatkan kemampuan, semangat dan
perasaan kebersamaan. Apalagi dalam meyakini, menjalankan dan menyeru
kebenaran tadi bisa jadi akan menghadapi hambatan, rintangan dan
tantangan dalam beragam bentuknya. Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan,
“Kesabaran adalah setengah dari (realisasi) iman seseorang”. Disinilah
urgensi kepedulian seorang mukmin dengan suadaranya dalam dua hal yang
saling berkaitan; kebenaran dan kesabaran.
Yang menarik untuk
dicermati mengenai tafsir surah ini adalah pendapat Al-Wahidi dalam
kitab tafsirnya Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz. Beliau mengemukakan
secara spesifik contoh mereka yang telah mendapat kerugian dan
keberuntungan berdasarkan urutan dalam mushaf. Abu jahal merupakan
representasi dari orang yang merugi. Abu Bakar merupakan sosok yang
sesuai dengan implementasi iman. Umar bin Khattab mewakili orang-orang
yang beramal shalih. Utsman bin Affan merupakan contoh nyata dari mereka
yang saling menasehati dalam kebenaran dan Ali bin Abi Thalib identik
dengan golongan yang saling menasehati dalam kesabaran. Lebih lanjut
As-Syanqithi dalam tafsir ‘Adhwa’ul Bayan mengemukakan Mafhum mukhalafah
dari setiap ajaran dalam surah ini; mafhum mukhalafah dari
keberuntungan adalah kerugian, yaitu tdk beriman (kafir), tidak beramal
atau beramal buruk, tidak berpesan dengan kebenaran atau berpesan tetapi
dengan kebatilan serta tidak berpesan dengan kesabaran atau senantiasa
berkeluh kesah.
Sungguh setiap kita mendambakan kesuksesan,
keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Tidak ada
jalan dan manhaj lain melainkan mengamalkan kandungan surah ini secara
totalitas seperti yang pernah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah
saw. Disebutkan bahwa tidaklah dua orang sahabat Rasulullah bertemu,
melainkan salah seorang dari keduanya akan membacakan surah ini sebelum
berpisah, kemudian saling mengucapkan salam dan saling berjanji serta
berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan iman dan beramal shalih,
saling berjanji untuk senantiasa berpesan dengan kebenaran dan dengan
kesabaran dalam menjalani kehidupan mereka.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2010/agar-kita-tidak-merugi-tadabbur-surat-al-ashr/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 11 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar