Kamis, 10 November 2011

Menggapai Derajat Siddiqin

بسم الله الرحمن الرحيم

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا (رواه البخاري)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, dari Nabi Muhammad SAW bahwasanya beliau bersabda. ‘Sesungguhnya sidiq itu membawa pada kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan pada surga. Dan seseorang beperilaku sidiq, hingga ia dikatakan sebagai seorang yang siddiq. Sementara kedustaan akan membawa pada keburukan, dan keburukan akan mengantarkan pada api neraka. Dan seseorang berperilaku dusta, hingga ia dikatakan sebagai pendusta. (HR. Bukhari)

Sekilas Tentang Hadits.
Hadits ini dengan jalur sanad merupakan hadits shahih yang diriwayatkan oleh seluruh A’immah Ashab Kutub Al-Sittah, kecuali imam Nasa’i :

- Imam Bukhari meriwayatkan dari jalur sanad Jarir bin Mansur, dari Abi Wa’il, dari Abdullah bin Mas’ud, dari Rasulullah SAW, dalam Shahihnya, Kitab Al-Adab, Bab Qoulullah Ta’ala Ya Ayyuhalladzina Amanu Ittaqullah Wakunu Ma’as Shadiqin, hadits no 6094.

- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Birr Was Sillah Wal Adab, Bab Qabhul Kadzib Wa Husnus Shidq Wa Fadhluh, hadits no 2607.

- Imam Turmudzi dalam Sunannya, Kitab Al-Birr Was Sillah An Rasulillah, Bab Ma Ja’a Fis Sidqi Wal Kadzibi, hadits no. 1971, melalui jalur sanad A’masy, dari Syaqiq bin Salamah, dari Ibnu Mas’ud.

- Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al-Adab, bab Fi Attasydid Fil Kadzib, hadits no. 4989, melalui jalur sanad Al-A’masy, dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud.

- Imam Ibnu Majah dalam Muqaddimah di Sunannya, Bab Ijtinab Al-Bida’ Wal Jadl, hadits no 46, malalui jalur sanad Abu Ishaq, dari Abu Al-Ahwash, dari Abdullah bin Mas’ud.

- Imam Ahmad bin Hambal dalam Sunannya, pada Musnad Al-Muktisirn Minas Shahabah dalam Musnad Ibnu Mas’ud, hadits no 3631, 3719, & 4097.

Gambaran Umum Tentang Hadits

Hadits sederhana ini menggambarkan tentang adanya dua hakekat perberbedaan yang begitu jauh, sejauh perbedaan antara surga dan neraka. Hakekat pertama adalah mengenai assidq (kejujuran & kebenaran iman), yang digambarkan Rasullah saw sebagai pintu gerbang kebaikan yang akan mengantarkan seseorang ke surga. Sementara hakekat yang kedua adalah kedustaan (al-kadzb), yang merupakan pintu gerbang keburukan yang akan mengantarkan pelakunya ke dalam neraka.

Rasulullah SAW ketika menggambarkan kedua hal di atas, sekaligus mengaitkan juga dengan mashirah (kesudahan) dua sifat yang berbeda tadi, yaitu surga bagi yang shadiq serta neraka bagi yang kadzib. Faedahnya adalau untuk memberikan tadzkir yang medalam, serta tidak menjadikan dua hal tersebut sebagai masalah yang ringan. Karena secara tabi’at, manusia seringkali menganggap remeh keduanya. Sementara kesudahan dari kedua sifat di atas sangat jauh berbeda, sejauh perbedaan antara surga dan neraka.

Pada kedua sifat yang digambarkan Rasulullah SAW di atas, selalu diikuti dengan perilaku manusia terhadap kedua sifat tersebut, hingga manusia akan menjadi salah satu diantara keduanya; shadiq atau kadzib. Artinya, untuk dikatakan bahwa seseorang itu adalah shadiq misalnya, ia harus membuktikannya dengan perbuatannya sendiri, hingga ia dengan sendirinya akan mendapatkan “gelar” sifat tersebut. Sebaliknya, seseorang yang dikatakan sebagai pendusta, adalah hasil dari perilaku dan perbuatannya, yang akhirnya menjadikannya sebagai pendusta. Dalam kasus pertama, contoh yang paling kongkrit adalah Abu Bakar As-Shidiq. Karena Abu Bakar merupakan seorang sahabat Rasulullah SAW yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan para sahabat yang lain. Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam syu’ab Iman dari Umar bin Khattab:

قَالَ عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، لَوْ وُزِنَ إِيْمَانُ أَبِيْ بَكْرٍ بِإِيْمَانِ أَهْلِ اْلأَرْضِ لَرَجَّحَ بِهِمْ
“Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh umat maka akan lebih berat keimanan Abu Bakar.” (Syu’abul Iman, bab al-Qaul fi ziyadatil Iman wa Naqshanih; I/69)

Bahkan Rasulullah SAW sendiri juga pernah memuji keislaman Abu Bakar, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayahnya; “Tiada aku mengajak seorang masuk Islam, tanpa ada hambatan, keraguan, tanpa mengemukakan pandangan dan alasan, hanya Abu Bakar lah. Ketika aku menyampaikan ajakan tersebut, dia langsung menerimanya tanpa ragu sedikitpun.”

Puncaknya adalah pada kejadian isra’ dan mi’raj, ketika seluruh manusia mendustai Rasulullah SAW. Namun Abu Bakar justru membenarkan kejadian tersebut. Al-Hakim meriwayatkan, “Pagi hari pada setelah peristiwa isra’ mi’raj kaum musyrikin mendatangi Abu Bakar seraya mengatakan, “Apakah kamu mempercayai sahabatmu (yaitu Rasulullah SAW) yang mengira bahwa ia telah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis tadi malam?”. Abu Bakar balik bertanya, “Apa benar Muhammad mengatakan hal tersebut?”. Mereka menjawab, “benar”. Lalu Abu Bakar mengatakan, “Sungguh apa yang diakattannya itu benar. Dan aku akan membenarkannya pula, jika ia mengatakan lebih dari itu…” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak). Oleh karena itulah Abu Bakar mendapatkan julukan Assidiq. Gelar Assidiq ini merupakan pemberian dari Allah melalui lisan Rasulullah SAW, sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Dan jadilah sifat sidiq ini menjadi khas dimiliki oleh Abu Bakar, sebelum dimiliki oleh sahabat-sahabat yang lainnya. Dan hal ini menunjukkan bahwa sidiq merupakan sifat yang memiliki nilai tinggi di sisi Allah SWT.

Pengertian Assidq

Dari segi bahasa, sidiq berasal dari kata shadaqa yang memiliki beberapa arti yang satu sama lain saling melengkapi makna yang dikandungnya:

الصدق: من صدق – يصدق - صدقا

Lawan kata sidiq adalah kadzib (dusta). Diantara arti sidiq adalah: Benar, jujur/ dapat dipercaya, ikhlas, tulus, keutamaan, kebaikan, dan kesungguhan. Penulis melihat bahwa sidiq di sini lebih dekat dengan sebuah sikap pembenaran terhadap sesuatu yang datang dari Alah dan Rasulullah SAW yang berangkat dari rasa dan naluri keimanan yang mendalam. Contoh kisah Abu Bakar sebagai penguatnya. Karena beliau dapat membuktikan implementasi keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan membenarkan peristiwa isra’ dan mi’raj, diwaktu tiada orang yang mempercayai Rasulullah SAW. Artinya, sifat shidiq ini lebih dekat pada kebenaran implementasi keimanan seseorang dalam mengarungi kehidupan. Benarkah imannya, atau dustakah ia? Meskipun tidak salah juga ketika mengartikan shidq dengan kejujuran, sebagaimana lawan katanya yaitu al-kadzib dengan kedustaan.

Para ulama sendiri, ketika diminta komentarnya mengenai makna dari Shidiq, mereka memiliki beragam gambaran, diantaranya adalah sebagai berikut :

• Shidiq adalah menyempurnakan amal untuk Allah.
• Shidiq adalah kesesuaian dzahir (amal) dengan bathin (iman). Karena orang yang dusta adalah mereka yang dzahirnya lebih baik dari bathinnya.
• Shidiq adalah ungkapan yang haq, kendatipun memiliki resiko yang membayahakan dirinya.
• Shidiq adalah perkataan yang haq pada orang yang ditakuti dan diharapkan.

Sidiq Merupakan Hakekat Kebaikan

Sidiq merupakan hakekat kebaikan yang memiliki dimensi yang luas, karena mencakup segenap aspek keislaman. Hal ini tergambar jelas dalam firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah 177:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya (bersifat sidiq) ; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Dalam ayat ini digambarkan dimensi yang dicakupi oleh sidiq yaittu meliputi keiamanan, menginfakkan harta yang dicintai, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji, bersabar dalam kesulitan dst. Oleh karena itulah, dalam ayat lain, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bersama-sama orang yang sidiq: (QS.9 : 119)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (sidiq). ”

Membaca Hadits-hadits Tentang Sidiq

Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihinnya menyebutkan enam hadits dalam bab sidiq. Dari keenam hadits tersebut dapat disimpulkan hal-hal bwerikut:

1. Bahwa sidiq itu menuntun seseorang menuju kebaikan, dan kebaikan akan membawanya ke surga. Hal ini digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ… (متفق عليه)
“Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda; ‘Sesungguhnya sidiq itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan membawanya ke dalam surga…’

2. Sementara itu lawan dari sidiq, yaitu kadzib meruapakan sumber dari keburukan:

وإن الكذب يهدي إلى الفجور، وإن الفجور يهدي إلى النار… (متفق عليه)
“Dan sesungguhnya kedustaan itu membawa kepada keburukan, dan keburukan itu membawa kepada api neraka.”

3. Sidiq merupakan ketenangan. Hal ini tergambar dari hadits Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْديِّ قَالَ قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَا حَفِظْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْهُ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ (رواه الترمذي)
Dari Abu Haura' As-Sa'dy, aku berkata kepada Hasan bin Ali ra, apa yang kamu hafal dari hadits Rasulullah SAW? Beliau berkata, aku hafal hadits dari Rasulullah SAW: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kebenaran membawa pada ketengangan dan dusta itu membawa pada keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi)

4. Sidiq merupakan perintah Rasulullah SAW. Hal ini dikatakan oleh Abu Sufyan ketika bertemu dengan raja Hirakleus:

عَنْ أَبِيْ سُفْيَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ هِرْقَلٌ فَمَاذَا يَأْمُرُكُمْ؟ قَالَ أَبُوْ سُفْيَانٌ، قُلْتُ يَقُوْلُ اعْبُدُوْا اللهَ وَحْدَهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، وَاتْرُكُوْا مَا يَقُوْلُ آبَاؤُكُمْ، وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَّةِ (متفق عليه)
“Apa yang dia perintahkan pada kalian?, Abu Sufyan menjawab, “Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, meninggalkan semua ajaran nenek moyang, mendirikan shalat, bersikap sidiq (jujur/ benar), sopan santun dan menyambung tali persaudaraan.”

5. Dengan sidiq seseorang akan mendapatkan pahala sesuatu yang dicita-citakannya, meskipun ia belum atau tidak dapat melakukan sesuatu yang menjadi cita-citanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَنْ سَأَلَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ، وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ (رواه مسلم)
“Barang siapa yang meminta kesyahidan kepada Allah SWT dengan sidiq (sebenar-benarnya), maka Allah akan menempatkannya pada posisi syuhada’, meskipun ia meninggal di atas ranjangnya.”

6. Sidiq akan mengantarkan seseorang pada keberkahan dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengemukakan:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبا مَحَقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (متفق عليه)
“Penjual dan pembeli keduanya bebas belum terikat selagi mereka belum berpisah. Maka jika benar dan jelas kedua, diberkahi jual beli itu. Tetapi jika menyembunyikan dan berdusta maka terhapuspah berkah jual beli tersebut.”

Siddiqin dan Saddiqat akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar

Dalam al-Qur’an dengan sangat jelas Allah memuji orang yang sidiq, baik dari kaum mu’minin maupun mu’minah. Bahkan Allah menjanjikan kepada mereka mendapatkan ampunan dan pahala yang besar. Dalam surat al-Ahzab (QS. 33: 35) Allah mengatakan:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Derajat Siddiqin bersama Para Nabi, Syuhada’ dan Shalihin

Selain mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, para siddiqin juga akan menempati posisi yang tinggi di sisi Allah kelak di akhirat. Mereka akan disatukan bersama para nabi dan orang-orang yang mati syahid, serta para shalihin. Allah berfirman: (QS. 4: 69)

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Posisi apakah yang paling mulia di akhirat kelak selain posisi para nabi dan syuhada’ serta orang-orang shaleh?. Hal ini menunjukkan betapa sidiq merupakan sifat yang sangat disukai Allah SWT. Jika tidak, tentu Allah tidak akan menjanjikan sesuatu yang sangat tinggi kepada mereka.

Sidiq Merupakan Sifat Para Nabi

Dalam al-Qur’an setidaknya Allah menyebutkan tiga nabi yang memiliki sifat siddiq ini. Yang pertama adalah Nabiullah Ibrahim as. Allah memujinya karena memiliki sifat ini: (QS. 19: 41)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.”

Kemudian yang kedua adalah Nabiullah Idris as. Allah juga memujinya dalam al-Qur’an karena memiliki sifat sidiq. Allah berfirman: (QS. 19: 56)

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.”

Adapun yang ketiga adalah Nabiullah Yusuf as. Beliau membuktikan kebenaran keimanannya kepada Allah dengan menolak ajakan Zulaikha untuk berbuat zina, meskipun disertai dengan ancaman: Allah berfirman (QS. 12: 51):

قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ اْلأَنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ
أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ
“Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar."

Ciri-ciri Orang yang Sidiq

Orang yang sidiq memiliki beberapa ciri, diantara ciri-ciri mereka yang Allah gambarkan dalam al-Qur’an adalah:

1. Teguh dan tegar terhadap apa yang dicita-citakan (diyakininya). Allah SWT mencontohkan dalam al-Qur’an, orang-orang yang sidiq terhadap apa yang mereka janjikan (bai’atkan) kepada Allah: (QS. 33: 23)
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلاً
“Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati (membenarkan) apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)”

2. Tidak ragu untuk berjihad dengan harta dan jiwa. Allah berfirman dalam al-Qur’an (QS. 49: 15)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”

3. Memiliki keimanan kepada Allah, Rasulullah SAW, berinfaq, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sabar. (QS. 2: 177)

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

4. Memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam. Allah mengatakan dalam al-Qur’an, (QS. 3: 101)

وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“…barang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus…”


Cara Mencapai Sifat Sidiq

Setelah kita melihat urgensitas sifat sidiq ini, maka setidaknya muncul dalam hati kita keinginan untuk melengkapi diri dengan sifat ini. Karena sifat ini benar-benar merupakan intisari dari kebaikan. Dan sifat ini pulalah yang dimiliki oleh sahabat yang paling dicintai Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar Asidiq. Penulis melihat ada beberapa cara yang semoga dapat membantu menumbuhkan sifat ini:

1. Senantiasa memperbaharui keimanan dan keyakinan kita (baca; ketsiqahan) kepada Allah SWT. Karena pondasi dari sifat sidiq ini adalah kuatnya keyakinan kepada Allah.

2. Melatih diri untuk bersikap jujur diamana saja dan kapan saja serta kepada siapa saja. Karena kejujuran merupakan karakter mendasar sifat sidiq.

3. Melatih diri untuk senantiasa membenarkan sesuatu yang datang dari Allah (Al-Qur’an dan sunnah) , meskipun hal tersebut terkesan bertentangan dengan rasio. Karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Sementara ijtihad manusia masih sangat memungkinkan adanya kesalahan.

4. Senantiasa melatih diri untuk komitmen dengan Islam dalam segala aspeknya; aqidah, ibadah, akhlaq dan syari’ah. Karena salah satu ciri siddiqin adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam:

وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“…barang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus…”

5. Sering mentadaburi ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah SAW mengenai sifat sidiq. Karena mentadaburi ayat dan hadits juga merupakan cara tersendiri yang sangat membekas dalam jiwa manusia.

6. Senantiasa membuka-buka lembaran-lembaran sejarah kehidupan salafu shaleh, terutama pada sikap-sikap mereka yang menunjukkan kesiddiqannya.

7. Memperbanyak dzikir dan amalan-amalan sunnah. Karena dengan hal-hal tersebut akan menjadikan hati tenang dan tentram. Hati yang seperti ini akan mudah dihiasi sifat sidiq.

Yang kita hawatirkan adalah munculnya sifat kadzib, sebagai lawan dari sidiq dalam jiwa kita. Karena tabiat hati, jika tidak dihiasi dengan sifat yang positif, maka ia akan terisi dengan sifat negatifnya. Oleh karena itulah, marilah kita menjaga hati kita dengan menjauhi sifat munafiq dan kedustaan, yang dapat menjauhkan kita dari sifat sidiq. Untuk kemudian berusaha setahap demi setahap untuk menumbuhkan sifat sidiq, agar kita dapat bersama-sama dengan para nabi, syuhada’ dan shalihin di akhirat kelak. Amiin.

Wallahu A’lam.
By. Rikza Maulan, Lc. M.Ag.


Sumber : http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-hadits/menggapai-derajat-siddiqin.htm



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.