Jumat, 12 Oktober 2012

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI•

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI•

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Haji batal karena salah satu dari dua perkara berikut:
1. Berhubungan intim
Jika dilakukan sebelum melempar jumrah ‘Aqabah, apabila dilakukan setelah melempar jumrah ‘Aqabah dan sebelum thawaf Ifadhah hajinya tidak batal walaupun demikian ia berdosa.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hubungan intim tidak membatalkan haji karena tidak ada dalil yang jelas mengenai hal ini.

2. Meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun haji
Apabila haji seseorang batal karena salah satu dari dua perkara ini, maka wajib baginya berhaji kembali tahun berikutnya apabila ia mampu, sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang makna mampu. Jika tidak, maka pada waktu ia mampu untuk ber-haji, karena kewajiban haji bersifat segera setelah ada kemampuan.

Hal-Hal yang Diharamkan Di Kedua Kota Haram (Makkah dan Madinah):•
Terdapat satu hadits dalam ash-Shahiihain dan kitab yang lainnya, dari ‘Ubbad bin Tamim dari pamannya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا ِلأَهْلِهَا، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيْمُ مَكَّةَ.

“Sesungguhnya Ibrahim mengharamkan kota Makkah dan mendo’akan penghuninya, serta aku mengharamkan kota Madinah sebagaimana Ibrahim mengharamkan kota Makkah.”

Pengharaman dua kota suci ini adalah wahyu yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada kedua Nabi dan Rasul-Nya, semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada keduanya. Jika disebut dua kota haram, maka keduanya adalah Makkah dan Madinah. Tidak boleh memutlakkan kata haram secara syar’i kecuali untuk kedua kota ini, tidak boleh memutlakkan kata haram secara syar’i untuk Masjid Aqsha, tidak juga untuk Masjid Ibrahim al-Khalil, karena wahyu tidak menamakan haram kecuali Makkah dan Madinah. Ini adalah penetapan hukum, akal manusia tidak mempunyai peran dalam hal ini.

Dalam dua kota haram ini diharamkan beberapa hal, apabila seseorang hidup di dalam kedua kota ini ia tidak boleh mengerjakan hal yang diharamkan tersebut atau orang yang datang berkunjung untuk menunaikan ibadah haji atau umrah atau untuk kepentingan lainnya.

Hal-hal yang dilarang itu sebagai berikut:
1. Memburu hewan dan burung, mengejarnya atau membantu untuk mengerjakan hal tersebut
2. Memotong pepohonan dan durinya kecuali sangat dibutuhkan dan dalam keadaan darurat
3. Membawa senjata
4. Memungut barang temuan di tanah haram Makkah bagi orang yang menunaikan ibadah haji. Adapun bagi orang yang bermukim di sana ia boleh mengambilnya, lalu mengumumkannya. Perbedaan antara orang yang berhaji dengan orang yang bermukim di sana jelas.

Aku berkata, “Adapun dalil dari hal-hal yang terlarang ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada hari penaklukan kota Makkah:

فَإِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ، وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيْهِ ِلأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلاَّ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلاَ يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلاَّ مَنْ عَرَّفَهَا، وَلاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا، قَالَ الْعَبَّاسُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِلاَّ اْلإِذْخِرَ، فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوْتِهِمْ. فَقَالَ: إِلاَّ اْلإِذْخِرَ.

“Sesungguhnya kota ini adalah kota yang diharamkan Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Kota ini haram dengan keharaman dari Allah sampai hari Kiamat. Sesungguhnya tidak halal berperang dalam kota ini untuk seorang pun sebelumku, kota ini tidak dihalalkan bagiku kecuali sebentar, pada siang hari. Kota ini haram dengan keharaman dari Allah sampai hari Kiamat. Duri pepohonan yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipotong, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh dikejar, tidak boleh mengambil barang temuan kecuali untuk diumumkan dan tidak boleh memotong pepohonan.” ‘Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, kecuali tumbuhan idzkhir, sebab kami menggunakannya di kuburan dan di rumah kami.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kecuali tumbuhan izdkhir.” [1]

Dan dari Jabir, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ ِلأَحَدِكُمْ أَنْ يَحْمِلَ بِمَكَّةَ السِّلاَحَ.

“Tidak halal bagi salah seorang di antara kalian membawa senjata di kota Makkah.” [2]

Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda (yaitu tentang kota Madinah):

لاَ يُخْتَلَى خَلاَهَا وَلا يُنَفَّرُ صَيْدُهَا وَلا يُلْتَقَطُ لُقَطَتَهَا إِلاَّ لِمَنْ أَشَادَ بِهَا [أَنْشَادَهَا] وَلاَ يَصْلُحُ لِرَجُلٍ أَنْ يَحْمِلَ فِيْهَا السِّلاَحَ لِقِتَالٍ وَلاَ يَصْلُحُ أَن يُقْطَعَ مِنْهَا شَجَرَةٌ إِلاَّ أَنْ يَعْلِفَ رَجُلٌ بَعِيْرَهُ.

“Pepohonan yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipotong, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh di kejar, barang temuan tidak boleh diambil kecuali untuk diumumkan, tidak boleh bagi seseorang membawa senjata untuk berperang di dalamnya dan tidak boleh memotong pepohonan kecuali untuk memberi makan unta.” [3]

Syaikh Syaqrah berkata, “Barangsiapa yang mengerjakan salah satu dari larangan ini, maka ia telah berdosa, ia harus bertaubat dan beristighfar, kecuali hewan buruan bagi seseorang yang berihram, ia harus menyembelih hewan kurban sebagai denda dan tambahan bagi taubat serta istighfarnya.”

Denda Membunuh Hewan Buruan Di Kota Haram
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Mahakuasa lagi mempunyai (kekua-saan untuk) menyiksa.” [Al-Maa-idah: 95]

Ibnu Katsir berkata dalam Tafsiirnya (II/98), “Ayat ini adalah pengharaman dari Allah Subhanahu wa Ta'ala membunuh hewan buruan ketika berihram dan larangan mengambilnya. Larangan ini menurut makna ayat mencakup hewan yang dapat dimakan, walaupun dilahirkan di situ atau dilahirkan dari tempat lain. Adapun hewan darat yang tidak bisa dimakan menurut madzhab Syafi’i boleh dibunuh oleh orang yang sedang berihram, sedangkan Jumhur ulama berpendapat tidak boleh dibunuh, tidak ada yang dikecualikan dari hewan-hewan tersebut kecuali hewan yang disebutkan pada hadits shahih dalam ash-Shahiihain dari jalan az-Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ: الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ، وَالْعَقْرَبُ وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُوْرُ.

"Ada lima binatang jahat yang boleh dibunuh baik di tanah halal maupun tanah haram : burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing galak.’”[4]

Ia (Ibnu Katsir) berkata, “Menurut pendapat jumhur orang yang sengaja atau tidak sengaja membunuh (hewan yang dilarang) sama-sama berkewajiban membayar denda.

Berkata az-Zuhri, ayat al-Qur-an menunjukkan kewajiban membayar denda bagi orang yang sengaja membunuh dan Sunnah mewajibkan denda bagi orang yang tidak sengaja. Makna perkataan ini, bahwa ayat al-Qur-an menunjukkan kewajiban membayar den-da bagi orang yang membunuh dengan sengaja dan orang tersebut berdosa, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ

“... Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksa-nya...” [Al-Maa-idah: 95]

Dalam Sunnah ada hukum dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari Sahabat beliau akan wajibnya denda bagi orang yang salah membunuh (tidak sengaja), sebagaimana halnya al-Qur-an menunjukkan kewajiban denda bagi orang yang sengaja membunuh. Tinjauan lain, orang yang membunuh buruan di tanah haram telah merusak, orang yang merusak harus mengganti, baik ia sengaja maupun tidak sengaja, namun orang yang sengaja, maka ia berdosa dan orang yang salah membunuh (tidak sengaja) tidak tercela.’”

Ia (Ibnu Katsir) berkata, “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ

"... Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksa-nya...” [Al-Maa-idah: 95]

Merupakan dalil bagi pendapat Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Jumhur ulama akan wajibnya denda dengan hewan semisal bagi orang yang berihram. Hal ini wajib apabila ia memiliki hewan peliharaan. Apabila tidak ada yang semisal dengan hewan buruan itu. Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma telah menghukumi dengan mengganti harga hewan buruan tersebut kemudian dibawa ke Makkah. Diriwayat-kan oleh al-Baihaqi.”[5]

Beberapa Contoh Hukum Yang Diputuskan Oleh Nabi Dan Para Sahabat Beliau Dalam Penentuan Hewan Semisal
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang dhab’u (hewan sejenis anjing hutan).” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

هُوَ صَيْدٌ وَيُحْمَلُ فِيْهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ.

“Ia termasuk hewan buruan, jika seorang yang berihram memburunya, dendanya adalah seekor kambing.” [6]

Dari Jabir bahwa ‘Umar bin al-Khaththab telah memutuskan seekor kambing sebagai denda untuk dhab’u, kambing betina untuk kijang, anak kambing betina untuk kelinci, anak kambing yang berumur empat bulan untuk yarbu’ (hewan sejenis tikus).”[7]

Dari Ibnu ‘Abbas, “Bahwa ia memutuskan denda bagi seseorang yang sedang berihram jika membunuh burung merpati di tanah haram adalah, seekor kambing bagi seekor burung.” [8]

Ibnu Katsir berkata (II/100), “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ

“Sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah.” [Al-Maa-idah: 95]

Maknanya adalah sampai ke Ka’bah. Maksudnya, hewan kurban itu sampai ke tanah haram dan disembelih di sana, lalu dagingnya dibagi untuk orang-orang miskin di tanah haram. Ini adalah cara yang disepakati.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا

“...Atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu...” [Al-Maa-idah: 95]

Maksudnya jika seorang yang berihram tidak memiliki hewan ternak yang semisal dengan hewan yang ia bunuh atau hewan buruan itu tidak termasuk hewan yang dapat dimisalkan dengan hewan lain atau kita katakan dia bebas memilih dalam permasa-lahan ini antara membayar denda atau memberi makan orang miskin atau berpuasa, karena jelasnya kata “yaitu” dalam ayat tersebut. Gambarannya, ia menyamakan harga hewan buruan yang terbu-nuh atau yang semisalnya, kemudian ia membeli makanan untuk disedekahkan, satu orang miskin diberi satu mudd. Apabila ia tidak menjumpai (makanan) atau kita katakan ia boleh memilih, ia boleh berpuasa dengan menghitung satu hari untuk satu orang miskin.”

Selesai dengan sedikit perubahan.

Denda Bagi Orang Yang Berhubungan Intim Pada Saat Menunaikan Ibadah Haji.
Barangsiapa yang berhubungan intim sebelum tahallul pertama, maka hajinya batal dan wajib baginya membayar denda satu ekor unta atau sapi. Apabila ia berhubungan intim setelah tahallul pertama sebelum tahallul kedua, wajib baginya membayar denda satu ekor kambing dan hajinya tidak batal.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma: “Beliau pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berhubungan intim dengan isterinya sedangkan ia berihram, ia sedang berada di Mina dan belum melakukan thawaf Ifadhah, maka beliau memerintahkannya agar menyem-belih satu ekor unta atau sapi.” [9]

Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu anhuma dari ayahnya bahwa seorang laki-laki mendatangi ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma menanyakan tentang seorang yang berhubungan intim dengan seorang wanita sedangkan dia berihram. Kemudian beliau menunjuk kepada ‘Abdullah bin ‘Umar dan berkata, “Pergilah ke orang itu dan bertanyalah kepadanya.” Laki-laki itu tidak mengenalnya (‘Abdullah bin ‘Umar), maka aku pun pergi dengannya. Laki-laki itu pun bertanya kepada Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Umar menjawab, “Hajimu batal.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Sekarang apa yang harus aku lakukan?” “Pergilah bersama orang-orang dan kerjakan apa yang mereka kerjakan, apabila engkau menjumpai tahun depan, berhajilah dan berkurbanlah.” Laki-laki itu kembali lagi ke ‘Abdullah bin ‘Amr, menceritakan apa yang dikatakan Ibnu ‘Umar dan aku masih bersamanya. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata lagi kepadanya, “Pergilah ke Ibnu ‘Abbas dan tanyakan kepadanya.” Syu’aib berkata, “Aku pun pergi bersamanya ke Ibnu ‘Abbas lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Abbas menjawab sebagaimana jawaban Ibnu ‘Umar. Laki-laki itu kembali lagi kepada ‘Abdullah bin ‘Amr, menceritakan apa yang dikatakan Ibnu ‘Abbas dan aku masih tetap bersamanya. Kemudian laki-laki itu bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr, ‘Apa pendapatmu?’ ‘Pendapatku seperti apa yang mereka katakan,’ jawab ‘Abdullah bin ‘Amr.” [10]

Dari Sa’id bin Jubair, ada seorang laki-laki berihram bersama isterinya untuk umrah, sang isteri telah menyelesaikan manasiknya kecuali memendekkan rambut. Sang suami mencampurinya sebelum ia memendekkan rambut. Kemudian sang suami bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tentang hal itu, Ibnu ‘Abbas berkata, “Besar sekali nafsu wanita itu.” Lalu dikatakan kepadanya, “Wanita itu mendengar.” Keduanya menjadi malu karena hal tersebut dan berkata, “Apakah engkau tidak mau memberitahu aku.” Ibnu ‘Abbas berkata kepadanya, “Berkurbanlah.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apa?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Kurbankan unta atau sapi atau kambing.” Sang isteri bertanya, “Mana yang lebih baik?” “Unta,” jawab Ibnu ‘Abbas.[11]

Barangsiapa yang tidak mempunyai unta atau kambing hendaknya ia berpuasa tiga hari di waktu haji dan tujuh hari sekembalinya dari haji. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

“...Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali...” [Al-Baqarah: 196]

Lebih afdhal baginya berpuasa sebelum hari ‘Arafah, jika tidak ia boleh berpuasa pada hari-hari Tasyrik, berdasarkan perkataan Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah, “Tidak ada keringanan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi orang yang tidak mem-punyai sembelihan.” [12]

Peringatan:
Wanita dalam masalah ini sama dengan laki-laki, sama persis, kecuali jika ia dipaksa untuk berhubungan intim, maka ia tidak perlu berkurban dan hajinya sah berbeda dengan haji suami yang menggaulinya.[13]

Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas bertanya, ‘Aku telah menggauli isteriku sebelum aku menyempurnakan hajiku.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Apabila isterimu membantumu melakukan hal ini, maka setiap kalian harus menyembelih unta yang baik lagi gemuk. Apabila ia tidak membantumu, maka wajib bagimu menyembelih unta yang baik lagi gemuk.’” [14]

Macam-Macam Dam Dalam Haji:•
1. Dam haji Tamattu’ dan Qiran
Yaitu dam yang diwajibkan bagi orang yang menunaikan ibadah haji atau bertalbiyah meniatkan umrah dan haji tamattu’ atau bertalbiyah meniatkan umrah dan haji qiran, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

مَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

"...Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kem-bali...” [Al-Baqarah: 196]

2. Dam fidyah
Yaitu dam yang diwajibkan bagi seseorang yang menunaikan ibadah haji apabila ia mencukur rambutnya karena sakit atau sesuatu yg mengganggu, berdasarkan firman Allah Subahnahu wa Ta'ala :

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“… Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban…” [Al-Baqarah: 196]

3. Dam tebusan
Yaitu dam yang diwajibkan bagi seseorang yang berihram apabila membunuh hewan buruan darat, adapun membunuh hewan buruan laut tidak mengapa (mengenai dam ini, telah dibahas).

4. Dam Ihshar
Yaitu dam yang dibayar karena ia tidak bisa menyempurnakan manasiknya karena sakit atau ditahan musuh atau yang lainnya dan ia tidak mensyaratkan apa-apa pada saat ia berihram, ber-dasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

“... Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat...” [Al-Baqarah: 196]

5. Dam karena berhubungan intim
Yaitu dam yang diwajibkan bagi orang yang menunaikan ibadah haji apabila ia berhubungan intim di tengah hajinya (hal ini telah dibahas).

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
• Diambil dari kitab Irsyaadus Saari, karya Syaikh Muhammad Syaqrah.
• Diambil dari kitab Irsyaadus Saari, karya Syaikh Muhammad Syaqrah.
[1]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/46, no. 1834), Shahiih Muslim (II/986, no. 1353), Sunan an-Nasa-i (V/203).
[2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7645)], Shahiih Muslim (II/989, no. 1356).
[3].Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1790)], Sunan Abi Dawud (VI/20, no. 2018).
[4]. Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/34, no. 1829), Shahiih Muslim (II/856, no. 1198), Sunan at-Tirmidzi (II/166, no. 839).
[5]. Tafsiir al-Qur-aanil ‘Azhiim (II/99), dari ‘Ikrimah, ia berkata, “Marwan pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas sedangkan kami pada saat itu berada di lembah Azraq, ‘Apa pendapatmu jika kami membunuh hewan buruan di tanah haram dan tidak ada hewan ternak yang dapat menggantikan he-wan itu?” Ibnu Abbas menjawab, “Engkau perkirakan harganya dan bersedekahlah sebesar harga hewan itu kepada orang-orang miskin di Makkah.’”
[6]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3226)], Sunan Abi Dawud (X/274, no. 3783).
[7]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1051)], Muwaththa’ Imam Malik (285/941), al-Baihaqi (V/183).
[8]. Sanadnya shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1056)], al-Baihaqi (V/205).
[9]. Shahih mauquf: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1044)], al-Baihaqi (V/171).
[10]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (IV/234], al-Baihaqi (V/167).
[11]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (IV/233)], al-Baihaqi (V/172).
[12]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1042)], Shahiih al-Bukhari (IV/242, no.1997).
[13]. Irsyaadus Saari.
[14]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1044)], al-Baihaqi (V/168
• Diambil dari kitab Irsyaadus Saari dengan penambahan ayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.