Kamis, 10 November 2011

Perjalanan Menuju Kematian (Bag ke-2)

Oleh: Ulis Tofa, Lc

Kirim Print
Duhai yang memisahkan orang-orang tercinta
Duhai rumah dunia, aku pasti meninggalkanmu
Duhai yang menggrogoti hari-hari, ada apa dengan angan-anganmu
Duhai sakaratul maut yang pasti terjadi, kenapa kau masih tertawa
Kenapa kau tidak menangis, menangisi dirimu
Jika tidak, kepada siapa kau menangis ?
Ingat, adakah yang hidup tanpa direnggut kematian
Namun, keyakinan mana yang sekarang ini ditutupi keraguan ?


dakwatuna.com - Penggalan syair di atas dimuat di dalam buku Al Isti’dad lilmauti wasualul qabri menggambarkan peristiwa yang pasti akan menggunjang setiap manusia. Yaitu kematian. Kematian yang pasti terjadi, namun sering terlupakan dan dilupakan. Padahal kematian sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw semestinya menjadi nasehat yang mampu menyentuh qalbu yang paling dalam, ”Kafa bilmauti wa’idha, Cukuplan peristiwa kematian seseorang menjadi penasehat.”

Bahwa semua kita pasti akan mengakhiri didupnya adalah sebuah kepastian. Allah swt berfirman :
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” Ali Imran:185

Saat sakaratul maut menjelang, saat itulah kondisi dahsyat dan mengerikan dialami setiap orang. Diriwayatkan dari Makhul, dari Rasulullah saw, beliau bersabda : ”Sungguh jika satu lembar rambut dari rambut-rambutnya orang yang meninggal dunia menimpa penduduk langit dan bumi, niscaya mereka semua akan mati dengan izin Allah swt.”

Diriwayatkan bahwa nabi Ibrahim as ketika meninggal dunia, Allah bertanya kepadanya: ”Apa yang kamu rasakan ketika ajal menjelang ? Ia menjawab : ”Rasanya seperti ada sebatang besi yang bergerigi tajam di dalam daging basah, kemudian besi itu ditarik dengan keras.” Allah berfirman: Aku telah meringankan ajal kepadamu.”

Dalam riwayat yang lain, nabi Musa as ditanya Allah swt bagaimana kondisi ia saat ajal menjelang ? Ia menjawab : ”Saya seperti seekor domba hidup yang sedang dikuliti oleh tukang cincang.”

Kondisi dahsyat itulah yang menyebabkan para sahabat radhiyallahu anhum saling bertanya di antara mereka. Semangatnya adalah agar mereka dapat mengakhiri hidupnya dengan cara yang paling baik, yaitu husnul khatimah.

Adalah Umar ra bertanya kepada Ka’ab tentang maut. Ka’ab menjawab : ”Ia ibarat ranting yang banyak durinya, dimasukkan ke dalam tenggorokan seseorang, duri-duri itu menyayat-nyatat dinding tenggorokan. Kemudian ranting berduri itu ditarik sekeras-kerasnya.”

Sahabat Ali ra ketika memobilisasi pasukan perang memberikan pidato pelepasan pasukan, ia berkata: ”Jika kalian tidak terbunuh, kalian akan tetap mati, sungguh aku bersumpah, demi Dzat yang jiwa Muhamamd berada di dalam genggaman-Nya, seribu tusukan pedang jauh lebih ringan dari pada meninggal di atas dipan.” (Al Isti’dad lilmaut wa sualul qabri, Jilid 1, Halaman 7)

Sakaratul Maut Seorang Muslim

Kondisi sakaratul maut seseorang sesuai dengan kebaikan atau keburukannya dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Bagi seorang muslim, sakaratul maut akan menjadi titik awal kenikmatan abadi di alam berikutnya.

Ketika sakaratul maut itu, datanganlah beribu-ribu Malaikat. Mereka berhenti sejauh mata memandang. Hanya ada dua Malaikat yang mendekat kepadanya, sambil membawa haanut, semacam kain kafan yang sangat halus dan wangi. Dikatakan kepadanya:

”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhoi, masuklah dalam golongan-golongan hamba-hamba-Nya, dan masuklah ke dalam surga-Nya.”

Kemudian ruhnya dicabut dan dibungkus dalam kain haanut tersebut, dibawa kembali ke barisan ribuan Malaikat yang sudah tidak sabar menanti memegang haanut tersebut. Semua Malaikat memegangnya sekalipun sekelebatan, karena saking banyaknya jumlah para Malaikat berebut.

Ruh itu diiring mereka ke atas langit. Dikatakan di sana, ”Ruh siapa ini? Harumnya semerbak mewangi. Dijawab, ”Ini ruh Fulan bin Fulan bin Fulan” dan disebutlah namanya. Kemudian Allah swt memerintahkan kepada Malaikat: ”Catat ia termasuk ahlul yamin, wa ash habul illiyyin, golongan kanan dan yang memperoleh derajat tinggi.”

Kemudian ruh itu dikembalikan ke jasadnya saat ia dikuburkan. Ketika itu ia mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kubur dengan fasih dan lancar. Karenanya datanglah pemuda ganteng atau gadis cantik. Ketika ditanya, siapa kamu? Ia menjawab : ”Ana ’amalukas shalih ; Akulah amal shalih kamu saat di dunia” (At Tadzkirah lil Imam Al Qurthubi)

Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda:

عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: (إن العبد الصالح ليعالج الموت وسكراته وإن مفاصله ليسلم بعضها على بعض تقول السلام عليك تفارقني وأفارقك إلى يوم القيامة).

”Sesungguhnya hamba yang shalih ketika menghadapi sakaratul maut sendi-sendinya saling memberi salam satu kepada yang lainnya, berkata: ”Keselamatan atasmu, kamu meninggalkanku dan aku meninggalkanmu sampai bertemu kembali di hari kiamat.”

Sakaratul Maut Sang Pendosa

Berbeda dengan seorang muslim yang shalih, mendapatkan kehormatan saat ruhnya menghadap Allah swt., seorang pendosa atau ahli maksiat akan diserbu para Malaikat. Hanya dua Malaikat yang mendekat dengan membawa kain kafan yang sangat jelek dan baunya minta ampun. Dikatakan kepadanya dengan sangat kasar: ”Keluarlah kamu menuju kemurkaan Allah, enyahlah kamu ke neraka yang menyala-nyala.”
Saat itulah nyawanya dicabut dengan sangat keras, sekeras-kerasnya, kemudian dijadikan lemparan, tiada yang sudi membawanya. Nyawa itu tidak diperkenankan mendekati langit. Ditanyakan ruh siapa ini ? Dijawab, ”Ruh Fulan bin Fulan bin Fulan, dan disebutlah namanya”. Kemudian dibacakan ayat :

”Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” Al A’raf:40

Allah swt memerintahkan untuk dicatat dalam golongan ashhabul yasar wa ahlus sijjin, golongan kiri, golongan yang menempati tempat paling hina.

Nyawanya kemudian dikembalikan ke jasadnya saat dalam kuburan. Ketika itu ditayakan kepadanya : Siapa Tuhan-mu ? Siapa Nabimu ? Apa pedomanmu ? Dan pertanyaan-pertanyaan kubur lainnya. Ia hanya bisa menjawab : hah… hah… hah…

Datanglah seseorang yang sangat jelek mukanya lagi menakutkan. Ia bertanya, Siapa kamu ini ? Ia menjawab: ”Ana ’amalukas suu’, saya amal jelek kamu saat di dunia.” Wal iyadhu billah.

Allah swt berfirman: “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” Al An’am:93

Ayat di atas di tafsirkan oleh Imam Ath Thobari dengan ayat yang lain dalam surat Muhammad : 27-28

“Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka?. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (Tafsir Ath Thobari, Jilid 11, Halaman 537)

Diriwayatkan bahwa nabi Ibrahim as berkata kepada Malaikat maut:

ويروى أن إبراهيم الخليل قال لملك الموت هل تستطيع أن تريني الصورة التي تقبض فيها روح الفاجر؟ قال أتطيق ذلك؟ قال بلى فأعرض ثم التفت فإذا هو رجل أسود الثياب قاتم الشعر منتن الريح يخرج من فيه ومناخره لهب النار والدخان فغشى على إبراهيم ثم أفاق وقد عاد ملك الموت إلى صورته الأولى فقال يا ملك الموت لو لم يلق الفاجر إلا صورة وجهك لكان ذلك حسبه.

“Apakah Engkau bisa memperlihatkan kepada saya sosok Engkau ketika mencabut nyawa orang pendosa ? Ia menjawab: “Apakah kamu kuat menahan ? Ibrahim menjawab: Ya. Kemudian Malaikat berpaling dan kembali lagi menghadap, ketika itu sosok Malaikat berubah menjadi laki-laki berbaju hitam, rambut yang mengerikan, bau yang busuk, api dan asap keluar dari mulutnya. Seketika Ibrahim pingsan tidak sadarkan diri. Kemudian Malaikat kembali ke wujud semula. Sewaktu Ibrahim siuman ia berkata: “Wahai Malaikat maut, jika seorang pendosa melihat wajah Engkau saja, pasti cukuplah itu menakutkan baginya.”

Semoga Allah swt mewafatkan kita dalam kondisi husnul khatimah, termasuk golongan orang-orang shalih yang mendapatkan ampunan dan ridha-Nya, amin. Allahu a’lam


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/perjalanan-menuju-kematian-bag-2/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.