Jumat, 12 Oktober 2012

U M R A H

U M R A H

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Umrah termasuk ibadah yang paling mulia dan yang paling utama, dengan ibadah ini Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan untuk berumrah, baik melalui perkataan maupun perbuatan, beliau bersabda:

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا.

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya.” [1]

Beliau juga bersabda:

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ.

“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran besi, emas dan perak.” [2]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan ibadah umrah dan para Sahabat pun menunaikan ibadah umrah bersama beliau ketika beliau hidup maupun setelah beliau wafat.

Rukun-Rukun Umrah
1. Ihram
Yaitu niat memulai umrah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” [3]

2,3. Thawaf dan Sa’i
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“...Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” [Al-Hajj: 29]

Firman-Nya:

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah...” [Al-Baqarah: 158]

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

اِسْعَوْا، إنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ.

“Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian.” [4]

4. Mencukur rambut atau memendekkannya
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْكُمْ هَدْىَ فَلْيَطُفْ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَلْيُقَصِّرْ وَلْيُحَلِّلْ.

“Barangsiapa di antara kalian yang tidak membawa hewan kurban, hendaknya ia thawaf di Baitullah, sa’i antara Shafa dan Marwah, kemudian memendekkan rambut dan bertahallul.”

Hal-Hal Yang Diwajibkan Dalam Umrah
Bagi orang yang hendak menunaikan ibadah umrah wajib berihram dari miqat, jika ia tinggal di luar miqat. Apabila ia tinggal dalam batas miqat, maka ia berihram dari rumahnya. Adapun orang yang tinggal di kota Makkah, mereka harus keluar ke daerah halal dan berihram dari sana, berdasarkan sabda Rasulullah j ke-pada ‘Aisyah agar berihram dari Tan’im.[5]

Waktu Umrah
Seluruh hari dalam setahun adalah waktu untuk umrah, kecuali umrah di bulan Ramadhan lebih utama daripada waktu yang lainnya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً.

“Umrah di bulan Ramadhan menyamai pahala haji” [6]

Diperbolehkan Umrah Sebelum Haji
Dari ‘Ikrimah bin Khalid, bahwa ia pernah bertanya tentang umrah sebelum haji kepada Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Tidak mengapa.” Berkata ‘Ikrimah, “Ibnu ‘Umar berkata, ‘Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan ibadah umrah sebelum menunaikan ibadah haji.’”[7]

Menunaikan Ibadah Umrah Berkali-kali
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam umrah empat kali dalam empat tahun, beliau tidak pernah menunaikan lebih dari satu kali umrah dalam satu kali perjalanan. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh orang-orang yang bersama beliau dari para Sahabat. Tidak pernah diriwayatkan bahwa salah seorang di antara mereka menjamak dua umrah dalam satu perjalanan, baik pada saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup maupun setelah beliau wafat. Kecuali ‘Aisyah ketika haidh dalam hajinya bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau memerintahkan kakak ‘Aisyah, ‘Abdurrahman bin Abi Bakar, agar menemani ‘Aisyah keluar menuju Tan’im, guna berihram untuk umrah. Sebab ‘Aisyah menyangka umrah yang ia gabung dengan haji itu batal, ia pun menangis, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkannya umrah kembali guna mengibur hatinya.

Umrah yang dikerjakan oleh ‘Aisyah ini khusus bagi ‘Aisyah dengan dalil bahwa tidak pernah diketahui dari salah seorang Sahabat pun, baik laki-laki maupun wanita, yang menunaikan umrah setelah haji dari Tan’im, sebagaimana yang dikerjakan ‘Aisyah. Seandainya mereka mengetahui bahwa yang dikerjakan ‘Aisyah itu disyari’atkan bagi mereka setelah menunaikan ibadah haji niscaya akan banyak riwayat yang dinukil dalam hal ini. Berkata Imam asy-Syaukani, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah umrah keluar ke tanah halal kemudian masuk Makkah lagi dengan umrah, seperti apa yang dikerjakan oleh manusia pada zaman ini. Dan tidak ada riwayat dari para Sahabat bahwa mereka mengerjakan hal ini.”

Sebagaimana umrah berkali-kali (setelah haji) tidak ada riwayatnya dari seorang Sahabat pun, tidak ada riwayat dari mereka mengulang-ulang umrah dalam setahun. Mereka dahulu pergi menuju Makkah sendiri-sendiri atau berjama’ah, mereka mengetahui bahwa umrah adalah kunjungan untuk thawaf di Baitullah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Mereka juga mengetahui secara yakin bahwa thawaf di Baitullah lebih utama dari sa’i.

Lalu ganti dari itu semua adalah orang-orang itu menyibukkan diri keluar ke Tan’im dan sibuk dengan umrah baru setelah umrah yang mereka kerjakan dan yang lebih utama adalah mereka itu thawaf di Baitullah (daripada mengulang-ulang umrah). Telah kita ketahui bahwa waktu yang dipakai oleh seseorang keluar ke Tan‘im melakukan ihram untuk umrah baru, dapat dipakai thawaf di Baitullah ratusan putaran. Thawus berkata, “Aku tidak mengetahui orang yang berumrah dari Tan’im apakah akan diberi pahala atau akan diadzab!!” Dikatakan kepadanya, “Diadzab?” Ia berkata, “Karena dia meninggalkan thawaf di Baitullah dan keluar empat mil, kemudian datang lagi. Waktu yang ia pakai sampai ia tiba kembali bisa dipakai thawaf dua ratus putaran. Setiap ia thawaf di Baitullah lebih utama daripada ia berjalan untuk sesuatu yang tidak ada gunanya.”

Pendapat yang mengatakan bahwa tidak disyari’atkannya mengulang-ulang umrah adalah pendapat yang didukung oleh Sunnah amalan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan didukung oleh amalan para Sahabat رضوان الله عليهم. Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar berpegang teguh kepada Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin setelah beliau. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ.

“Berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/597, no. 1773), Shahiih Muslim (II/983, no. 1349), Sunan at-Tirmidzi (II/206, no. 937), Sunan an-Nasa-i (V/115), Sunan Ibni Majah (II/964, no. 2888).
[2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2899)], Sunan at-Tirmidzi (II/153, no. 807), Sunan an-Nasa-i (V/115).
[3]. Hadits ini sudah pernah dibawakan
[4]. Hadits ini sudah pernah dibawakan.
[5]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (III/606, no. 1784), Shahiih Muslim (II/885, no. 1212), Sunan Abi Dawud (V/474, no. 1979), Sunan at-Tirmidzi (II/206, no. 938), Sunan Ibni Majah (II/997, no. 2999).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shagiir (no. 4097)], Sunan at-Tirmidzi (II/208, no. 943), Sunan Ibni Majah (II/996, no. 2993).
[7]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 862)], Shahiih al-Bukhari (III/598, no. 1774).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.