Jumat, 11 November 2011

Ilmu Allah

Oleh: Tim dakwatuna.com

Kirim Print
Dalam asmaul husna, Allah swt. disebut sebagai Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Bahwasanya ilmu Allah tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang, ataupun besok, baik yang ghaib maupun yang nyata.

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi.”(QS. Al-Hajj: 70)

“Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hasyr: 22)

Tak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah swt. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah swt. “Di sisi-Nya segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang.” (QS. Al-An’am: 59)

Ilmu Allah swt. maha luas, tak terjangkau, dan tak terbayangkan oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang sudah dan akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk manapun tak akan bisa menyelami lautan ilmu Allah swt. Bahkan untuk mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Tentang tubuhnya sendiri saja, tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji.

Belum lagi tentang astronomi. Berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dan seterusnya. Jika kita menatap ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu. Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai miliknya pribadi, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki debu tak berarti. Jika saja ada manusia menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah swt. tak akan tertandingi sedikitpun jua.

Allah swt. menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah swt., dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah swt., niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan.

“Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al Kahfi: 109)

“Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Luqman: 27).

Allah swt. telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia. Itulah alam semesta atau al-kaun (universum). Simaklah firman Allah swt. berikut ini:

“Dia lah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasyr: 24).

Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah maupun kauniyah. Karena di sana terdapat lautan ilmu-Nya, serta dorongan untuk mengkaji maupun mengimplementasikannya. “Hai jama’ah jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.” (QS. Ar-Rahman: 33). Dengan ayat ini manusia akan mengerti jika ingin menembus langit diperlukan energi yang besar.

Maka dengan segala bahan-bahan yang ada di alam ini manusia harus mampu mengkonversi energi tersebut. Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya. Allah swt. telah menciptakan alam beserta isi dan sistemnya dan juga telah mengajarkannya kepada manusia. Dengan mencermati Al-Qur’an, akan melahirkan kajian-kajian yang lebih detail tentang keberadaan ciptaan-Nya.

Timbulnya ilmu pengetahuan disebabkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang berkemauan hidup bahagia. Dalam mencapai dan memenuhi kebutuhan hidupnya itu, manusia menggunakan akal pikirannya. Mereka menengadah ke langit, memandang alam sekitarnya dan melihat dirinya sendiri. Dalam hal ini memang telah menjadi qudrat dan iradat Nya, bahwa manusia dapat memikirkan sesuatu kebutuhan hidupnya. Telah tercantum dalam Al-Qur’an perintah Allah swt.: “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Yunus: 101).

Hasil dari pemikiran manusia itu melahirkan ilmu pengetahuan dengan berbagai cabangnya. Maka ilmu pengetahuan bukanlah musuh atau lawan dari iman, melainkan sebagai wasailul hayah (sarana kehidupan) dan juga nantinya yang akan membimbing ke arah iman. Sebagaimana kita ketahui, banyak ahli ilmu pengetahuan yang berpikir dalam, telah dipimpin oleh pengetahuannya kepada suatu pandangan, bahwa di balik alam yang nyata ini ada kekuatan yang lebih tinggi, yang mengatur dan menyusunnya, memelihara segala sesuatu dengan ukuran dan perhitungan.

Herbert Spencer dalam tulisannya tentang pendidikan, menerangkan sebagai berikut: “Pengetahuan itu berlawanan dengan khurafat, tetapi tidak berlawanan dengan agama. Dalam kebanyakan ilmu alam kedapatan paham tidak bertuhan (atheisme), tetapi pengetahuan yang sehat dan mendalami kenyataan, bebas dari paham yang demikian itu. Ilmu alam tidak bertentangan dengan agama. Mempelajari ilmu itu merupakan ibadat secara diam, dan pengakuan yang membisu tentang keindahan sesuatuyang kita selidiki dan kita pelajari, dan selanjutnya pengakuan tentang kekuasaany Penciptanya. Mempelajari ilmu alam itu tasbih (memuji Tuhan) tapi bukan berupa ucapan, melainkan tasbih berupa amal dan menolong bekerja. Pengetahuan ini bukan mengatakan mustahil akan memperoleh sebab yang pertama, yaitu Allah.”

“Seorang ahli pengetahuan yang melihat setitik air, lalu dia mengetahuinya bahwa air itu tersusun dari oksigen dan hidrogen, dengan perbandingan tertentu, dan kalau sekiranya perbandingan itu berubah, niscaya air itu akan berubah pula menjadi sesuatu yang bukan air. Maka dengan itu ia akan meyakini kebesaran Pencipta, kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya orang yang bukan ahli dalam ilmu alam, akan melihatnya tidak lebih dari setitik air.”

Manusia sejak zaman dahulu telah mengerahkan daya akal untuk menyelidiki rahasia serta mencari hubungannya dengan kebutuhan dan tujuan hidupnya di atas bumi ini. Maka lahirlah para ahli ilmu alam seperti astronom, meteorolog, geolog, fisikawan, dan sebagainya, beserta para ahli filsafatnya di bidang tersebut.

Penemuan di bidang astronomi menyebabkan kosmologi terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini statis, dari permulaan diciptakannya samapai sekarang ini tak berubah dan kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini dinamis, bergerak atau berubah.

Kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini dinamis ditunjang oleh ilmu pengetahuan modern. Menurut teori evolusi, pengembangan seperti dibuktikan oleh adanya red shift, ditafsirkan bahwa alam semesta ini dimulai dengan satu ledakan dahsyat. Materi yang terdapat dalam alam semesta itu mula-mula berdesakan satu sama lain dalam suhu dan kepadatan yang sangat tinggi, sehingga hanya berupa proton, neutron, dan elektron, tidak mampu membentuk susunan yang lebih berat. Karena mengembang, maka suhu menurun sehingga proton dan neutron berkumpul membentuk inti atom. Kecepatan mengembang ini menentukan macam atom yang terbentuk.

Para ahli ilmu alam telah menghitung bahwa masa mendidih itu tidak lebih dari 30 menit. Bila kurang artinya mengembung lebih cepat, alam semesta ini akan didominasi oleh unsur hidrogen. Apabila lebih dari 30 menit, berarti mengembung lambat, unsur berat akan dominan.

Selama 250 juta tahun sesudah ledakan dahsyat, energi sinar dominan terhadap materi, transformasi di antara keduanya bisa terjadi sesuai dengan rumus Einstein, E = mc2. Dalam proses pengembungan ini energi sinar banyak terpakai dan meteri semakin dominan. Setelah 250 juta tahun maka masa dari meteri dan sinar menjadi sama. Sebelum itu, tidak dibayangkan bahwa materi larut dalam panas radiasi, seperti garam larut di air.

Pada masa itu, setelah lewat 250 juta tahun, materi dan gravitasi dominan, terdapat differensiasi yang tadinya homogen. Bola-bola gas masa galaksi terbentuk dengan garis tengah kurang lebih 40.000 tahun cahaya dan masanya 200 juta kali massa matahari kita. Awan gas gelap itu kemudian berdifferensiasi atau berkondensasi menjadi bola-bola gas bintang yang berkontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi atau pemadatan itu maka suhu naik sampai 20.000.000 derajat, yaitu threshold reaksi inti, dan bintang itupun mulai bercahaya.

Karena sebagian dari materi terhisap ke pusat bintang, maka planet dibentuk dari sisa-sisanya. Yaitu butir-butir debu berbenturan satu sama lain dan membentuk massa yang lebih besar, berseliweran di ruang angkasa dan makin lama makin besar.

Proses kondensasi bintang pembentukan planet membutuhkan waktu beberapa ratus juta tahun. Kita mengetahui bahwa bulan bergerak menjauhi bumi, hal ini berarti bahwa beberapa milyar tahun yang lalu bumi dan bulan itu satu, dan bulan merupakan pecahan dari bumi yang memisahkan diri. Firman Allah swt.:

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman.” (QS. Al Anbiya: 30)

Konsep ini jelas menunjang teori kedinamisan alam semesta. Orang Rusia, berdasarkan umur batu bulan, telah menetapkan bahwa bulan berumur 4,5 milyar tahun.

Dalam mempelajari red shift, jarak diukur dengan tahun cahaya, bukan dengan kilometer. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik, sedangkan beberapa galaksi beberapa juta tahun cahaya jauhnya. Pada waktu kita memandang galaksi yang sangat jauh itu, sebetulnya kita sedang meneropong jauh ke masa yang silam. Dalam mempelajari galaksi yang jauhnya satu milyar tahun cahaya , sebetulnya membuktikan bahwa satu milyar tahun yang lalu alam semesta ini mengembung dengan kecepatan yang lebih tinggi dari sekarang. Hal ini berarti pula bahwa kita berada di alam semesta yang dinamis, bukan statis.

Lain dari itu penurunan kecepatan mengembung meramalkan bahwa pada suatu waktu pengembungan itu akan berhenti, kemudian berkontraksi, pada akhirnya kembali kepada situasi kepadatan seperti asalnya lebih kurang lima milyar tahun yang lalu.

Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa alam semesta ini mengembung dan mengempis. Untuk lebih lanjut perhatikan uraian George Gemov dalam bukunya The Creation of the Universe, hal. 36: “…bahwa tekanan raksasa yang terjadi pada permulaan sejarah alam semesta, adalah akibat dari suatu kehancuran yang terjadi sebelumnya , dan bahwa pengembungan yang sekarang ini sebenarnya hanyalah suatu gerak kembali yang elastis yang terjadi segera setelah tercapai kepadatan maksimun yang diizinkan.”

Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana besarnya tekanan yang tercapai pada kepadatan yang maksimum itu, tetapi menurut semua petunjuk tekanan itu sungguh-sungguh amat tinggi. Besar kemungkinan seluruh massa alam semesta yang mempunyai kemungkinan bentuk yang bagaimanapun dalam masa pra kehancuran telah dimusnahkan secara sempurna, dan bahwa atom-atom dan intinya telah dipecahkan menjadi proton, neutron, dan elektron serta partikel dasar lainnya, jadi tak ada satupun yang bisa dituturkan tentang masa alam sebelum pemadatan alam semesta itu. Segera setelah kepadatan massa alam semesta itu mencapai titik maksimum, kepadatan yang sangat tinggi itu hanya bertahan dalam waktu sebentar saja.

Segala sesuatu yang berada dalam alam semesta, adalah merupakan ciptaan (makhluk) Allah swt. sebegai refleksi dan manifestasi dari wujud Allah swt. dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Karena itu manusia tidak habis-habisnya mengagumi isi al-kaun ini terus mengambil pelajaran dan ibroh yang bermanfaat dari padanya.

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihtaanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS. Al Mulk: 3-4)

Tegaknya langit, keseimbangan benda-benda langit sesuai dengan ciptaan dan pengaturan dari Penciptanya.

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).” (QS. Ar Rahman: 7)

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidaka tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS. Faathir: 41)

Ayat di atas menyatakan adanya semacam penahan yang membawa kepada ketenangan benda-benda langit, meskipun benda-benda langit itu saling bergerak. Hal ini menunjukkan kenyataan kebenarannya terhadap umat manusia.

Para ahli fisika sudah cukup lama mengenal gaya gravitasi antara benda-benda bermassa yang bekerja secara luas dalam alam ini. Setelah Issac Newton pada tahun 1686 merumuskan hukum gravitasi, maka orang dapat dengan mudah memahami dan menerangkan berbagai peristiwa dalam jagat raya ini. Hukum-hukum Kepler yang sudah ada sebelum Newton, ternyata dapat dipahamkan sebagai akibat saja dari hukum gravitasi Newton tersebut.

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa universum itu berjalan dengan eksak, kokoh, teratur, rapi, dan harmonis, yang tidak akan ada habis-habisnya menjadi tantangan yang menakjubkan bagi manusia. Setelah beriman kepada Allah, maka menjadi mudah bagi kita untuk menerima bahwa hukum-hukum itu adalah sunatullah atau aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah bagi makhluk-Nya yang tidak berubah-ubah.

“Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS. Faathir: 43)

Demikianlah Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistemik. Maka Dia jualah yang paling tahu hakikat dan tujuan penciptaa-Nya, dan telah dikabarkannya ciptaan Allah swt. itu kepada manusia. Manusia telah diperintahkan untuk bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu memanfaatkannya. Dan agar manusia mampu mengenal pencipta-Nya serta mengagungkan-Nya; Dia lah Allah swt. tiada Tuhan selain-Nya. Dengan ilmu-Nya Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa yang telah diciptakan dengan proses terjadinya, sehingga manusia akan menjadi tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menyebar ke setiap penjuru ufuk kehidupan manusia. Dengan ilmunya manusia diharapkan menemukan kebenaran dan menjadikannya sebagai landasan kehidupan.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushshilat: 53)

Ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah

Allah swt. menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah (jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua, dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui ilham secara kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik makhluq hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayat-ayat kauniyah.

Wahyu dalam pengertian ishtilahi adalah: “kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang menjadi hudan (petunjuk) bagi umat manusia”, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir (min wara’ hijab) maupun yang diturunkan melalui malaikat Jibril, seperti firman Allah swt: “Tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seseorang (malaikat) lalu diwahyukan kepadaNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi maha Bijaksana” (QS. Asy Syura: 51)

Pengertian wahyu secara ishtilahi perlu dipertegas karena makna wahyu secara lughawi memiliki pengertian yang bermacam-macam, antara lain:
1. Ilham Fithri, seperti wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa untuk menyusukan Musa yang masih bayi.
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)…” (QS. Al-Qashash: 7).
2. Instink Hayawan, seperti wahyu yang diberikan kepada lebah untuk bersarang di bukit-bukit, pohon-pohon, dan dimana saja dia bersarang.
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia” (QS. An-Nahl: 68).
3. Isyarat, seperti yang diwahyukan oleh Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih pagi dan sore.
“Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang” (QS. Maryam: 11).
4. Perintah Allah kepada malaikat, untuk mengerjakan sesuatu seperti perintah Allah kepada malaikat untuk membantu kaum muslimin dalam Perang Badar.
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat; Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman…” (QS. Al Anfal: 12).
5. Bisikan syaitan
“…Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musrik.” (QS. Al-An’am: 121).
Dalam ayat tersebut ada kata layuhuna (mewahyukan) yang berarti membisikkan.
6. Hadits Qudsi, juga termasuk dalam wahyu (hadits yang maknanya dari Allah swt., sedangkan redaksinya dari Rasulullah saw.)
7. Hadits Nabawiy, (makna dan redaksinya dari Rasulullah saw.) karena pada hakekatnya apa saja yang berasal dari Rasulullah saw. mempunyai nilai wahyu.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dia; dan bertakwa-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya, untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah swt. berfirman: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq:1-5)

“Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Ar Ra’du: 3)

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian tanah yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ra’du: 4)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191)

Dengan mempelajari, mengamati, menyelidiki, dan merenungkan alam semesta (al-kaun) dengan segala isinya, manusia dapat melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Kosmologi, Astronomi, Botani, Meterologi, Geografi, Zoologi, Antropologi, Psikologi, dan sebagainya. Sedangkan dari mempelajari wahyu manusia melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti: Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, dan sebagainya.

Dengan memahami bahwa semua ilmu itu adalah dari Allah swt., maka dalam mendalami dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan pun (al-kaun) harus mengacu firman Allah swt. sebagai referensi, sehingga akan semakin meneguhkan keimanan. Selain itu penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terkendali serta mengenal adab.

Sebagai misal dalam dunia teknologi kedokteran, pengalihan sperma ke sebuah rahim seorang wanita –dalam proses bayi tabung– harus memperhatikan sperma itu diambil dari siapa diletakkan ke rahim siapa. Proses kesepakatan, perizinan juga harus jelas. Jangan sampai bayi lahir menjadi tidak jelas nasabnya.

Di bidang astronomi tidak boleh diselewengkan untuk meramal nasib, padahal antara keduanya tak ada hubungan sama sekali. Dalam hal menikmati keindahan alam, akan menjadi suatu kedurhakaan jika dalam menikmatinya dengan membangun vila-vila untuk berbuat maksiat. Namun seorang mukmin menjadikan alam semesta adalah untuk tafakur agar dekat dengan-Nya.

Konsep Kebenaran Ilmu

Wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) memiliki nilai kebenaran yang mutlak (al-haqiqah al-muthlaqah) karena langsung berasal dari Allah swt. dan Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap wahyu yang memungkinkan beberapa alternatif pemahaman tidaklah bersifat mutlak. Sedangkan ilmu yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran yang nisbi (realtif) dan tajribi (eksprimentatif) atau dengan istilah al-haqiqah at-tajribiyah.

Kebenaran yang mutlak harus dijadikan burhan atau alat untuk mengukur kebenaran yang nisbi. Jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi (relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah membuktikan bahwa suatu penemuan atau teori yang dianggap benar pada satu masa digugurkan kebenarannya pada masa yang akan datang. Hal itu disebabkan keterbatasan manusia dalam mengamati, menyelidiki, dan menyimpulkan segala fenomena yang ada dalam alam semesta. Oleh sebab itu jika terjadi pertentangan antara kesimpulan yang didapat oleh manusia dari al kaun dengan wahyu, maka yang harus dilakukan adalah menguji kembali kesimpulan tersebut, atau menguji kembali pemahaman manusia terhadap wahyu. Logikanya, wahyu dan alam semesta semuanya berasal dari Allah set. yang Mahabenar, mustahil terjadi pertentangan satu sama lain.

Hikmah mengimani ilmu Allah swt.

Pertama, membuat manusia sadar bahwa betapa tidak berarti dirinya dihadapan Allah swt., sebab seluruh ilmu yang dimiliki manusia adalah ibarat setitik air laut dibandingkan dengan air laut secara keseluruhan. Oleh karena itu manusia tidak ada alasan untuk sombong dan menjadikan ilmu menjadi penyebab kekufuran dan kedurhakaan kepada Yang Maha Mengetahui segalanya. Seharusnya manusia menjadikan ilmu untuk alat ber-taqarub kepada-Nya, sebagaimana perilaku para ulil albab.

Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah swt. sangat luas, tidak ada satupun –betapa pun kecil dan halusnya– yang luput dari ilmu-Nya, maka manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan amalan batinnya sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah swt.

Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah swt. akan menjadi terapi yang ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya. Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah swt. tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari, berusaha melaksanakan perintah dan larangan-Nya baik di tempat ramai maupun sunyi. Kita tidak lagi terpengaruh dengan “diketahui” atau “tidak diketahui” oleh orang lain untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari betapa Allah swt. Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar, memperhatikan apa yang kita lakukan di mana dan kapan saja.

Di zaman salafus saleh, kita masih ingat kisah seorang gadis shalihah dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh dagangannya untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih. Namun putrinya menolak. “Bukankah Khalifah Umar tidak melihat?” kata sang ibu. “Tapi Tuhannya Umar mengetahui, Bu!” kata putrinya. Tak disangka percakapan itu didengar Umar bin Khaththab. Maka gadis shalihah tersebut dipinang untuk putra Umar sang Khalifah. Dan kita pun tahu persis bahwa dari seorang wanita shalihah ini, akhirnya menurunkan seorang cucu yang menjadi tokoh besar dalam sejarah: Umar Bin Abdul ‘Aziz yang legendaris.

Juga kisah seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik tuannya. Suatu saat Umar bin Khaththab menguji kekuatan muraqabatullah-nya. Dikatakan kepada anak itu bahwa kambingnya akan dibeli dengan harga yang lebih. Namun anak itu menolak. “Kamu bisa mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan binatang buas,” kata Umar r.a. “Lantas di mana Allah?” tanya anak tersebut. Subhanallah..!.

Sebenarnya bagi seorang muslim yang sudah ber-iltizam akan selalu merasa tenang, bahagia karena segala amal kebaikannya, tidak akan dirugikan sedikitpun, baik diketahui ataupun tidak oleh orang lain, kerena dia yakin bahwa Allah swt. telah mengawasinya. Sehingga seorang mukmin sejati akan senantiasa beramal dengan ikhlas karena Allah swt. semata, bukan karena guru ngajinya, apalagi karena calon istri ataupun mertuanya.
Tidak bangga karena pujian, tidak merasa lemah karena celaan. Tetap semangat walau tak diketahui orang, tak takabur ketika dilihat banyak orang. Juga tak takut dengan kegagalannya, atau tak bangga diri dengan keberhasilannya. Apapun yang terjadi tak akan mengoncangkan jiwanya, atau merusak muamalah dengan saudaranya, atau bahkan membahayakan akidahnya.

“Dan katakanlah; bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/ilmu-allah/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.