Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo
Manajemen Pembelanjaan dan Pola Konsumsi Islami
dakwatuna.com – Yang
dimaksud dengan pengeluaran atau pembelanjaan adalah mengelola harta
yang halal untuk mendapatkan manfaat material ataupun spiritual sehingga
membantu para anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam hal
ini terdapat beberapa jenis pembelanjaan yang bermanfaat bagi generasi
yang akan datang, dan pembelanjaan dengan jalan baik (amal shaleh) untuk
mendapatkan pahala di akhirat, seperti zakat dan sedekah. Syariat Islam
mengajarkan beberapa aturan yang mengatur pembelanjaan keluarga muslim,
di antaranya secara garis besar adalah:
1. Komitmen pembelanjaan dan pemenuhan kebutuhan dana adalah kewajiban suami
Suami
bertanggung jawab mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya sesuai
dengan kebutuhan dan batas-batas kemampuannya. Allah berfirman:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq
[65]:7)
Rasulullah bersabda: “barang siapa
yang menafkahkan hartanya untuk istri, anak dan penghuni rumah
tangganya, maka ia telah bersedekah.” (HR. Thabrani). Hadits ini
mengisyaratkan bahwa pemenuhan kebutuhan dana atau pembelanjaan untuk
anggota keluarga itu akan berubah dari bentuk pengeluaran yang bersifat
material (nafkah) menjadi pengeluaran yang bersifat spiritual ibadah
(infaq) yang membawa pahala dari Allah. Rasul Saw. bersabda dalam Haji
Wada’: “Ayomilah kaum wanita (para istri) karena Allah, sebab mereka
adalah mitra penolong bagimu. Kamu telah memperistri mereka dengan
amanah Allah dan kemaluan mereka menjadi halal bagimu dengan kalimat
Allah. Kamu berhak melarang mereka untuk membiarkan orang yang engkau
benci memasuki kediamanmu. Mereka berhak atasmu untuk dipenuhi kebutuhan
nafkah dan pakaian secara lazim.”
Menjawab pertanyaan seorang
sahabat tentang kewajiban suami terhadap istrinya, Rasulullah bersabda:
“Dia memberinya makan ketika dia makan dan memberinya pakaian ketika ia
berpakaian, serta janganlah dia meninggalkannya kecuali sekadar pisah
ranjang dalam rumah. Ia tidak boleh memukul wajahnya dan
menjelek-jelekkannya.” Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan pernah
mendatangi Rasulullah dan bercerita bahwa Abu Sufyan adalah seorang
suami yang pelit, “ia tidak pernah memberiku dan anak-anakku nafkah
secara cukup. Oleh karena itu aku pernah mencuri harta miliknya tanpa
sepengetahuannya.” Lalu rasul bersabda: “Ambillah dari hartanya dengan
ma’ruf (baik-baik) sebatas apa yang dapat mencukupimu dan anakmu.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Seorang sahabat bercerita kepada Rasulullah
bahwa dia mempunyai uang satu dinar. Rasulullah bersabda: “Bersedekahlah
dengannya untuk dirimu, kemudian sahabat itu bertanya, ‘bagaimana jika
aku mempunyai sesuatu yang lain?’ rasul menjawab, ‘bersedekahlah
dengannya untuk istrimu.’ Kemudian ia bertanya lagi, ‘dan bagaimana jika
aku mempunyai sesuatu yang lain?’ Rasul menjawab, ‘bersedekahlah
dengannya untuk pelayanmu.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
2. Kewajiban menafkahi orang tua yang membutuhkan
Di
antara kewajiban anak adalah memberi nafkah kepada orang tuanya yang
sudah lanjut usia (jompo) sebagai salah satu bentuk berbuat baik kepada
orang tua, seperti diisyaratkan Al-Qur’an: “Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra:23). Rasul bersabda:
“Kedua orang tua itu boleh makan dari harta anaknya secara ma’ruf (baik)
dan anak tidak boleh memakan harta kedua orang tuanya tanpa seizin
mereka.” (HR. Dailami)
Menurut Ibnu Taimiyah, seorang anak yang
kaya wajib menafkahi bapak, ibu dan saudara-saudaranya yang masih kecil.
Jika anak itu tidak melaksanakan kewajibannya, berarti ia durhaka
terhadap orang tuanya dan berarti telah memutuskan hubungan kekerabatan.
Selain itu, suami dan istri harus percaya bahwa memberi nafkah kepada
kedua orang tua adalah suatu kewajiban seperti halnya membayar utang
kedua orang tua yang bersifat mengikat dan bukan sekadar sukarela. Hal
itu tidak sama dengan memberikan sedekah kepada kerabat yang membutuhkan
yang sifatnya kebajikan.
3. Istri Boleh Membantu Keuangan Suami
Jika
seorang suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena
fakir, istri boleh membantu suaminya dengan cara bekerja atau berdagang.
Hal itu merupakan salah satu bentuk ta’awun ‘ala birri wat taqwa
(saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) yang dianjurkan
Islam. Selain itu, istri pun boleh memberikan zakat hartanya kepada
suaminya yang fakir atau memberi pinjaman kepada suami apabila suami
tidak termasuk fakir yang berhak menerima zakat.
4. Istri Bertanggung Jawab Mengatur Keuangan Rumah Tangga
Telah
dijelaskan bahwa suami wajib berusaha dan bekerja dari harta yang halal
dan istri bertanggung jawab mengatur belanja dan konsumsi keluarga
dalam koridor mewujudkan lima tujuan syariat Islam, yaitu dalam rangka
memelihara agama, akal, kehormatan, jiwa dan harta. Sabda Rasulullah:
“Istri adalah pengayom bagi rumah tangga suaminya dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diayominya…” (HR.
Bukhari). “Bila seorang istri menyedekahkan makanan rumah tanpa efek
yang merusak kebutuhan keluarga, maka dia mendapat pahala dari amalnya.
Demikian pula suami mendapatkan pahala dari hasil usahanya, demikian
pula pelayan mendapatkan bagian pahala tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun.” (HR. Tahbrani).
5. Istri berkewajiban untuk hemat dan ekonomis.
Rasulullah
saw bersabda: “Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat”. (HR.
Ahmad). Selain itu ia harus realistis menerima apa yang dimilikinya
(qana’ah). Rasul bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam,
diberi rezki cukup dan menerima apa yang Allah berikan kepadanya.” (HR.
Muttafaq ‘Alaih).
6. Seimbang Antara Pendapatan dan Pengeluaran yang Bermanfaat
Istri
tidak boleh membebani suami dengan beban kebutuhan dana di luar
kemampuannya. Ia harus dapat mengatur pengeluaran rumah tangganya
seefisien mungkin menurut skala prioritas sesuai dengan penghasilan dan
pendapatan suami, tidak boros dan konsumtif. (QS. Al-Baqarah:236, 286)
Abu bakar pernah berkata: “Aku membenci penghuni rumah tangga yang
membelanjakan atau menghabiskan bekal untuk beberapa hari dalam satu
hari saja.”
Ketika Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan
berusaha dengan baik . Islam juga menganjurkan agar hasil usahanya
dikeluarkan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat. Keluarga muslim dalam
mengelola pembelanjaan, harus berprinsip pada pola konsumsi islami
yaitu berorientasi kepada kebutuhan (need) di samping manfaat (utility)
sehingga hanya akan belanja apa yang dibutuhkan dan hanya akan
membutuhkan apa yang bermanfaat. (QS. Al-Baqarah:172, Al-Maidah:4,
Al-A’raf:32). Dalam berumah tangga, suami-istri hendaknya memiliki
konsep bahwa pembelanjaan hartanya akan berpahala jika dilakukan untuk
hal-hal yang baik dan sesuai dengan perintah agama. Sabda Nabi:
“Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah dengan ikhlas
karena Allah kecuali kamu mendapat pahala darinya.” (Muttafaq ‘Alaih).
7. Skala Prioritas Pengeluaran (Perlu/Needs Vs Ingin/Wants)
Islam
mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan
pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan
syariat. Ada tiga jenis kebutuhan rumah tangga, yaitu:
a.
Kebutuhan primer, yaitu nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang
diperkirakan dapat mewujudkan lima tujuan syariat (memelihara jiwa,
akal, agama, keturunan dan kehormatan). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
akan makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan
dan pernikahan.
b. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan untuk
memudahkan hidup agar jauh dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu
dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan ini pun masih
berhubungan dengan lima tujuan syariat.
c. kebutuhan pelengkap.
Yaitu kebutuhan yang dapat menambah kebaikan dan kesejahteraan dalam
kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini bergantung pada kebutuhan
primer dan sekunder dan semuanya berkaitan dengan tujuan syariat.
Prioritas
konsumsi dan pembelanjaan ini juga terkait dengan prioritas hak-hak
yaitu hak terhadap diri (keluarga), Allah (agama), orang lain. Orang
lain juga diukur menurut kedekatan nasab dan rahim, yang paling utama
adalah orang tua kemudian saudara. (QS.Al-Anfal:75) Aplikasi
aturan-aturan di atas menuntut peran ibu rumah tangga untuk
memperhitungkan pengeluaran rumah tangga secara bulanan berdasarkan tiga
kebutuhan di atas, dengan tetap menyesuaikannya dengan pendapatan,
sehingga rumah tangga muslim terhindar dari masalah-masalah perekonomian
yang ditimbulkan atau sikap boros untuk hal yang bukan primer.
Islam
mengharamkan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan
karena dapat mengundang kerusakan dan kebinasaan. Allah berfirman: “Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra’:16).
Selain
itu, bergaya hidup mewah merupakan salah satu sifat orang-orang yang
kufur terhadap nikmat Allah. Firman-Nya: “Pemuka-pemuka yang kafir di
antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak)
dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia…” (QS.
Al-Mu’minun:33). Nabi juga sangat membenci gaya hidup mewah: “Makan,
minum dan berpakaianlah sesukamu, sebab yang membuat kamu berbuat
kesalahan itu dua perkara: bergaya hidup mewah dan berprasangka buruk.”
(HR. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas).
8. Bersikap Pertengahan dalam Pembelanjaan
Islam
mengajarkan sikap pertengahan dalam segala hal termasuk dalam manajemen
pembelanjaan, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir atau terlalu
ketat. Sikap berlebihan adalah sikap hidup yang dapat merusak jiwa,
harta dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat
menimbun, memonopoli dan menganggurkan harta. Kedua pola ekstrim dalam
konsumsi itu memiliki mendekati sifat mubadzir.
Firman Allah:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqon :67) “Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.” (QS. Al-Isra:29) “dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Rabbnya.” (QS. Al-Isra’: 26-27)
Sabda Rasul Saw.: “Allah akan
memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik,
membelanjakan dengan pertengahan dan dapat menyisihkan kelebihan untuk
menjaga pada hari ia miskin dan membutuhkannya.” (HR. Ahmad). “Tidak
akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam pengeluaran.” (HR.
Ahmad).
Jika pembelanjaan kita telah sesuai dengan aturan-aturan
Islam, Allah akan memajukan usaha kita serta melipatgandakan pahala dan
berkah-Nya. Bahkan Allah akan memberikan kelebihan hasil usaha agar kita
dapat menyimpan dan menabungnya untuk menjaga datangnya hal-hal yang
tidak terduga atau untuk menjaga kelangsungan hidup generasi yang akan
datang.
– Bersambung…
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/manajemen-islami-keuangan-dan-harta-keluarga-bagian-ke-2-manajemen-pembelanjaan-dan-pola-konsumsi-islami/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 08 November 2011
Manajemen Islami Keuangan dan Harta Keluarga (Bagian ke-2): Manajemen Pembelanjaan dan Pola Konsumsi Islami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar