Oleh: Hj. Yoyoh Yusroh, SPdi.
Muqoddimah
dakwatuna.com – Dalam
Annual Report tahun 2004, UNFPA sebuah badan PBB yang menangani
masalah kependudukan antara lain merekomendasikan perlunya penanganan
serius terhadap hubungan antar generasi yang kurang harmonis, serta
perhatian lebih besar terhadap masalah remaja.
Rekomendasi
tersebut tampaknya cukup beralasan bila kita cermati realitas kondisi
sosial masyarakat. Di Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga
mereda. Penggunaan NAZA bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta
pelacuran ABG yang membuat kita semua terperangah. Angka pengidap HIV
dipercaya berkisar ratusan ribu orang sampai tahun 2010 nanti, dan
akhirnya hati kita semakin terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak
jalanan akhir-akhir ini.
Penelaahan kita pada berbagai fakta di
atas membawa kita pada perkiraan “something wrong is going on“. Kita
dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin bergolak. Kita
melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan ada
hati-hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan. Kita
tahu itu semua. Hanya kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita akan
sungguh sungguh hadir dan menghadirkan realitas itu dalam ruang
kepedulian kita?
Berbagai ekspresi
ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang
sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah
manusia. Situasi yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu
menghadapi berbagai terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu,
keluargalah yang mampu memberikannya.
Keluarga sebagai basis inti
masyarakat, adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia
dan ‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang
aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para
sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa
tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah tipis
sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk terhadap
angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah dan
fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan keluarganya,
tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial pun muncul.
Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali kemanusiaan yang
lain.
Ini adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang
lebih besar terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai
pelajaran di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita
bersama.
I. Arti Pernikahan dalam Islam
Dalam menganjurkan
ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata
beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan
keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk
mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk mengekang
penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau
semata menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di
atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam memandang bahwa pernikahan
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar
yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat
Islam.
II. Fungsi Keluarga dalam Islam
Keluarga merupakan
unit terkecil dalam masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat
mensejahterakan ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga
meliputi :
A. Penerus Misi Ummat Islam
Dalam sejarah dapat
kita lihat, bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam
menghadapi berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu
bersih kekuatan musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan
Persia yang pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut
riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah
Saw wafat sebanyak 120.000 orang pria dan wanita [1]. Para sahabat
sebanyak itu kemudian berguguran dalam berbagai peperangan, ada yang
syahid dalam perang jamal atau perang Shiffin. Namun sebagian besar dari
para syuhada itu telah meninggalkan keturunan yang berkah sehingga
muncullah berpuluh “singa” yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam
hal kepahlawanan dan keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah
menyambut pengarahan Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku
bangga dengan jumlah kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian
berfaham seperti rahib nashrani” [2].
Demikianlah, berlomba-lomba
untuk mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang
telah memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu
menjadi pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.
B. Perlindungan Terhadap Akhlaq
Islam
memandang pembentukan keluarga sebagai sarana efektif memelihara pemuda
dari kerusakan dan melidungi masyarakat dari kekacauan. Karena itulah
bagi pemuda yang mampu dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.
“Wahai
pemuda! Siapa di antara kalian berkemampuan maka menikahlah. Karena
nikah lebih melindungi mata dan farji, dan barang siapa yang tidak mampu
maka hendaklah shoum, karena shoum itu baginya adalah penenang” (
HR.AL-Khosah dari Abdullah bin Mas’ud ).
C. Wahana Pembentukan Generasi Islam
Pembentukan
generasi yang handal, utamanya dilakukan oleh keluarga, karena
keluargalah sekolah kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak.
Penyair kondang Hafidz Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi
anak-anaknya. Bila engaku mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan
bangsa yang baik perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan
keluarga, sementara ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan
sarana bagi berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang
menerapkan sunnah Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi,
sehingga bimbingan keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang
berkualitas sangat dominan.
D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi
Dalam
pembentukan keluarga, Islam mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan
dan persatuan. Dengan adanya ikatan keturunan maka diharapkan akan
mempererat tali persaudaraan anggota masyarakat dan antar bangsa.
Islam
memperbolehkan pernikahan antar bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara
kulit hitam dan kulit putih, antara orang Timur dan orang Barat.
Berdasarkan fakta ini menunjukkan bahwa Islam sudah mendahului semua
“sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan persatuan Ummat manusia. Bernard
Shaw mengatakan:
“Islam adalah agama kebebasan bukan agama
perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya persaudaraan
Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu, suatu prinsip
yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak pernah ditemukan
oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun “.
Selanjutnya mengatakan:
“Apabila
Anda bertanya kepada seorang Arab atau India atau Persia atau
Afganistan, siapa anda? Mereka akan menjawab “Saya Muslim (orang
Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya pada orang Barat maka ia akan
menjawab “Saya orang Inggris, saya orang Itali, saya orang Perancis”.
Orang Barat telah melepaskan ikatan agama, dan mereka berpegang teguh
pada ikatan darah dan tanah air” [3].
Untuk menjamin hubungan
persudaraan yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam
menganjurkan dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing
(jauh), karena dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah
direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.
Selain fungsi
sosial, fungsi ekonomi dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita
simak hadist Rosul “Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal”
(HR. Abu Dawud, dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa
perkawinan merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena
apabila kita bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah
berkeluarga, maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih
hemat dan ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang
yang telah berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan
bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.
E. Menjaga Kesehatan
Ditinjau
dari segi kesehatan, pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda
dari kebiasaan onani yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat
mencegah timbulnya penyakit kelamin.
F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)
Pernikahan
berfungsi sebagai pelengkap, karena ia setengah dari keimanan dan
pelapang jalan menuju sabilillah, hati menjadi bersih dari berbagai
kecendrungan dan jiwa menjadi terlindung dari berbagai waswas.
III. Menegakkan Keluarga Sakinah sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga
Selain
fungsi keluarga tersebut di atas, fungsi kesakinahan merupakan
kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti: keluarga
yang terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih
pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam
melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam
suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana dianjurkan Allah dalam surat
Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda
kebesaran-Nya ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri
agar kamu merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa
cinta dan kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda
kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)
Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga Sakinah
A. Faktor Utama:
Untuk
membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan
berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu difahami,
antara lain :
1. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang bertanggung jawab)
* Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan
* Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjaga kehormatan diri
* Menjaga akhlak dalam pergaulan
* Menjaga izzah suami dalam segala hal
* Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami
c. Berkhidmat kepada suami
* Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami
* Menyiapkan keberangkatan
* Mengantarkan kepergian
* Suara istri tidak melebihi suara suami
* Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami
2. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
a. Istri berhak mendapat mahar
b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin
* Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan
* Mendapat pengajaran Diinul Islam
* Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
* Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
* Suami memberi sarana untuk belajar
* Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau ceramah agama
c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih saying
* Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
* Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
* Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
* Memperhatikan adab kembali ke rumah
B. Faktor Penunjang
1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga
* Realistis dalam memilih pasangan
* Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
* Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
* Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban
2. Realistis dalam pendidikan anak
Penanganan
Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan
ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan
ridho’ah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan
muatan:
* Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
* Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
* Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri
4. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
5. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat
a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat
6. Memiliki ketrampilan rumah tangga
7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga
C. Faktor Pemeliharaan
1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas
2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis
3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku
Demikianlah
sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga sakinah. Semoga
Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam
membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga terealisir
izzatul islam walmuslimin. Amin. []
—
Catatan Kaki:
[1] Albidayah Wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir 5:356, Al Ishobah fi Tamyizis Shohabah, Ibu Hajar 1:3
[2] Al Jami’ Ash-shogir, oleh As-suyuthi, HR. Baihaqi dari hadits Abi Amanah RA
[3] Majalah Al-Wa’yu, Jum 1969, Hal 6
Daftar Pustaka:
1. Al-qur’an Terjemahan
2. Al-Iroqi, Butsaiman As-sayyid. Rahasia Pernikahan yang bahagia, Cetakan I.Pustaka Azzam, Jakarta, Oktober 1997
3. Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Pernikahan Islam, cetakan I, Pustaka Manthiq, Solo April 1997
4. Yusuf, Husein Muhammad. Keluarga Muslim dan Tantangannya, Cetakan 9, Gema Insani Press, Mei 1994
5. Hamid, Muhammad abdul Halim, Bagaimana membahagiakan Istri, Cetakan 2 Citra Islami Press, September 1993
6. Hawwa, Said, Panduan Membina Rumah Tangga Islami
7. Qardawi, prof. Dr. Yusuf, Ruang Lingkup Aktifitas wanita Muslimah, Pustaka Al-kautsar, Cetakan II, Juli 1996
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/pernikahan-sebagai-landasan-menuju-keluarga-sakinah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 07 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar