Oleh: Tim dakwatuna.com
Beberapa Fakta Sejarah
Pertama
Wahyu
pertama turun kepada Rasulullah saw. ketika usia beliau genap empat
puluh tahun, tepat pada tanggal 17 Ramadhan. Dalam buku Shahih Bukhari,
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Aisyah r.a., “Mulanya Nabi
saw. sering bermimpi melihat sinar, persis seperti sinar di waktu subuh.
Kemudian mulailah beliau suka menyepi untuk beribadat, lalu
menyendirilah beliau di Gua Hira’ beberapa waktu lamanya. Untuk itu
beliau membawa bekal secukupnya. Setelah habis, beliau pun kembali ke
rumah untuk mengambil tambahan. Demikianlah perbuatan itu berjalan
sedemikian rupa, sehingga beliau menemukan kebenaran dan menerima
kedatangan Malaikat Jibril yang mengatakan: Bacalah! Aku tidak bisa
membaca, jawab Nabi. Kemudian Malaikat memeluknya erat-erat dan setelah
melepaskannya berkatalah dia: Bacalah! Aku tidak bisa membaca, jawab
Nabi untuk yang kedua kalinya. Malaikat kembali berbuat seperti semula.
Setelah lepas, kembalilah dia mengatakan: Bacalah! Aku tidak dapat
membaca, jawab Nabi untuk yang ketiga kalinya. Malaikat kembali lagi
memeluknya erat-enat, kemudian melepaskannya lalu mengatakan: Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dan
segumpal darah. Bacalah nama Tuhanmu Yang Maha Mulia. Yang mengajarkan
manusia dengan pena. Mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.”
(Al-Alaq: 1-5)
Setelah itu Nabi pun segera pulang ke rumah
dengan perasaan khawatir dan badan gemetar, menemui isterinya, Khadijah
binti khuailid. Sesampainya di rumah berkatalah beliau, “Selimuti
aku!” Berulang kali kata-kata ini diucapkannya, sehingga beliau
diselimuti oleh isterinya. Ia diam beberapa saat, dan sementara itu rasa
takutnya sudah hilang. Diceritakannyalah pada Khadijah peristiwa yang
telah terjadi atas dirinya di Gua Hira’. “Sungguh aku khawatir,”
ujarnya.
Khadijah berkata, “Tidak usah
khawatir, sekali-kali tidak usah khawatir. Demi Tuhan, Ia tidak akan
menghinakanmu selama-lamanya. Sebab engkau adalah orang yang selalu
memelihara silaturrahmi, membantu orang yang tidak punya, menghormati
tetamu dan menolong orang yang menderita dalam membela kebenaran.”
Kemudian
diajaknya Nabi pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang yang
beragama Nasrani dan pernah menyalin kitab Injil berbahasa Ibrani.
Beliau sudah tua dan tidak dapat melihat lagi. “Wahai Paman, dengarkan
kemenakanmu bercerita,” ujar Khadijah. “Wahai anak saudaraku, apakah
gerangan yang telah menimpa dirimu,” katanya balik bertanya yang
ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi pun bercerita. Dan setelah Nabi
bercerita, Waraqah berkata, “Itu malaikat yang pennah turun kepada Nabi
Musa. Seandainya aku masih hidup dan masih kuat, pastilah aku akan
menolongmu, karena engkau akan diusir oleh kaummu nanti.”
Rasulullah
saw. kemudian bertanya heran. “Akankah mereka mengusirku?” tanyanya.
“Ya,” jawab Waraqah singkat. “Tak seorang pun yang mengalami apa yang
kau alami ini, kecuali dimusuhi oleh orang-orang jahil. Dan kalau saja
aku ini masih hidup pada waktu engkau diusir nanti, pastilah aku
menolongmu,” katanya meyakinkan.
Tidak berapa lama berselang,
berpulanglah Waraqah ke hadirat Allah Swt. Sementara Nabi saw.
menanti-nanti wahyu yang ternyata terputus beberapa lama.
Menurut
riwayat Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak dikatakan, “Jibril mendatangi Nabi
yang sedang tidur di Gua Hira’. Ia membawa sehelai kain sutera yang
bertuliskan, lalu menyuruh Nabi membaca. “Maka saya pun membacanya,”
kata Nabi, dan Jibril pun segera berlalu dan aku sendiri terbangun dari
tidurku. “Apa yang saya baca sewaktu tidur tadi itu seakan-akan
tertulis pula dalam hatiku,” kata Rasulullah saw. Selanjutnya aku keluar
dan gua itu dan berjalan di atas gunung di mana gua itu terdapat.
Tiba-tiba aku mendengar suara dari langit yang mengatakan, “Hai
Muhammad, lihatlah ke angkasa, dan terlihatlah olehku Malaikat Jibril
dalam rupa seorang laki-laki, dua kakinya bertengger di atas langit
sambil menyerukan, Hai Muhammad, engkau adalah Rasulullah dan aku adalah
Jibril.” Saya coba memalingkan wajah pandangan ke arah lain, tapi ke
mana mataku memaٌndang maka di sana terlihat lagi Jibril. Aku tetap
tidak berjalan maju atau mundur. Tiba-tiba aku sadar di sisiku hadir
beberapa orang yang sengaja diutus Khadijah untuk mendapatkanku.”
Kedua
Orang
yang pertama sekali beriman dan memeluk agama Islam ialah isteri Nabi
sendiri, Khadijah. Kemudian masuk Islam pula Ali, yang baru berumur
sepuluh tahun. Seterusnya disusul oleh Zaid bin Haritsah (pembantu rumah
tangga Nabi) dan Abu Bakar r.a. Dari kalangan hamba, yang pertama
sekali memeluk Islam ialah Bilal bin Rabah Al-Habsyi. Dengan
urut-urutan di atas teranglah, Khadijah merupakan orang pertama
mengimani dan memeluk agama Islam. Rasulullah mengerjakan shalat pertama
kali pada hari Senin, berjamaah dengan Khadijah. Waktu itu shalat baru
dua waktu, yaitu pagi dan petang dengan dua rakaat untuk masing-masing
waktu.
Ketiga
Setelah yang pertama, terputuslah penurunan
wahyu beberapa waktu. Dalam kaitan ini terdapat perbedaan pendapat
tentang berapa lamanya masa kosong tersebut. Namun demikian kita
berkesimpulan, lama masa kosong itu maksimum tiga tahun dan minimum
enam bulan. Yang terakhir inilah agaknya yang lebih benar. Keterputusan
wahyu menimbulkan kesedihan dan kegelisahan jiwa Nabi, karena ia
menduga wahyu yang akan diturunkan kepadanya sudah habis, yang berarti
pedoman hidup manusia hanya terdiri dari beberapa ayat saja, yaitu yang
telah diturunkan kepadanya di Gua Hira’ saja. Akan tetapi kesedihan itu
terobati dengan turunnya wahyu selanjutnya, sebagaimana diceritakan oleh
Nabi sendiri dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari..
Diriwayatkan dari Jabir bin
Abdullah, Nabi bersabda, “Ketika aku berjalan-jalan, terdengar olehku
suara dari langit lalu aku memandang ke arahnya. Aku melihat Malaikat
Jibril yang pernah datang kepadaku di Gua Hira’. Ia duduk di atas Kursi
antara bumi dan langit. Karena timbul rasa takut, aku pulang ke rumah
dan kembali minta diselimuti kepada Khadijah. Ketika itulah Allah
menurunkan wahyu-Nya. Wahai orang yang benselimut, bangunlah dan berikan
kabar peningatan. Dan Tuhanmu, agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkan,
dan perbuatan dosa tingalkan.”
Keempat
Setelah turun wahyu
kedua mulailah Nabi mengajak orang memeluk agama Islam dengan caranya
sendiri, selama tiga tahun penuh. Hasilnya ialah masuk Islamnya beberapa
orang pria dan wanita yang dikenal sebagai orang-orang yang berpikiran
waras dan berjiwa bersih.
Kelima
Allah swt. memerintahkan
agar Nabi, dengan pengikut-pengikut yang sudah berjumlah tiga puluhan,
melakukan dakwah secara terang-terangan. Perintah ini diturunkan melalui
wahyu Ilahi yang berbunyi, “Maka sampaikanlah secara terang-terangan
apa-apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang
musyrik.” (Al-Hijr: 94)
Keenam
Dengan demikian mulailah
Nabi dan sahabat-sahabatnya memasuki masa yang penuh rintangan, bahkan
tekanan-tekanan. Sebabnya ialah karena kaum Musyrikin khawatir kalau
Rasulullah saw. membongkar kebodohan-kebodohan mereka dan merendahkan
Tuhan-tuhan mereka seraya mengajarkan agama baru yang menyerukan agar
manusia mempertuhankan Allah Yang Esa.
Ketujuh
Dalam fase
dakwah terang-terangan ini, Rasulullah saw. selalu mengadakan
pertemuan rahasia dengan sahabat-sahabatnya. Pertemuan itu bertempat di
rumah Al-Arqam bin Abu Arqam. Di forum itulah Nabi membacakan dan
mengajarkan wahyu secara terperinci sejauh yang telah diturunkan Allah
swt.
Kedelapan
Pada saat itu Nabi juga diperintahkan untuk
menyeru keluarga dekatnya sendiri, yang merupakan pentolan-pentolan
suku Quraisy. Mereka diminta oleh Nabi untuk berkumpul lalu dinyatakan
ajakan agar mereka masuk ke dalam agama Islam dan meninggalkan
penyembahan terhadap berhala-berhala. Nabi menawarkan kepada mereka
kabar tentang surga dan memperingatkan mereka akan ancaman neraka. Ini
membuat marah Abu Lahab. Ia melontarkan kecaman, “Celaka engkau, hai
Muhammad, untuk keperluan inikah engkau mengumpulkan kami di sini?”
Kesembilan
Orang-orang
Quraisy berkeinginan sekali untuk menangkap Nabi, tetapi Abu Thalib
selalu menghalangi dan tidak mau menyerahkan Nabi kepada mereka. Karena
keadaan itu, maka Abu Thalib minta agar Nabi mengurangi intensitas
dakwahnya. Nabi mengira pamannya sudah tidak sungguh-sungguh lagi
membelanya, sehingga beliau mengemukakan, “Demi Allah, sekalipun mereka
letakkan matahari di pundak kananku dan bulan di pundak kiriku agar aku
tinggalkan dakwah ini, niscayalah aku tidak akan meninggalkannya,
hingga agama ini tegak atau aku mati kanenanya.”
Kesepuluh
Gangguan
dan penyiksaan dari pihak Quraisy menjadi semakin meningkat, baik
kepada pribadi Nabi sendiri maupun kepada para sahabatnya. Ada di antara
mereka yang mati dan banyak pula yang di aniaya.
Kesebelas
Karena
melihat keteguhan para sahabat Nabi memegang akidahnya, pihak Quraisy
berusaha agar Nabi sendiri bersedia menerima tebusan harta berlimpah
atau kedudukan yang tinggi untuk menghentikan dakwahnya. Tetapi taktik
ini pun kandas lagi di hadapan Nabi.
Keduabelas
Karena
siksaan yang diderita para sahabat semakin berat, maka Nabi pun
memerintahkan mereka hijrah. “Kalau kalian hijrah ke Habasyah, tentulah
siksaan ini terhindar. Di sana ada penguasa yang mau melindungi (memberi
suaka). Lakukanlah langkah ini, hingga Allah memberi kelapangan dan
jalan keluar dari keadaan yang ada sekarang.”
Terjadilah hijrah
yang pertama dengan dua belas orang pria dan empat orang wanita. Setelah
mendengar masuk Islamnya Umar bin Khattab, mereka yang hijrah ke
Habasyah kembali ke Makkah bersama-sama dengan orang-orang yang sempat
di Islamkan selama mengungsi itu. Taktik hijrah ke Habasyah ini agaknya
berhasil baik dengan rombongan yang terdiri dari delapan puluh tiga
orang pria dan sebelas orang wanita.
Ketigabelas
Orang-orang
musyrik melakukan pemutusan hubungan dengan Nabi, Bani Hasyim, dan Bani
Muthalib, baik hubungan ekonomi dan perdagangan maupun hubungan
pergaulan dan pernikahan. Hal ini berlaku untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan. Dua tahun lebih Nabi, para sahabat, dan keluarga besarnya
mengalami kesulitan akibat tindakan kalangan musyrikin itu. Namun
keadaan ini berakhir juga berkat pertimbangan dan perembukan yang
dilakukan oleh pemikir-pemikir Quraisy sendiri.
Beberapa Pelajaran
Pertama
Seorang
yang ditakdirkan untuk menjadi penyeru kebaikan tentulah terlebih
dahulu tumbuh di hatinya rasa tidak senang terhadap kesesatan dan
kerusakan yang dibuat oleh masyarakatnya.
Kedua
Pada
mulanya Nabi Muhammad saw. tidak pernah mendambakan dan memimpikan akan
menjadi Nabi, tetapi Allah menghendaki hal itu. Kesimpulan ini
dibuktikan oleh keterkejutan beliau dengan turunnya wahyu pertama,
konsultasinya dengan Khadijah mengenai rahasia peristiwa yang dialaminya
di Gua Hira, pendapat Waraqah bin Naufal, dan pernyataan Jibril tentang
Nabi diangkat menjadi Rasulullah.
Ketiga
Mendakwahkan
sesuatu yang asing dan belum terpikirkan oleh publik, haruslah terlebih
dahulu dengan cara diam-diam (tatap muka) hingga mendapatkan pendukung
yang bersedia berkorban segalanya untuk itu. Jika pemimpin dakwah
mendapat rintangan, diambilalihlah tugas itu oleh pengikut-pengikut
setianya. Dengan demikian dapat terjamin keberlangsungan dakwah.
Keempat
Seruan
Nabi saw. mengagetkan masyarakat. Karena itu mereka bereaksi dan
menentangnya mati-matian. Targetnya ialah menghabisi diri Nabi dan
sahabat-sahabatnya. Hal ini merupakan sanggahan historis terhadap
propaganda kalangan nasionalis yang mengatakan, risalah (misi) Muhammad
merupakan manifestasi citra dan cita bangsa Arab zaman itu. Pendapat
serupa memang menggelikan dan hanya di dasarkan atas kegilaan akan ide
nasionalis, sehingga menempatkan Islam sebagai sesuatu yang tumbuh dan
kepribadian dan pemikiran bangsa Arab semata. Nyata sekali pandangan
nasionalis oriented ini mengingkari kenabian Rasulullah dan menolak
mentah-mentah risalah Islam, walaupun kebenarannya telah disanggah dan
dibatalkan oleh fakta sejarah.
Kelima
Ketetapan dan
keyakinan orang-orang yang telah beriman, walaupun mereka harus
merasakan bermacam-macam siksaan, semua itu merupakan bukti kebenaran
iman dan ketulusan hati mereka untuk memegang teguh aqidah dengan
kebesaran jiwanya. Dalam keyakinan itu mereka menemukan kesenangan,
kejernihan jiwa dan akal yang jauh lebih hebat ketimbang azab dan siksa
yang ditujukan kepadanya.
Bagi orang mukmin yang benar-benar
beriman dan bagi dai yang betul-betul ikhlas, rohanilah yang lebih
diutamakan ketimbang jasad. Mereka lebih mementingkan tuntutan-tuntutan
rohaniahnya daripada kesenangan dan kenikmatan fisik material. Inilah
rahasia suksesnya dakwah kaum mukminin itu. Dan, dengan itul pulalah
mereka berhasil membebaskan masyarakat manusia dari kegelapan dan
kebodohan.
Keenam
Pernyataan Nabi yang disampaikan melalui
pamannya dan penolakan terhadap tawaran harta dan kedudukan yang
ditawarkan oleh tokoh-tokoh Quraisy, kedua-duanya mengandung arti dan
bukti kebenaran risalah dan kesungguhan Nabi memenuhi keperluan manusia.
Oleh karena itu seharusnya seorang dai bersungguh-sungguh untuk tetap
menjalankan dakwahnya, sekalipun ia dimusuhi oleh pecinta-pecinta
kebatilan dan dibujuk rayu oleh mereka itu dengan harta benda, pangkat,
serta kedudukan. Bagi sang dai, penderitaan dalam dakwah haruslah
dianggap sebagai kenikmatan dan pelajaran. Ridha Ilahi janganlah
ditukarkan dengan kemegahan duniawi.
Ketujuh
Seorang
pemimpin dakwah seyogyanya selalu mengadakan pertemuan rutin dengan
pengikut-pengikutnya. Kalau bisa dilakukan secara terbuka, terbukalah.
Jika tidak bisa, maka lakukanlah pertemuan dengan tertutup. Isi setiap
pertemuan itu dengan pelajaran-pelajaran yang menambah keyakinan mereka
akan dakwahnya. Ajarkan kepadanya taktik, strategi, dan etika dakwah.
Kedelapan
Seorang
dai harus memperhatikan karib kerabatnya dengan menyampaikan
ajakan-ajakan untuk perbaikan. Jika mereka menolak, maka serahkanlah
kepada Allah. Sebab, orang lain pun akan tahu buruk atau baiknya mereka
yang menolak itu.
Kesembilan
Seorang dai haruslah membela
jiwa, kepentingan, dan akidah para pengikutnya. Ia harus memberikan
alternatif yang tepat guna menyelamatkan mereka. Sebab keselamatan
pengikut-pengikut itu berarti jaminan keberlangsungan dakwah itu
sendiri.
Kesepuluh
Dipilihnya tempat hijrah pertama dan
kedua, negeri Habasyah, menunjukkan adanya kaitan antara agama dan
penganut agama. Kaitan itu jauh lebih kuat ketimbang kaitannya dengan
masyarakat yang tidak beragama atau yang mengabdikan diri kepada benda
(berhala). Agama-agama samawi itu sebenarnya bersatu tujuan, terutama
tujuan sosialnya, dan bersamaan pula keamanannya, yakni iman kepada
Allah, Rasul-rasul dan Hari Akhirat. Inilah yang membuat jaringan
keakraban antara sesama penganut agama samawi yang asli itu jauh lebih
kuat, ketimbang ikatan atau hubungan kefamilian, darah, atau daerah
antara mereka dengan penganut-penganut ajaran keberhalaan dan dengan
orang-orang yang kufur terhadap ajaran Allah swt.
Kesebelas
Pecinta-pecinta
kebathilan tidak akan mudah menyerah di hadapan pembela-pembela
kebenaran (haq). Jika mereka itu gagal dengan satu cara untuk melawan
dan melenyapkan dakwah yang haq, akan dicari cara-cara yang lain. Ini
memang sudah menjadi hukum kehidupan dan merupakan ujian apakah
pembela-pembela kebenaran itu cukup mampu dan tangguh untuk
mengunggulkan yang haq dan memusnahkan yang bathil.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/sejak-pengangkatan-hingga-hijrah-ke-habasyah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 17 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar