Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran: 103)
Bersatu Mentaati Allah dan Rasul-Nya
Setelah
memerintahkan untuk bertaqwa pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan
umat Islam untuk bersatu dalam mentaati ajaran-Nya. Allah berfirman
wa’tashimuu bihablillahi jamii’an artinya berpegang teguhlah kamu semua
kepada tali Allah. Maksud tali Allah di sini adalah ajaran-Nya berupa
Al-Qur’an dan Sunnah (baca: Islam). Di sini nampak bahwa bersatu
mentaati ajaran Allah adalah refleksi ketakwaan, dengan kata lain takwa
tidak akan tercapai bila seseorang tidak bersungguh-sungguh bersatu
seirama menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Perhatikan
redaksi perintah pada kata wa’tashimuu, (bukan redaksi berita) mengapa?
Ini menunjukkan pentingnya ajaran tersebut, bahwa umat Islam tidak akan
pernah mencapai kejayaannya jika tidak satu barisan menegakkan ajaran
Allah.
Kata hablullah artinya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Maka
hanya dengan mengikuti Allah dan Rasul-Nya persatuan umat Islam akan
tercapai. Apapun organisasinya, jika seseorang benar-benar memahami
maksud risalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ia tidak akan membangun
permusuhan, apalagi antar sesama umat Islam. Sebab persatuan adalah
unsur utama bagi tegaknya alam semesta dan kehidupan di muka bumi.
Perhatikan Allah menggambarkan kerapian ciptaannya di langit dan di
bumi, “(Dialah Allah) Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah
sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah”
(Al-Mulk: 3-4). Ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun dari ciptaan
Allah yang tidak bersinergi. Semuanya bersatu dalam satu sistem dan
bergerak secara kompak sehingga darinya berlangsung kehidupan di muka
bumi. Sungguh seandainya masing-masing wujud di alam ini tidak
bersinergi, bisa dipastikan bahwa ia sudah musnah sejak ratusan yang
silam.
Benar, persatuan adalah inti
keberlangsungan hidup di muka bumi. Karenanya Allah memerintahkan agar
manusia bersatu. Tetapi tidak ada persatuan yang kokoh kecuali dengan
berpegang teguh kepada tali ajaran-Nya. Selain tali Allah pasti tali
setan dan hawa nafsu. Maka segala bentuk perkumpulan yang tidak
berpegang pada tali Allah adalah perkumpulan jahiliyah yang penuh
permusuhan. Dari saking pentingnya hakikat persatuan di atas tali Allah,
Allah swt. pada ayat berikutnya mempertegas kembali dengan berfirman,
“Walaa tafarraquu” (dan jangan kau berpecah belah). Sebab hancurnya
sebuah persatuan yang pernah ditegakkan, adalah karena perpecahan. Di
sini Allah mengingatkan, agar umat Islam jangan hanya sibuk menggalang
persatuan, tetapi di saat yang sama juga berusaha menjauhi perpecahan.
Mengapa? Sebab ternyata dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak
organisasi-organisasi umat Islam yang hanya sibuk mengajak persatuan
dalam organisasinya sendiri, tetapi di saat yang sama menggalang
perpecahan dengan organisasi yang lain. Ini suatu kenyataan yang naif.
Sampai kapan kita akan terus sibuk berperang antar kita sendiri?
Sementara orang-orang yang memusuhi Islam bersatu untuk menghancurkan
umat Islam. Sebuah fakta membuktikan bahwa orang-orang Yahudi yang di
luar Israel semuanya bekerja sama untuk membantu saudara-saudara mereka
di Israel. Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian
mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para
muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”
(Al-Anfal: 73)
Bersatu Dalam Ikatan Ukhuwah
Lalu Allah
berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara”. Ini
menunjukkan bahwa semangat bersatu mentaati Allah harus tercermin dalam
ikatan ukhuwah yang indah. Sebab persatuan tanpa ukhuwah pasti akan
terus digerogoti permusuhan-permusuhan internal yang tidak pernah
selesai. Perhatikan dalam ayat ini Allah mengingatkan akan nikmat yang
mereka rasakan setelah bersatu dalam ketaatan kepada-Nya, di mana mereka
dulu saling membunuh dan bermusuhan hanya karena membela kelompoknya
masing-masing. Sejarah merekam bahwa antara suku Aus dan Khazraj
–sebelum datangnya Islam- terjadi peperangan berkepanjangan. Dalam diri
mereka menyala kebencian. Orang-orang Yahudi yang ada di sana
memanfaatkan ruh permusuhan ini untuk kepentingan yang mereka inginkan.
Tetapi setelah mereka bersatu dalam ikatan iman dan Islam yang kokoh,
mereka benar-benar bersaudara, bahkan persaudaraan itu lebih indah dari
persaudaraan dalam ikatan darah. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. setelah mempersaudarakan antara Abdur Rahman (dari
kalangan Muhajirin) dan Saad bin Rabi’ (dari kalangan Anshar), Saad
serta merta menawarkan kepada Abdur Rahman agar mengambil separuh dari
kekayaannya, bahkan lebih dari itu, Saad menawarkan agar menikahi salah
seorang dari kedua istrinya dan ia siap menceraikannya (lihat Shahih
Bukhari Bab ikhaa’ Nabi 1/553).
Dari sini nampak bahwa ciri utama
seseorang setelah beriman dan ber-Islam adalah bersaudara (baca:
ukhuwah). Dalam surat Al-Hujurat ayat 10 Allah berfirman: Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
Perhatikan kalimat “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”
(innamal mu’minuuna ikhwatun), kata innamaa menunjukkan makna definitif,
artinya setiap orang yang beriman pasti bersaudara, jika tidak maka
imannya dipertanyakan. Dengan demikian iman berdasarkan ayat tersebut
identik dengan persaudaraan. Karenanya dalam ayat di atas Allah
berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan”. Di sini jelas bahwa pada saat mereka
tidak punya iman, permusuhan adalah ciri utama kehidupan mereka.
Sebaliknya setelah iman masuk ke dalam diri mereka, mereka bersatu dalam
persaudaraan.
Lalu Allah berfirman, “Dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya”. Ini
menunjukkan bahwa ketika mereka saling bermusuhan, mereka sebenarnya
sedang berjalan menuju neraka. Mengapa, sebab ketika seorang mukmin
memusuhi orang mukmin yang lain, berarti ia telah menghancurkan nilai
persaudaraan yang sebenarnya harus ia capai dengan kualitas keimanannya.
Setelah persaudaraannya hancur otomatis keimanannya pun hancur. Dan
ketika imannya hancur berarti ia telah menyiapkan dirinya jadi bahan
bakar neraka. Di sinilah logika ayat mengapa Allah setelah menggambarkan
kondisi mereka dulu di zaman jahiliah di mana mereka dalam permusuhan,
mereka sebenarnya sedang berada di tepi jurang neraka dan hampir jatuh
ke dalamnya. Untungnya setelah itu mereka beriman, maka dengan iman
tersebut mereka lalu bersatu. Dan karenanya mereka selamat, tidak
terjatuh ke dalam neraka.
Perhatikan betapa yang harus kita capai
setelah beriman adalah bagaimana kita harus bersatu dan bersinergi.
Apapun bendera organisasi kita, sepanjang perbedaan yang ada masih di
wilayah fiqih, atau mutaghayyiraat, itu adalah perbedaan yang tidak akan
pernah bisa dihindari. Sebab para sahabat pun berbeda pendapat dalam
hal-hal tertentu yang berkenaan dengan masalah fiqh dan ijtihad, tetapi
mereka tetap bersatu. Jadi ayat di atas bukan dalil atas haramnya
perbedaan pendapat dalam wilayah fiqih, melainkan ia merupakan dalil
atas haramnya perpecahan dan permusuhan antar umat Islam hanya karena
dorongan hawa nafsu dan fanatisme golongan semata. Dengan kata lain
ketika sekelompok umat Islam memusuhi sekelompok yang lain hanya karena
fanatisme golongan, dan perbedaan fiqih, tidak mustahil dari permusuhan
ini akan menghantarkan pelakunya kepada jurang neraka, seperti yang
Allah gambarkan dalam ayat di atas.
Bersatu Di bawah Naungan Hidayah
Lalu
Allah berfirman, “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk”. Artinya bahwa ketika suatu kaum
benar-benar bersatu menegakkan ajaran Allah, dan mereka benar-benar
bersaudara di antara mereka, maka mereka telah berada dalam petunjuk
Allah (la’allakum tahtaduun). Jika tidak berarti mereka kembali ke masa
jahiliyah yang penuh permusuhan dan perpecahan. Karenanya maksud
mengikuti hidayah (petunjuk) dalam Islam, itu bukan hanya semata
seseorang menjalani ibadah ritual secara harfiyah, melainkan lebih dari
itu ia harus bersaudara dan membangun persatuan.
Sayangnya, yang
sering kali terjadi di kalangan umat Islam, persatuan selalu dikorbankan
hanya demi perbedaan fiqih dalam ibadah ritual. Ada sekelompok umat
Islam memusuhi sekelompok umat Islam yang lain hanya karena satunya
shalat tarawih sebelas rakaat dan satunya lagi dua puluh tiga rakaat.
Sebagian lagi memusuhi saudaranya hanya karena satunya berhari raya
berdasarkan hisab, dan satunya berhari raya berdasarkan ru’yah. Padahal
masing-masing sama-sama mempunyai dalil yang kuat. Artinya seandainya
masing-masing segera menyadari bahwa itu adalah wilayah fiqih, lalu
mereka bersepakat untuk menentukan sikap yang membangun persatuan, itu
sungguh lebih baik dan lebih tepat secara syariah. Sebab mempertahankan
persatuan adalah wajib, sementara shalat tarawih atau pun shalat hari
raya hanyalah sunnah. Artinya seandainya mereka tidak shalat tarawih
atau tidak shalat hari raya pun tidak apa-apa, ketimbang mereka malah
saling bermusuhan hanya karena masalah yang sunnah tersebut. Inilah
rahasia mengapa Allah menutup ayatnya dengan kalimat “la’allakum
tahtaduun”, sebab hanya dengan mempertahankan persatuan di atas ajaran
Allah, dan menegakkan persaudaraan sesama iman, seseorang akan merasakan
lezatnya hidayah Allah. Wallahu a’lam
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/mengapa-kita-harus-bersatu/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 17 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar