عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Aisyah radhiyallahu’anha berkata: ”Nabi shollallahu ’alaih wa sallam senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan.” (HR Bukhary 558)
Lalu dalam hadits yang lain putera Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma bersaksi bahwa beliau benar-benar menghitung dalam satu kali duduk dalam suatu majelis Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tidak kurang dari seratus kali memohon ampun dan bertaubat kepada Allah.
Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)
Kebiasaan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdzikir mengingat Allah dalam setiap keadaan serta memohon ampunan Allah menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam upaya menjalin hubungan dengan Allah Rabbul ‘aalamien. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak ingin melewatkan sesaatpun tanpa mengingat Allah dan memohon ampunanNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menunjukkan kepada para pengikutnya bahwa seorang yang mengaku beriman sudah sepatutnya memperbanyak mengingat Allah. Sebab semakin sering mengingat Allah berarti akan semakin tenteram hati seseorang.
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingai Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)
Ketenteraman Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan orang-orang beriman muncul ketika sedang mengingat Allah. Dan Allah menyuruh orang-orang beriman untuk mengingat Allah sebanyak mungkin. Tidak seperti orang-orang munafik yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka tidak merasa perlu untuk sering apalagi banyak mengingat Allah. Mereka mengerjakan sholat dengan kemalasan dan dengan niyat untuk dilihat dan dipuji manusia. Pada hakikatnya orang-orang munafik kalaupun mengingat Allah, maka mereka hanya dzikir dengan jumlah yang sangat sedikit dan tidak berarti.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرً
”Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzab ayat 41)
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS AN-Nisa ayat 142)
Lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam merupakan hamba Allah yang gemar memohon ampunan Allah dan bertaubat kepadaNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin mendidik ummatnya agar selalu menghayati bahwa manusia selalu dalam keadaan banyak berbuat dosa. Sehingga manusia selalu membutuhkan ampunan Allah. Manusia selalu dalam keadaan cenderung menyimpang dari jalan yang lurus. Sehingga manusia perlu untuk selalu bertaubat (kembali) kepada Allah dan jalan Allah.
Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut dengan penuh keyakinan, maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).” Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingatMu, gemar memohon ampunanMu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalanMu. Amin ya Rabb.-
Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/sayyidul-istighfar-penghulu-istighfar.htm
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar