Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Ketika
usia beliau 12 th, nabi Muhammad saw diajak pamannya Abu Thalib
berdagang ke Syam. Saat sampai ke Bashra mereka bertemu seorang pendeta
bernama Bahira, ia adalah seorang pendeta Nasrani yang sangat ahli
tentang Injil. Ketika ia melewati nabi Muhammad saw, ia mengamatinya
dan mengajaknya berbicara. Beberapa saat kemudian Bahira menoleh kepada
Abu Thalib dan bertanya, “Apa kedudukan anak ini di sisimu?” Jawab Abu
Thalib, “Ia anakku.” (Abu Thalib selalu memanggil nabi Muhammad saw
sebagai anaknya, karena kecintaannya yang sangat pd beliau), Bahira
berkata, “Dia bukan anakmu, karena tidak mungkin ayah anak ini masih
hidup.” Abu Thalib terkejut dan berkata, “Ia anak saudaraku.” Maka
tanya Bahira lagi, “Bagaimana kondisi ayahnya?” Abu Thalib menjawab,
“Ia meninggal saat ibu anak ini mengandungnya.” Kata Bahira, “Kali ini
jawaban Anda benar! Bawalah anak ini pulang dan jaga dia dari orang
Yahudi. Karena kalau mereka melihat dia di sini, pasti akan
dicelakakannya. Sungguh putra saudaramu ini kelak akan berurusan dg
sebuah perkara yang sangat besar” Maka Abu Thalib cepat pulang kembali
ke Makkah[1].
Saat masa remajanya nabi Muhammad saw mencari
rizqi dg menggembalakan kambing dan mengambil upahnya. Beliau bercerita
tentang dirinya, “Aku dulu menggembalakan kambing milik penduduk Makkah
dan mendapatkan upah beberapa qirath[2].” Dan selama masa mudanya, Allah
Taala memeliharanya dari berbagai penyimpangan yang biasanya dilakukan
oleh para pemuda lain seusianya, seperti hura-hura, nonton bareng,
pacaran dan pelbagai perbuatan maksiat lainnya[3].
Beberapa Pelajaran Dan Hukum Yang Dapat Diambil
1.
Bahwa nampak jelas para Ahli Kitab generasi awal (baik Yahudi dan
Nasrani) sangat mengetahui akan tibanya seorang nabi terakhir yang akan
menyempurnakan agama mereka. Hal ini nampak dari hadits di atas. Maha
Suci Allah Taala yang telah berfirman, “Dan setelah datang kepada mereka
Al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pd mereka, padahal
sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan nabi) untuk mendapatkan
kemenangan atas orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang
telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat
ALLAH-lah atas orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89)
2.
Bahwa nampak pula bahwa mereka tersebut juga sangat mengetahui secara
detil tentang ciri fisik dan pribadi sang nabi terakhir tersebut dalam
kitab mereka (Taurat dan Injil), hal ini nampak dari kesimpulan Bahira
ketika ia selesai mengamat-amati nabi Muhammad saw, dan hal ini juga
diperkuat oleh ayat al-Qur’an, “Org Yahudi dan Nasrani yang telah KAMI
berikan al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka
mengenal anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka
menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahuinya.” (Al-Baqarah:
146) Umar bin Khathab ra pernah bertanya kepada Abdullah bin Salam
(seorang Yahudi yang masuk Islam): Apakah benar kamu mengetahui ciri
Muhammad lebih dari ciri anakmu sendiri? Jawab Ibnu Salam: Bahkan lebih,
karena Allah Taala telah menjelaskan tentang nabi-Nya dalam al-Kitab,
sementara anak kami tidak mengetahui apa yang akan terjadi pd mereka.
3.
Bahwa untuk para Ahli Kitab generasi berikutnya, maka mereka sebagian
besar tidak lagi mendapatkan ciri tersebut dalam kitab mereka, karena
berbagai pemalsuan dan perubahan yang terus-menerus dilakukan oleh para
Rahib dan Pendeta mereka atas kitab mereka. Maha Benar Allah Taala yang
telah berfirman, “Dan sebagian mereka adalah buta, tidak mengetahui apa
isi al-Kitab kecuali dongengan yang dusta belaka. Maka kecelakaan
besarlah bagi orang yang menulis al-Kitab dg tangan mereka sendiri, lalu
mereka katakan: Ini dari ALLAH. Untuk mendapatkan keuntungan yang
sedikit dari perbuatan mereka itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka
karena apa yang mereka tulis dan kecelakaan besarlah bagi mereka atas
apa yang mereka perbuat.” (Al-Baqarah: 78-79)
4. Bahwa dalam kaitan dg pekerjaan nabi Muhammad saw menggembala kambing ada 3 pelajaran yang dapat diambil sebagai berikut;
a.
Perasaan yang halus, beliau memiliki perasaan yang sangat sensitif,
walaupun ia dinafkahi oleh pamannya yang amat sangat menyayanginya, tapi
beliau berusaha sekuat tenaga meringankan beban pamannya sekemampuan
beliau. Walaupun penghasilannya tidak besar, tapi beliau sejak muda
telah memiliki sifat yang mandiri dan tidak manja serta menggantungkan
dirinya pd siapa pun walaupun beliau anak yang sejak kecil yatim-piatu,
sehingga beliau dipuji oleh Allah Taala dalam ayatnya, “Telah datang
kepada kalian seorang Rasul dari jenis kalian sendiri (manusia), terasa
berat baginya penderitaan kalian, sangat menginginkan keselamatan dan
keimanan bagi kalian, dan amat belas-kasih kepada orang yang beriman.
Dan jika mereka masih berpaling juga maka katakanlah: Cukuplah Allah
bagiku, tidak ada Ilah kecuali Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan
Dia adalah Pemilik Arsy yang Agung.” (At-Taubah: 128)
b.
Menjelaskan tentang hikmah ujian dan cobaan Allah bagi manusia, Allah
Taala Maha Berkuasa untuk sejak kecil mencukupi dan memberi rezki kepada
manusia yang paling dikasihi dan paling dimuliakan-Nya, tapi Allah
Taala berkenan untuk memberikan ujian yang sangat berat kepada hamba
terkasih-Nya itu untuk suatu hikmah penciptaan manusia untuk menguji
mereka, siapa di antara hamba-Nya yang mampu untuk bersabar. Maha Benar
Allah Taala ketika Dia berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk Jannah? Padahal belum lagi datang kepadamu cobaan sebagaimana yang
dialami oleh orang sebelummu? Mereka itu telah ditimpa oleh malapetaka
dan kesengsaraan serta diguncangkan oleh guncangan yang hebat, sampai
berkatalah Rasul dan orang yang bersamanya: Kapankah datangnya
pertolongan Allah? Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu sangat dekat.”
(Al-Baqarah: 214)
c. Pekerjaan menggembala kambing milik orang
lain adalah pekerjaan menjaga amanah dari orang, artinya sejak usia yang
sangat belia beliau telah dilatih dg sifat dan akhlaq yang tinggi dan
mulia. Beliau berpanas-panas di siang hari dan berdingin pada malam hari
menjaga amanah orang lain, sehingga dari sejak kecil beliau memiliki
budi-pekerti yang mulia, hal ini dipuji oleh Allah Taala dalam Al-Qur’an
dalam ayat-Nya yang mulia, “Dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad,
benar memiliki budi-pekerti yang sangat agung.” (Al-Qalam: 4)
5.
Berkaitan dengan kisah masa muda beliau yang berbeda dg pemuda-pemudi
lainnya, maka terdapat beberapa pelajaran bagi kita, sebagai berikut;
* Bahwa nabi Muhammad saw walaupun beliau seorang nabi tapi beliau
tetap seorang manusia yang memiliki kecenderungan kemanusiaannya untuk
juga ingin berbuat kemaksiatan, sebagaimana firman Allah Taala tentang
perkataan nabi Yusuf as, “Dan aku tidak berusaha melepaskan diriku dari
kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu senantiasa cenderung kepada
keburukan (ammarah bis su’)…” (Yusuf: 53) Sehingga dg hal ini Allah
Taala ingin menunjukkan kepada kita bahwa nabi Muhammad saw pun sama
halnya dg kita memiliki sifat kemanusiaan, namun yang dilakukan
selanjutnya adalah bagaimana kita mengekang dan mengarahkan semua sifat
itu dg disiplin agar ia bisa cenderung kepada kebaikan dan tidak
bertoleransi atau membiarkannya.
* Akan kasusnya dengan nabi
Muhammad saw, maka beliau tidak memiliki pembimbing dan penjaga seperti
kita, maka oleh karena itu beliau dibimbing dan ditegur langsung oleh
Allah Taala jika melakukan kesalahan, dan Allah Taala tidak pernah
mentolerir kesalahan apapun yang dilakukan oleh manusia yang paling
dicintai-Nya itu, sebagaimana firman Allah Taala, “Dia (Muhammad)
bermuka masam dan berpaling. Karena datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia mau mensucikan dirinya? Atau ia ingin
mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu bermanfaat baginya? Adapun
orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal
tidak ada celaan atasmu jika ia tidak mensucikan dirinya. Dan adapun
orang yang datang kepadamu dg bersegera. Sedang ia takut kepada Allah.
Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan begitu! Karena sesungguhnya
ajaran Allah itu adalah suatu peringatan.” (‘Abasa: 1-11)
*
Bahwa bimbingan Allah Taala itupun bertahap, dari mulai cara yang paling
halus sampai kepada hukuman (yaitu dg membuat beliau jatuh pingsan).
Demikianlah seorang ibu terhadap anaknya pun hendaklah mengikuti teladan
yang sangat tinggi ini, yakni hendaklah ia mendidik anaknya dg cara
yang sehalus mungkin untuk melaksanakan aturan Ilahi akan tetapi jika
anaknya tidak juga mau berubah maka hendaklah ia menjatuhkan teguran dan
hukuman/sanksi ketika anaknya tidak menurut, mengapa harus demikian?
Karena kasih-sayang kita pd anak kita hendaklah kita lebih mementingkan
agar bagaimana kita menyelamatkan mereka dari api neraka yang menyala di
Hari Akhir kelak, dibandingkan dg sekadar takut ia sedih atau sakit
hati, sebagaimana firman Allah Taala, “Wahai orang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang BAHAN BAKARNYA ADALAH
MANUSIA DAN BATU dan PENJAGANYA ADALAH MALAIKAT YANG KEJAM DAN BENGIS
yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya,
dan mereka selalu melaksanakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
[1]
Diringkas dari Sirah Ibnu Hisyam, 1/80; juga diriwayatkan oleh
at-Thabari dalam tarikh-nya, 2/87; juga Baihaqi dalam sunan-nya; dan Abu
Nu’aim dalam al-Hilyah.
[2] HR Bukhari
[3] Diriwayatkan oleh Ibnul Atsir dan Hakim dari Ali ra; juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Ammar ra.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/perjalanan-yang-pertama-ke-syam-dan-usaha-mencari-rezki/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 17 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar