Senin, 07 November 2011

Mempertajam Tawakal

Oleh: Rikza Maulan, M.Ag

Kirim Print
dakwatuna.com – Dari Umar bin Khattab r.a. berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah swt. dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rezeki (oleh Allah swt.), sebagaimana seekor burung diberi rezeki; ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah)

Sekilas tentang Hadits


Hadits ini merupakan hadits marfu’ dari Umar bin Khattab r.a., yang diriwayatkan melalui jalur sanad Abdullah bin Hubairah, dari Abu Tamim Al-Jaisyani, dari Umar bin Khattab, dari Rasulullah saw., diriwayatkan oleh:

* Imam Turmudzi dalam Sunan/ Jami’nya, Kitab Al-Zuhud An Rasulillah saw., Bab Fi Attawakkal Alallahi, hadits no 2344.
* Imam Ibnu Majah dalam sunnannya, Kitab Al-Zuhud, Bab Attawakkal Wal Yaqin, hadits no 4164.
* Imam Ahmad bin Hambal dalam tiga tempat dalam musnadnya, yaitu pada hadits nomor 205, 372, dan 375.

Makna Hadits Secara Umum

Hadits di atas menjelaskan tentang hakekat tawakal dengan perumpamaan seekor burung. Dimana burung pergi (baca ; mencari karunia Allah) pada pagi hari dengan perut kosong karena lapar, namun di sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang dan terisi penuh. Karena pada hakekatnya Allah swt.-lah yang memberikan rezekinya sesuai dengan kebutuhannya. Demikian juga manusia, sekiranya manusia benar-benar bertawakal kepada Allah swt. dengan mengamalkan hakekat tawakal yang sesungguhnya, tentulah Allah swt. akan memberikan rezeki sebagaimana seekor burung yang berangkat pagi hari dengan perut kosong dan pulang sore hari dengan perut kenyang. Artinya, insya Allah rezekinya akan Allah cukupi.

Makna dan Hakikat Tawakal

Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah swt.

Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama. Di antara definisi mereka adalah:

1. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.

Tawakal merupakan aktivitas hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt: 337)

2. Ibnu Qoyim al-Jauzi

“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)

Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya memberikan komentar beragam mengenai pernak pernik takawal, diantaranya adalah ungkapan: Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum meliputi dua aspek; yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-inabah (taubat kepada Allah), maka tawakal merupakan setengah dari komponen Dinul Islam. Karena tawakal merupakan repleksi dari al-isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah swt.): Seseorang yang hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah, menyandarkan dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia bertawakal kepada Allah.

Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga mengemukakan bahwa ‘ilmu merupakan jalan menuju penghambaan kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju kewara’an (sifat menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan menuju kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju ketawakalan. (Al-Jauzi, tt : 336)

Tawakal sangat diperhatikan dalam Islam. Oleh karena itulah, banyak sekali ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang memiliki muatan mengenai tawakal kepada Allah swt. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat memperhatikan masalah ini. Sehingga mereka memiliki ungkapan-ungkapan khusus mengenai tawakal.

Derajat Tawakal

Tawakal merupakan gabungan berbagai unsur yang menjadi satu, dimana tawakal tidak dapat terealisasikan tanpa adanya unsur-unsur tersebut. Unsur-unsur ini juga merupakan derajat dari tawakal itu sendiri:

1. Ma’rifat kepada Allah swt. dengan segala sifat-sifat-Nya minimal meliputi tentang kekuasaan-Nya keagungan-Nya, keluasan ilmu-Nya, keluasan kekayaan-Nya, bahwa segala urusan akan kembali pada-Nya, dan segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya, dsb.

2. Memiliki keyakinan akan keharusan melakukan usaha. Karena siapa yang menafikan keharusan adanya usaha, maka tawakalnya tidak benar sama sekali. Seperti seseorang yang ingin pergi haji, kemudian dia hanya duduk di rumahnya, maka sampai kapanpun ia tidak akan pernah sampai ke Mekah. Namun hendaknya ia memulai dengan menabung, kemudian pergi kesana dengan kendaraan yang dapat menyampaikannya ke tujuannya tersebut.

3. Adanya ketetapan hati dalam mentauhidkan (mengesakan) Dzat yang ditawakali, yaitu Allah swt. Karena tawakal memang harus disertai dengan keyakinan akan ketauhidan Allah. Jika hati memiliki ikatan kesyirikan dengan sesuatu selain Allah, maka batallah ketawakalannya.

4. Menyandarkan hati sepenuhnya hanya kepada Allah swt., dan menjadikan situasi bahwa hati yang tenang hanyalah ketika mengingatkan diri kepada-Nya. Hal ini seperti kondisi seorang bayi, yang hanya bisa tenang dan tentram bila berada di susuan ibunya. Demikian juga seorang hamba yang bertawakal, dia hanya akan bisa tenang dan tentram jika berada di ‘susuan’ Allah swt.

5. Husnudzan (baca: berbaik sangka) terhadap Allah swt. Karena tidak mungkin seseorang bertawakal terhadap sesuatu yang dia bersu’udzan kepadanya. Tawakal hanya dapat dilakukan terhadap sesuatu yang dihusndzani dan yang diharapkannya.

6. Memasrahkan jiwa sepenuhya hanya kepada Allah swt. Karena orang yang bertawakal harus sepenuh hatinya menyerahkan segala sesuatu terhadap yang ditawakali. Tawakal tidak akan mungkin terjadi, jika tidak dengan sepenuh hati memasrahkan hatinya kepada Allah.

7. Menyerahkan, mewakilkan, mengharapkan, dan memasrahkan segala sesuatu hanya kepada Allah swt. Dan hal inilah yang merupakan hakekat dari tawakal. (Ghaafir : 44)

Tawakal Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sangat menaruh perhatian terhadap permasalahan tawakal ini. Kita mendapatkan bahwa setidaknya terdapat 70 kali, kata tawakal disebut oleh Allah dalam Al-Qur’an. Jika disimpulkan ayat-ayat tersebut mencakup tema berikut:

1. Tawakal merupakan perintah Allah swt.

“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anfal: 61). Lihat juga Ar-Ra’d: 123; Al-Furqaan: 58, Asy-Syu’araa: 217, An-Naml: 79, Al-Ahzab: 3 dan 48.

2. Larangan bertawakal selain kepada Allah (menjadikan selain Allah sebagai penolong) (Al-Isra: 2)

3. Orang yang beriman; hanya kepada Allah lah ia bertawakal (Ali Imran: 122). Lihat juga Ali Imran: 160, Al-Maidah: 11 dan 23, Al-A’raf: 89, Al-Anfal: 2, At-Taubah: 51, Al-Mujaadilah: 10, At-Taghabun: 13.

4. Tawakal harus senantiasa mengiringi suatu azam (baca: keingingan/ambisi positif yang kuat) (Ali Imran: 159)

5. Allah sebaik-baik tempat untuk menggantungkan tawakal (pelindung) (Ali Imran: 173). Lihat juga An-Nisa: 81, 109, 132, dan 171.

6. Akan mendapatkan perlindungan, pertolongan dan anugerah dari Allah (Al-Anfal: 49). Lihat juga Al-Isra: 65.

7. Mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat (surga) (An-Nahl: 41-42). Lihat juga Al-Ankabut: 58-59.

8. Allah akan mencukupkan orang yang bertawakal kepada-Nya. (Ath-Thalaaq: 3)

Tawakal Dalam Hadits

Selain dalam Al-Qur’an, dalam hadits pun, tawakal memiliki porsi yang sangat banyak. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 11 hadits. Dalam kitab lain, sekitar 900-an hadits yang terdapat kata yang berasal dari kata tawakal –dari 9 kitab hadits induk, yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Timidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Addarimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Sebelas hadits yang dicantumkan Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin telah mencakup sebagian besar hadits-hadits tentang tawakal. Dari hadits-hadits tentang tawakal ini, kita dapat menyimpulkan beberapa poin:

1. Orang yang bertawakal hanya kepada Allah, akan masuk surga tanpa hisab.

Dalam hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abdullah bin Abbas r.a., Rasulullah saw. bersabda: Telah ditunjukkan kepadaku keadaan umat yang dahulu, hingga saya melihat seorang nabi dengan rombongan yang kecil, dan ada nabi yang mempunyai pengikut satu dua orang, bahkan ada nabi yang tiada pengikutnya. Mendadak telihat padaku rombongan yang besar (yang banyak sekali), saya kira itu adalah umatku, namun diberitahukan kepadaku bahwa itu adalah Nabi Musa a.s. beserta kaumnya. Kemudian dikatakan kepadaku, lihatlah ke ufuk kanan dan kirimu, tiba-tiba di sana saya melihat rombongan yang besar sekali. Lalu dikatakan kepadaku, Itulah umatmu, dan di samping mereka ada tujuh puluh ribu yang masuk surga tanpa perhingungan (hisab).

Setelah itu Nabi bangun dan masuk ke rumahnya, sehingga orang-orang banyak yang membicarakan mengenai orang-orang yang masuk surga tanpa hisab itu. Ada yang berpendapat; mungkin mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Ada pula yang berpendapat, mungkin mereka yang lahir dalam Islam dan tidak pernah mempersekutukan Allah, dan ada juga pendapt-pendapat lain yang mereka sebut.

Kemudian Rasulullah saw. keluar menemui mereka dan bertanya, ‘Apakah yang sedang kalian bicarakan?’ Mereka memberitahukan segala pembicaraan mereka. Beliau bersabda, ‘Mereka tidak pernah menjampi atau dijampikan dan tidak suka menebak nasib dengan perantaraan burung, dan hanya kepada Rabb-nya lah, mereka bertawakal.”

Lalu bangunlah Ukasyah bin Mihshan dan berkata, ‘Ya Rasulullah saw., doakanlah aku supaya masuk dalam golongan mereka.’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Engkau termasuk golongan mereka.’ Kemudian berdiri pula orang lain, dan berkata, ‘Doakan saya juga supaya Allah menjadikan saya salah satu dari mereka.’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Engkau telah didahului oleh Ukasyah.” (Bukhari & Muslim)

2. Tawakal merupakan sunnah Rasulullah saw.

Rasulullah saw. sendiri senantiasa menggantungkan tawakalnya kepada Allah swt. Salah satu contohnya adalah bahwa beliau selalu mengucapkan doa-doa mengenai ketawakalan dirinya kepada Allah swt.: Dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah saw. senantiasa berdoa, “Ya Allah, hanya kepada-Mu lah aku menyerahkan diri, hanya kepada-Mu lah aku beriman, hanya kepada-Mu lah aku bertawakal, hanya kepada-Mu lah aku bertaubat, hanya karena-Mu lah aku (melawan musuh-musuh-Mu). Ya Allah, aku berlindung dengan kemuliaan-Mu dimana tiada Tuhan selain Engkau, janganlah Engkau menyesatkanku. Engkau Maha Hidup dan tidak pernah mati, sedangkan jin dan manusia mati.” (Muslim)

3. Allah merupakan sebaik-baik tempat untuk bertawakal.

Dalam hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Ibnu Abbas r.a., “Hasbunallah wani’mal Wakil’ kalimat yang dibaca oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika dilempar ke dalam api, dan juga telah dibaca oleh Nabi Muhammad saw. ketika diprovokasi oleh orang kafir, supaya takut kepada mereka; ‘sesungguhnya manusia telah mengumpulkan segala kekuatannya untuk menghancurkan kalian, maka takutlah kamu dan janganlah melawan, tapi orang-orang beriman bertambah imannya dan membaca, Hasbunallah wa ni’mal Wakil (cukuplah Allah yang mencukupi kami dan cukuplah Allah sebagai tempat kami bertawakal.” (Bukhari)

4. Tawakal akan mendatangkan nasrullah.

Ini sebagaimana yang terdapat dalam hadits no 5, dalam kitab Riyadhus Shalihin. Dimana dikisahkan pada saat Perang Dzatur-riqa’, ketika Rasulullah saw. sedang beristirahat di bawah sebuah pohon, sedangkan pedang beliau tergantung di pohon. Ketika tiba-tiba datang seorang musyrikin yang mengambil pedang beliau sambil berkata, siapa yang dapat melindungimu dariku? Namun dengan sangat tenang Rasulullah saw menjawab, ‘Allah.’ Setelah tiga kali bertanya, tiba-tiba pedang yang dipegangnya jatuh. Lalu Rasulullah saw. mengambil pedang tersebut seraya bertanya, ‘Sekarang siapakah yang dapat melindungimu dariku?’

5. Tawakal yang benar tidak akan menjadikan seseorang kelaparan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Umar r.a., aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, pastilah Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki pada seekor burung. Pergi pagi hari dalam keadaan perut kosong, dan pulang sore hari dalam keadaan perut kenyang.” (Tirmidzi)

6. Tawakal setelah usaha.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan: Dari Anas bin Malik r.a., ada seseorang berkata kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah saw., aku ikat kendaraanku lalu aku bertawakal, atau aku lepas ia dan aku bertawakal?” Rasulullah saw. menjawab, “Ikatlah kendaraanmu lalu bertawakallah.” (HR. Tirmidzi)

Tawakal yang merupakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah saw., jika dilakukan dengan baik dan benar, insya Allah tidak akan menjadikan seorang hamba menjadi hina dan tidak memiliki apa-apa. Karena tawakal tidak identik dengan kepasrahan yang tidak beralasan. Namun tawakal harus didahului dengan usaha yang maksimal. Hilangnya usaha, berarti hilanglah hakikat dari tawakal itu.


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/mempertajam-tawakal/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.