Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
“Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)
Ayat
ini dan ayat-ayat yang senada dengannya dapat ditemukan pada tiga
tempat dalam Al-Qur’an, yaitu surah Ali Imran: 142 yang berbunyi,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal Allah belum
mengetahui orang-orang yang berjuang diantara kamu dan orang-orang yang
bersabar”, dan surah Al-Ankabut: 2-3, “Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka
tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (Al-Ankabut: 2-3).
Secara
historis, ayat-ayat di atas memang ditujukan kepada para mujahid
generasi pertama dari umat ini, namun secara makna ayat ini lebih tepat
untuk dijadikan bahan tarbiyah bagi mereka yang diserahkan amanah dakwah
IlaLlah untuk memelihara soliditas dan keteguhan mereka, bahwa
kemenangan itu dekat dan identik dengan perjuangan, cobaan dan ujian.
Hanya mereka yang solid yang berhak meraih “kemenangan yang hakiki”.
Seperti yang tersirat dari jawaban Allah atas pertanyaan dan keluhan
Rasul dan para sahabatnya “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.
Sayyid
Quthb memahami ayat di atas, bahwa pertolongan Allah akan diberikan
kepada mereka yang konsisten hingga akhir hayat, yang tetap mantap
meskipun dalam penderitaan dan kesengsaraan, tetap teguh dan tegar
ketika menghadapi goncangan, dan pada puncaknya mereka yakin bahwa tidak
ada pertolongan melainkan pertolongan Allah. Pada level tertinggi ini,
barulah mereka layak dan berhak mendapat surgaNya setelah ujian yang
maksimal dan bersabar di atasnya. Bahkan secara khusus dalam salah satu
ceramahnya memperingati peristiwa hijrah Rasulullah saw, Sayyid Quthb
mengingatkan, bahwa orang yang berhak memperingati sejarah keagungan
perjuangan dakwah Rasulullah bersama para sahabatnya adalah mereka yang
telah mampu mengangkat jiwa mereka pada level tertinggi dari sikap zuhud
terhadap harta, zuhud terhadap kedudukan serta zuhud dalam bentuk
apapun dari kemungkinan bisa memalingkan konsistensinya dari jalan
dakwah, karena ada yang lebih besar dari itu semua, yaitu surga Allah
swt.
Padahal jika dicermati secara logika, sangatlah mudah bagi
Rasulullah untuk memenangkan dakwah Islam dan menghancurkan para
penentangnya dengan langsung memohon kepada Allah agar segera
menghancurkan mereka, seperti yang pernah dimohon oleh Nabi Nuh dan Nabi
Luth as, maka kaumnya diluluhlantahkan oleh Allah swt dan digantikan
dengan kaum yang baru. Tetapi tidak dengan Rasulullah saw. Beliau malah
memilih jalan yang sukar, jalan jihad dan jalan pengorbanan, karena jika
kemenangan itu diraih dengan cara yang mudah, maka soliditas dan
keteguhan para sahabatnya belum teruji. Beliau memilih jalan yang sukar
dan penuh dengan ujian dan cobaan, semata-mata agar dijadikan teladan
bagi umat setelahnya bahwa kemenangan itu harus dengan perjuangan,
pengorbanan dan menempuh jalan yang sukar, karena kemenangan yang mudah
diraih tidak akan kekal, begitu juga dengan dakwah yang “mudah” hanya
akan diminati oleh orang-orang yang “lemah”. Sedangkan kemenangan yang
hakiki dan dakwah yang sukar memang hanya bisa disertai oleh mereka yang
kuat, teguh dan solid dengan keimanan mereka,
Secara korelatif
menurut Imam Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir bahwa ketika pada ayat
sebelumnya (Al-Baqarah: 213) Allah menjamin akan memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus dan kepada meraih
surgaNya, maka kehendak Allah tersebut tidak akan berlaku melainkan
setelah melalui beberapa ujian dan kesukaran, Apakah kamu mengira bahwa
kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan)…..”. sehingga keutamaan Allah yang terbesar hanya
layak diberikan kepada mereka yang telah mengalami sunnatuLlah berupa
ujian dan kesukaran dalam mengarungi dan mendakwahkan kebenaran ajaran
Allah.
Berdasarkan sebab turunnya, ayat ini menurut Ibnu Abbas
diturunkan untuk membersihkan hati para sahabat yang baru saja berhijrah
ke Madinah dengan mengorbankan segala yang mereka miliki. Belum lagi
mereka ternyata harus menerima perlakuan buruk dari orang-orang Yahudi
Madinah yang sangat membenci Rasulullah saw. Riwayat lain dari Qatadah
dan As-Suddi menyebutkan bahwa ayat ini turun terkait dengan perang
Khandak ketika pasukan muslim harus menghadapi masa yang sukar dan
penderitaan yang cukup berat, ditambah dengan pasukan dalam jumlah besar
yang mengepung mereka dari segenap penjuru. Allah berfirman
mengingatkan akan kesukaran suasana perang Ahzab, “(Yaitu) ketika mereka
datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap
(lagi) penglihatanmu dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan
kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di
situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan
goncangan sangat dahsyat”. (Al-Ahzab: 10-11) Riwayat yang ketiga
menyebutkan bahwa ayat ini turun pada perang Uhud ketika Abdullah bin
Ubay bin Salul berujar dengan nada provokasi kepada para sahabat
Rasulullah saw, “Sampai kapan kalian akan terus membunuh diri kalian.
Sekiranya Muhammad itu seorang nabi, niscaya Allah tidak akan
menghendaki kalian menjadi tawanan musuh atau kalian terbunuh”.
Inilah
jalan yang telah ditempuh oleh generasi awal umat ini dan yang harus
ditempuh oleh umat Islam dalam setiap generasi. Inilah jalan keimanan,
perjuangan,… ujian dan cobaan… jalan kesabaran dan istiqamah. Jalan ini
akan diiringi dengan kemenangan dan kenikmatan (surga Allah swt). Maka
tidaklah memadai bagi seorang mukmin dengan hanya berjuang. Melainkan ia
harus siap dan bersabar menanggung beban dan tugas-tugas dakwah yang
berkesinambungan. Terlebih lagi bersabar atas tribulasi harian dakwah
yang tidak akan pernah berhenti; bersabar untuk senantiasa komitmen di
atas landasan iman, bersabar di saat kebathilan berkuasa, bersabar atas
panjangnya jalan dakwah dan banyaknya onak duri yang menghadang,
bersabar atas keinginan untuk beristirahat dan berhenti sejenak dari
aktifitas dakwah dan bersabar untuk meraih surga yang penuh dengan
kepayahan dan jalan terjal yang mendaki. Semuanya untuk meraih keteguhan
iman yang melayakkan diri berada dalam shaf para penghuni surgaNya
kelak. Rasulullah mengingatkan akan kenyataan jalan menuju surga Allah
swt, “Surga itu dipenuhi dengan sesuatu yang dibenci, sedangkan neraka
itu diliputi dengan sesuatu yang menyenangkan”. (H. R. Muslim dan
Tirmidzi)
Demikianlah sunnatuLlah dalam dakwah yang dipaparkan
oleh ayat-ayatNya yang secara aplikatif berlaku dan terjadi dalam
sejarah perjuangan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Namun
seringkali penyakit isti’jal mengikis sendi soliditas dan ketegaran
dakwah kita, seperti yang pernah diingatkan oleh Rasulullah saw kepada
sahabat Khabbab bin Al-Arat, “Namun kalian seringkali isti’jal
(tergesa-gesa, tidak sabar). Padahal sebelum kalian ada yang harus
menerima ujian yang sangat berat. Diantara mereka ada yang tegar
meskipun digergaji dari ujung kepala hingga telapak kakinya. Diantara
mereka juga ada yang tetap teguh saat harus disisir dengan sisir besi
antara tulang dan dagingnya. Mereka tetap tidak bergeming dari agama
Allah. Dan memang berdasarkan sunnatuLlah bahwa ujian terberat dan
terbesar akan dihadapi oleh para Nabi, kemudian para orang-orang sholeh
dan mereka yang bersikap seperti mereka. Seseorang akan diuji sesuai
dengan komitmen agamanya. Jika besar keteguhannya dalam berpegang dengan
ajaran agama ini, maka ia akan menerima ujian yang lebih”. (H.R.
Al-Hakim)
“أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الصالحون، ثم الأمثل
فالأمثل، يبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان في دينه صلابة زيد في البلاء”
Saatnya
kita menguji soliditas dan keteguhan kita dalam dakwah ini dengan
barometer ujian dan cobaan yang menghadang kita. Kita seharusnya
berbahagia bahwa peluang untuk meraih keutamaan Allah yang terbesar
terbentang luas di depan mata kita, dengan tetap bersikap teguh, tsabat,
komit dan tsiqah dengan kebenaran dakwah ini dan pertolongan Allah.
Mudah-mudahan “kemenangan hakiki” memang layak dianugerahkan Allah untuk
kita karena kita adalah orang-orang yang “kuat”. Amin.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/bercermin-pada-soliditas-sahabat-rasulullah-saw/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar