Kamis, 10 November 2011

Manajemen Islami Keuangan dan Harta Keluarga (Bagian ke-4): Doktrin Kepemilikan dalam Keluarga Muslim

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

Kirim Print
Uangdakwatuna.com – Dalam Islam, kepemilikan dianggap sebagai suatu hal yang penting sebab dapat mendorong semangat bekerja dan produktivitas dalam memakmurkan bumi, bahkan merupakan dasar asasi dalam transaksi. (QS. Ali Imran:14).
Adapun aturan-aturan yang telah ditetapkan Islam dalam pemilikan harta dalam rumah tangga muslim dapat kita lihat berikut ini.
1. Hak Milik (Kepemilikan) Pada Hakikatnya Bersifat Relatif dan Sementara
Hendaknya anggota rumah tangga muslim meyakini bahwa kepemilikan atas harta sebagai amanah itu bersifat sementara dan akan berakhir jika ajal tiba. Harta akan berpindah kepada para ahli waris yang telah Allah tetapkan. “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” (QS. Al-Hadid:7). “Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.” (QS. Maryam: 40).

Dengan aturan-aturan tersebut seorang muslim akan menggunakan hak milik yang sementara itu untuk mencapai kehidupan abadi yang bahagia. Bahkan aturan itu pun akan menjadikan pemilikan sebagai sarana yang dapat memberikan semangat tambahan bagi seorang muslim, istri dan anak-anaknya dalam menyembah Allah, sebab sebaik-baik harta itu berada pada tangan orang yang saleh. Di sisi lain, aturan tersebut tidak menghalangi seorang muslim, istri dan anak-anaknya untuk memanfaatkan harta pada hal-hal kebaikan dan menjadikan harta itu hanya pada tangan mereka, bukan pada hatinya.

2. Perlu Pemisahan Jelas Harta Suami dari Harta Istri

Telah diterangkan bahwa Islam memberikan hak kepada wanita, seperti hak pemilikan, hak untuk usaha dan hak waris. Sehingga seorang suami tidak boleh mengambil harta istrinya kecuali dengan cara yang baik. Istri memiliki kebebasan untuk memiliki dan bertanggung jawab atas keuangan pribadinya dan berhak mengatur sendiri hartanya.

Dengan hak atas hartanya, seorang istri berkewajiban mengeluarkan zakat dan ia boleh berhibah atau berwasiat dengan hartanya. Meskipun demikian, hendaknya harta yang dimilikinya itu tidak menjadikannya durhaka dan akhlaqnya rusak sehingga rumah tangganya hancur. Hal ini dikuatkan oleh hadits Nabi tentang memilih calon istri yang menunjukkan bahwa kaum wanita sebelum menikah pun berkesempatan untuk memiliki harta baik karena warisan, hibah maupun hasil usahanya: “Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab kecantikan itu akan hilang. Dan janganlah kamu menikahi wanita karena hartanya, sebab harta itu akan membuat mereka durhaka. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya, sebab wanita yang hitam dan beragama itu lebih baik daripada yang tidak beragama.” (HR. Ibnu Majah). “Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita beragama. Niscaya pilihanmu tepat.” (HR. Bukhari).

3. Harta Anak Termasuk Harta Milik Orang Tuanya

Islam mewajibkan seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya dan hutang-hutang orang tua berada dalam tanggungan anak-anaknya. Hal itu merupakan penghormatan Islam kepada orang tua. Seperti telah dijelaskan, seorang anak wajib menafkahi kedua orang tuanya. Ibnu Taimiyah berfatwa bahwa seorang anak yang berkecukupan atau kaya, wajib menafkahi orang tuanya yang membutuhkan dan saudara-saudaranya yang masih kecil. Jika ia tidak melaksanakan kewajiban tersebut, dikatakan bahwa ia telah mendurhakai orang tuanya, memutuskan hubungan kekeluargaan dan akan mendapat siksa Allah di dunia dan akhirat.

Ibnu Taimiyah pernah ditanya, apakah seorang ayah berhak mengatur harta putrinya yang telah menikah? Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa seorang ayah tidak berhak mengatur harta putrinya yang telah menikah. Jika melakukannya, ia telah menodai keluarganya sendiri dan dikatakan tidak memiliki hak perwalian lagi bagi putrinya. Pada dasarnya, seorang ayah memiliki hak perwalian terhadap putrinya sehingga dikatakan juga bahwa ia memiliki hak mengatur harta milik putrinya, namun bukan untuk kepentingannya sendiri. Seorang ayah akan kehilangan hak perwalian atas putrinya jika ia tidak memiliki kemampuan untuk itu, sebab jika putrinya telah mampu mengelola hartanya sendiri, hilanglah hak seorang ayah atas putrinya.

4. Warisan adalah Salah Satu Sumber Pemilikan

Allah telah mensyariatkan warisan untuk menjadi sarana pemindahan pemilikan dari suatu generasi ke generasi lain. Allah telah membatasi dan menentukan bagian-bagian ahli waris, lelaki dan wanita, agar salah satu dari keduanya tidak berbuat jahat terhadap yang lain. Allah berfirman: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa: 7) Aturan Islam tentunya berpengaruh besar dalam menganjurkan umatnya untuk bekerja, meninggalkan warisan untuk anak-anaknya serta mengikat satu generasi dengan generasi lainnya secara kontinyu. Di samping itu, Islam mengharamkan pengubahan sistem waris berdasarkan hukum-hukum Allah. Wallahu A’lam Wabillahit Taufiq wal Hidayah []

- Tamat


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/manajemen-islami-keuangan-dan-harta-keluarga-bagian-ke-4-doktrin-kepemilikan-dalam-keluarga-muslim/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.