Jumat, 21 Oktober 2011

Amanah

Oleh: Tim dakwatuna.com

Kirim Print
Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.

Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya.

Amanah dan Iman

Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)

Macam-macam Amanah

Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172)

Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.

Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)

Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)

Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)

Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)

Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/amanah/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.