“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa ...
----------
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Allah
berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah. Dan telah ditafsirkan pula
pengertiannya oleh Rasulullah SAW sebagaimana yang terdapat di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata,
“Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah
menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.”
Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan
yang aku katakan?” Rasulullah SAW menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu
sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila
tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta.”
Ghibah
adalah haram berdasarkan ijma’. Tidak ada pengecualian mengenai
perbuatan ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat,
seperti penetapan kecacatan oleh perawi hadits, penilaian keadilan, dan
pemberian nasihat. Sedangkan selain itu tetap dalam pengharaman yang
sangat keras dan larangan yang sangat kuat. Itulah sebabnya Allah SWT
menyerupakan perbuatan ghibah dengan memakan daging manusia yang sudah
menjadi bangkai.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah
r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Setiap harta, kehormatan, dan
darah seorang muslim adalah haram atas muslim lainnya. Cukup buruklah
seseorang yang merendahkan saudaranya sesama muslim.”
Diriwayatkan
pula oleh Imam Abu Dawud dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah
bersabda, “Ketika aku diangkat ke langit, aku melewati suatu kaum yang
berkuku tembaga yang mencakar wajah dan dada mereka.” Aku bertanya,
‘Siapakah mereka itu, hai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itulah orang
yang selalu memakan daging-daging orang lain dan tenggelam dalam
menodai kehormatan mereka.’” Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Imam
Ahmad.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa Sa’id
al-Khudri berkata, “Kami bertanya, ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepada
kami apa saja yang telah engkau lihat pada malam engkau diperjalankan
Allah.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘…Kemudian Jibril membawaku pergi
menuju sekelompok makhluk Allah yang sangat banyak, terdiri atas
laki-laki dan wanita. Ada sejumlah orang yang menunggui mereka dan
bersandar pada lambung salah seorang di antara mereka. Kemudian orang
itu memotong lambung mereka sekerat sebesar sandal, lalu meletakkannya
di mulut salah seorang di antara mereka. Kemudian dikatakan kepadanya,
‘Makanlah sebagaimana dulu kamu telah memakannya.’ Dan dia tahu daging
yang harus dimakannya itu berupa bangkai. Hai Muhammad, kalau dia
mengetahuinya sebagai bangkai, tentu dia sendiri sangat membencinya.’
Sedangkan, dia dipaksa untuk memakan dagingnya itu.”
Astaghfirullah.
Tiada tujuan dari pengutipan Tafsir Ibnu Katsir di atas melainkan
sebagai bagian dari upaya saya untuk memperbaiki diri pribadi dan
semangat untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Ghibah (menggunjing)
adalah membicarakan orang lain tentang kekurangan-kekurangan yang ada
pada badan, nasab, tabiat, ucapan, maupun agama hingga pada pakaian,
rumah, atau harta miliknya yang lain, yang apabila orang tersebut
mendengarnya maka ia tidak senang (tidak ridho).
Dalam sekelompok
orang yang sedang dalam perbincangan, kita sering menemui pembicaraan
yang mengarah kepada kejelekan seseorang, entah yang memulai pembicaraan
itu kita atau orang lain yang ada dalam sekelompok itu. Yang jelas
apabila kita ikut larut dalam memperbincangkan kejelekan orang tersebut
maka kita telah berbuat ghibah yang dalam Al-Qur’an dan hadits
diterangkan perbuatan itu adalah terlarang (haram). Maka bagaimana
sebaiknya kita menyikapi kasus yang demikian? Insya Allah berikut ini
adalah poin-poin yang dapat menjauhkan kita dari ghibah:
1. Pertama
mengidentifikasi apakah apa yang dibicarakan itu termasuk ghibah atau
bukan. Caranya mudah, yaitu seandainya orang yang kita bicarakan
kekurangannya itu mendengar apa yang kita bicarakan, jika dia merasa
tidak senang maka kita telah berbuat ghibah.
2. Setelah mengetahui
haramnya ghibah maka berusahalah semaksimal mungkin untuk menjauhinya
yaitu dengan menyeleksi apa yang akan kita katakan, atau menelaah ulang
apa yang telah kita katakan. Apabila kita ketahui apa yang akan kita
katakan itu tergolong ghibah, maka tahanlah untuk mengatakannya. Atau
apabila kita kemudian menyadari apa yang telah kita katakan itu adalah
ghibah, maka sesegera mungkin bertobat (astaghfirullah) dan bertekad
lagi untuk lebih hati-hati dalam berbicara.
3. Telaah, renungkan, dan
yakinkan diri sendiri bahwa dengan membicarakan kejelekan orang lain
maka tidak akan menambah derajat kita dan tidak akan menurunkan derajat
orang yang kita bicarakan kejelekannya. Justru orang yang suka berbuat
ghibah akan mudah untuk tidak dipercaya orang lain, dan hatinya pun
tidak akan tenteram.
4. Sadarilah bahwa seseorang yang kita bicarakan
kejelekannya itu adalah saudara kita sendiri, bukan musuh yang harus
dihujat. Sekiranya seseorang tersebut melakukan perbuatan tercela atau
yang kurang berakhlak maka sesungguhnya dia belum mengetahui tentang
ilmu, maka kita seyogyanya ikut menunjukinya kepada jalan yang lurus
bukannya malah meng-ghibahnya.
5. Jika kita diajak membicarakan
kejelekan orang lain oleh seseorang maka berusahalah untuk
menghentikannya secara bertahap dengan ma’ruf tanpa menyinggung
perasaannya. Pertama ingatkanlah secara lisan bahwa kita dilarang
berbuat ghibah. Jika belum berhenti, maka kita bisa menanggapi
seperlunya kemudian berusaha mengalihkan kepada pembicaraan yang lebih
baik. Jika sekiranya kedua upaya itu belum menghentikannya berbuat
ghibah maka diamlah kemudian berdoa supaya kita dan orang tersebut
sama-sama dijauhkan dari perbuatan ghibah.
Saya dan juga mungkin
yang lain hampir pasti pernah atau sedang terhinggapi salah satu
penyakit hati ini (ghibah), lalu bagaimana kita bisa membersihkan diri
atas dosa yang telah diperbuat?
Jumhur (sebagian besar) ulama
mengatakan, “Cara yang mesti ditempuh oleh orang yang bertobat karena
menceritakan saudaranya ialah hendaknya dia menghentikan perbuatan itu
dan bertekad tidak akan mengulanginya.” Dan apakah menjadi syarat pula
menyesali perbuatan yang telah lalu itu dan meminta maaf kepada orang
yang telah digunjingkannya itu? Maka di antara ulama ada yang
berpendapat demikian. Adapun yang lainnya mengatakan, “Tidak menjadi
syarat baginya meminta maaf kepada orang itu. Karena bila dia
memberitahukan kepada orang itu tentang gunjingannya, barangkali ia akan
merasa lebih sakit daripada dia tidak mengetahui apa yang telah
dipergunjingkan orang terhadap dirinya itu. Sehingga akan lebih baik
apabila umpatan diganti dengan pujian.” Sebagaimana yang telah
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Mu’adz bin Anas al-Juhani r.a. bahwa
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membela seorang mukmin dari seorang
dari seorang munafiq yang menggunjingkan dirinya, maka Allah akan
menurunkan kepadanya satu malaikat yang akan memelihara dagingnya di
hari kiamat nanti dari jilatan api neraka. Dan barangsiapa yang
melemparkan kepada seorang mukmin sesuatu yang dimaksudkan untuk
mencelanya, maka Allah akan menahannya di jembatan Jahannam sehingga dia
menarik kembali apa yang telah diucapkannya itu.” Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Imam Abu Dawud.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Semoga
Allah selalu membimbing kita untuk selalu meluruskan niat, membersihkan
hati dan memperbaiki diri hingga di penghujung usia, amin.
Sumber : http://oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=9
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Sabtu, 12 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar