Sabtu, 05 Januari 2013

Kisah Nyata, Mushaf Tetap Utuh Meski Masjid Dibom Hingga Hancur Luluh

Diserang dan dibombardir Israel, Gaza memiliki banyak kisah keajaiban. Atau lebih tepatnya, karamah dari Allah. Seperti kisah nyata yang dituturkan oleh Imam Masjid An Nur di kampung Syaikh Ridwan ini, yang juga disaksikan oleh jamaah masjid tersebut.

Kisah nyata ini terjadi pada perang Al Furqan, tepatnya Desember 2008. Saat itu Israel membombardir Gaza selama 22 hari. Bukan hanya manusia yang diincar oleh pesawat-pesawat tempur Zionis, tetapi juga masjid-masjid. Salah satu masjid yang menjadi sasaran rudal Israel itu adalah Masjid An Nur.

Di langit kampung Syaikh Ridwan, suara F-16 Israel laksana sirine kematian yang menakutkan bagi banyak orang. Kecepatan pesawat tempur itu seketika mempercepat denyut jantung warga yang melihatnya. Perasaan dekat dengan kematian menggelayuti jiwa orang tua, wanita, hingga para remaja. Seakan malaikat maut telah tampak di depan mata. Memanggil, dengan seruannya yang menggelegar, membuat bulu kuduk berdiri. Tetapi bagi penduduk Gaza yang kokoh imannya, mereka yang hatinya dekat dengan masjid, tawakal kepada Allah membuat mereka berani menghadapi apapun. Termasuk siap mati kapan saja. Raungan F-16 tidak menambah apapun kecuali keyakinan kepada Allah, bahwa Dia yang menggenggam jiwa manusia. Tidak ada yang sanggup mengambil nyawa kecuali Dia. Secanggih apapun senjata, sehebat apapun mesin perang.

“Blhuouommmmmm.......” terdengar ledakan rudal berkali-kali. Tidak jauh dari tempat tinggal mereka.

Hening sesaat. Kemudian suara kepanikan mulai terdengar diantara warga yang berhamburan memeriksa keadaan, setelah F-16 menghilang. Untuk sementara, entah berapa lama ia kembali ke atas kampung mereka...

Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun. Siapakah yang lebih durjana selain yahudi keturunan kera. Siapakah yang lebih biadab daripada kaum yang menghancurkan rumah-rumah Allah? Rupanya jet tempur Israel itu membombardir Masjid An Nur. Masjid yang menjadi tempat sujud kaum muslimin di kampung Syaikh Ridwan itu kini telah hancur berkeping-keping. Rata dengan tanah. Bahkan, tidak satupun bebatuan yang tersisa, semuanya hancur, atau minimal pecah.

Warga memeriksa masjid kesayangan mereka dengan duka yang menyesakkan dada. O, siapakah yang hatinya tidak teriris melihat tempat sujudnya diratakan dengan tanah. Siapakah yang air matanya tidak meleleh menyaksikan rumah Allah diluluhlantakkan. Bagi seorang mukmin, bahkan jika tubuhnya disayat pedang, itu masih lebih ringan daripada masjidnya dirobohkan. Bagi seorang mukmin, dadanya ditembus peluru masih lebih ringan baginya daripada tempat mengaji anak-anak, tempat shalat jamaah, dan tempat munajatnya dihancurleburkan.

Warga mendapatkan semuanya hancur. Hingga batu-batu penyusun bangunan masjid itu. Namun, betapa terkejutnya mereka. “Allaahu akbar!” takbir pantas dikumandangkan menyaksikan tanda-tanda kebesaranNya. Tumpukan mushaf di masjid itu masih utuh. Bahkan tidak sobek sedikitpun.

“Masjid ini dihancurkan dengan tiga rudal. Semuanya hancur lebur. Tak tersisa satupun batu yang utuh dari bangunannya,” kata Abu Ahid, sang imam masjid, “kecuali tumpukan mushaf Al Qur’anul karim yang masih utuh tanpa ada sobekan sedikitpun. Subhanallah... ini adalah perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang luar biasa.”

Yang lebih ajaib, diantara mushaf itu ada yang terbuka, tepat pada halaman di mana di ayat itu Allah menerangkan ujian, kesabaran, dan janji kemenangan.

“Kami mendapatkan sejumlah mushaf dalam kondisi terbuka. Lembaran yang terbuka itu tepat pada ayat-ayat kemenangan dan kesabaran. Diantaranya surat Al Baqarah ayat 155: ‘Dan pasti kami akan menguji kalian dengan suatu ketakutan dan kelaparan...’” tambah Abu Ahid memungkasi kisay nyata ini. [BK/DJG]

Sumber : http://www.bersamadakwah.com/2013/01/kisah-nyata-mushaf-tetap-utuh-meski.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.