Oleh: Tim dakwatuna.com
Shibghah Imaniyah
dakwatuna.com – Iman
itu bukan hiasan bibir dan pemanis kata apalagi sekadar keyakinan
hampa, tapi sebuah keyakinan yang menghujam ke dalam hati, diungkapkan
dengan lisan dan dibuktikan dengan tindak nyata.
Pengakuan
seorang mukmin akan keimanannya yang tidak disertai dengan bukti amal
shalih, bisa dikategorikan sebagai pengakuan tanpa makna dan tidak
berdasar. Di sini Allah Taala menjelaskan kepada kita tentang senyawa
keimanan dan amal shalih dalam surat Al-‘Ashr; “Demi masa, sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati agar mentaati
kebenaran dan nasihat-menasihati agar tetap sabar.” (QS 103:1-3)
Ayat-ayat
qur’aniyah tentang hal ini banyak sekali, bahkan setiap “khithab ilahi”
(panggilan Allah) yang ditujukan kepada mukminin selalu disertai dengan
perintah untuk mengerjakan amal saleh yang berkaitan dengan ibadah dan
larangan untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah Taala.
Iman
yang menshibghah akal, hati dan jasad seorang mukmin, hingga ketika
dihadapkan pada pilihan-pilihan maka pilihannya itu sudah pasti jatuh
pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ia senantiasa memutuskan
sesuatu dengan haq dan menghindari hal-hal yang menjurus kepada
kebatilan. Jadi seorang yang telah tershibghah imannya, ia akan menjadi
cahaya bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Allah berfirman,
“Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian ia Kami hidupkan dan Kami
berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke
luar dari padanya?…” (Al-An’am: 122)
Demikianlah
Allah menghidupkan manusia dengan cahaya Islam dan keilmuan. Sehingga
hal itu memberikan manfaat dan kontribusi riel tidak saja bagi
lingkungannya bahkan sampai pada skala ‘alamiah (internasional).
Rasulullah saw menganalogikan seorang mukmin yang benar-benar memahami
keislaman dan keimanannya seperti lebah. Lebah itu mempunyai sifat tidak
pernah melakukan kerusakan, lihatlah ketika hinggap di dahan-dahan
pepohonan atau tangkai-tangkai bunga. Lebah selalu mengkonsumsi makanan
yang terbaik yaitu sari bunga. Dan menghasilkan sesuatu yang paling
bermanfaat yaitu madu. Maka makhluk hidup yang berada di sekitarnya
merasa aman dan nyaman. Begitulah seharusnya muslim dan mukmin, dia
harus mampu menebar pesona Islam. Melukiskan tinta emas kebaikan dalam
kanvas kehidupan secara individu dalam semangat kebersamaan. Semangat
kebersamaan inilah yang seharusnya dimiliki setiap mukmin. Kepekaan
terhadap apa saja yang sedang menimpa masyarakat harus menjadi bagian
kehidupannya. Jangan puas dengan urusannya sendiri tanpa memperhatikan
dan mempedulikan masyarakat sekitarnya.
Interaksi Sosial
Lezatnya
iman apabila sudah mampu dirasakan oleh seorang mukmin dalam ruang
kepribadiannya, maka akan menjelma menjadi pesona sosial yang sangat
menawan. Khusyuk diri yang dimiliki seorang mukmin akan berdampak pada
‘atha ijtima’i (kontribusi sosial) dan keharmonisan sosial. Di sini,
Nabi kita Muhammad saw mengajarkan kepada kita dengan tiga kalimat yang
sarat dengan nilai-nilai perbaikan diri. Di saat beliau bersabda;
“Bertaqwalah
kamu di manapun kamu berada, ikuti keburukan itu dengan kebaikan,
niscaya ia akan menghapuskannya dan berinteraksilah pada manusia dengan
akhlaq yang baik.”
Dan salah satu bentuk interaksi kita pada
lingkungan sekitar kita adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat
terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita
terhadap bi-ah (lingkungan), baik yang berkaitan dengan bi-ah da’wiyah,
bi-ah ijtima’iyah, bi-ah ta’limiyah yang terjadi dalam tataran keluarga
maupun masyarakat adalah cerminan kuat dari keimanan kita yang telah
tershibghah dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah saw
melakukan hal ini dalam keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan gigih
telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib untuk memeluk Islam sehingga
detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah menyeru bani-bani Quraisy
pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa:
“Wahai Bani
Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani Ka’ab,
selamatkanlah dirimu dari api neraka….., wahai Fathimah, selamatkanlah
dirimu dari api neraka..” (H.R. Muslim)
Begitu juga, beliau telah
terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada
masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan aktif dalam perang fijar;
peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais
Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang
terzhalimi dan pembangunan Ka’bah.
Hasasiyah ‘Ailiyah
Oleh
karenanya seorang mukmin apalagi kader-kader dakwah harus terlibat
aktif dalam amal-amal kebaikan yang terjadi di lingkungan keluarga
maupun masyarakatnya. Baik yang bersentuhan dengan daur da’wi (peran
dakwah keluarga), daur ta’limi (peran pengajaran) dan daur tarbawi
(peran pembinaan).
Janganlah seseorang hanya sibuk dengan
perbaikan dirinya dan mengabaikan dakwah keluarganya. Semangat
berbisnis, lalu lupa mengajar dan membina anak-anaknya. Puas dengan
kehebatannya, asyik dengan pesona dirinya, akan tetapi terlena dengan
apa yang sedang terjadi di lingkungan keluarga. Bapak asyik dengan
dakwah di luar, sementara anak nyimeng dan ngeganja. Coba kita
perhatikan dan merenungkan kembali firman Allah berikut ini;
“Hai
orang-orang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS 64:14-15)
“Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka
itulah orang-orang yang merugi.” (QS 63:9)
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS 66:6)
Hasasiyah Ijtima’iyah
Interaksi
sosial kita yang berujung pada hasasiyah ijtima’iyah, mengharuskan kita
untuk terlibat penuh dengan suatu yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat kita. Hal ini bukan hanya dilakukan seorang mukmin atau
bahkan aktivis dakwah di saat membutuhkan mereka dan ketika ada
kepentingan. Akan tetapi kapan pun dan kondisi apapun seorang mukmin
harus menebar pesona Islam. Ia bekerja dan berkarya sesuai manhaj
rabbani. Seluruh waktu dan hidupnya agar bermanfaat bagi manusia lain.
Ia ingin menjadi salah satu dari kategori “qaumun ‘amaliyun” dan
mendambakan identitas “mukminin yang sebenarnya”.
Oleh karenanya,
seorang mukmin harus bisa berperan aktif dalam seluruh dimensi sosial.
Baik dimensi da’wi yang mengharuskan dia sebagai cahaya di tengah
masyarakatnya, yang mengharuskan dia membawa obor mas’uliyah amar ma’ruf
nahi munkar dan sebagai agen of changes. Dimensi ukhrawi; yang
mengharuskan dirinya mengkristalkan kembali makna ta’aruf, tafahum dan
takaful dalam kavas ukhuwah islamiyah. Benar-benar menjadi kontributor
dalam segala hal, apalagi yang bersentuhan langsung dengan fuqara,
masakin dan al-aitam (yatim piatu). Rasulullah bersabda:
“Ya Abu Dzar, apabila kamu membuat sayur, perbanyak kuahnya dan perhatikan tetanggamu.” (HR Muslim)
“Tidaklah beriman seorang di antara kamu, hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya.” (Muttafaqun Alaih)
“Penanggung
anak yatim, baik miliknya atau orang lain, aku dan orang itu di surga
seperti ini (Malik mengisyaratkan dengan kedekatan jari telunjuk dan
tengah).” (HR Muslim)
Dan dimensi ta’limi wa tarbawi; yang
mengharuskannya berperan aktif dalam melakukan pengajaran dan pembinaan
masyarakatnya. Sehingga masyarakat setempat menikmati pencerahan jiwa
dan pemikiran. Mereka semakin dekat dengan nilai-nilai Islam dan
akhirnya semangat mengimplementasikannya dalam ruang kepribadiannya dan
lingkungan keluarganya. Allah berfirman:
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS 3:104)
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum
yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS 62:2)
Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan hasasiyah ijtima’iyah dalam diri kita.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2006/iman-dan-kepekaan-sosial/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 17 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar