Rabu, 19 Oktober 2011

Memerangi Kemungkaran

Oleh: Tim dakwatuna.com

Kirim Print
Dari Abi Sa’id Al-Khudri –semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)

Di antara kewajiban seorang mukmin adalah melakukan amrun bil-ma’ruf wa nahyun ‘anil-munkar (memerintahkan untuk melakukan kebajikan dan melarang melakukan kemungkaran). Rasulullah saw. menggambarkan pentingnya pekerjaan ini dalam hadits berikut ini.

“Perumpaan orang-orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan undian untuk menentukan siapa yang duduk di bagian atas dan siapa yang duduk di bagian bawah (dek). Orang-orang yang duduk di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka membutuhkan air. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan, “Sebaiknya kita membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.” Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka inginkan, maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun, jika mereka membimbingnya, maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula mereka yang ada di bawah.” (Bukhari)

Dengan sangat jelas, Allah swt. menyebut pekerjaan tersebut sebagai salah satu sifat yang harus melekat pada orang-orang beriman. Hal itu dijelaskan dalam ayat ini: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Untuk tercapainya tujuan-tujuan nahyi munkar itu, Islam mengiringi perintah tersebut dengan beberapa aturan. Karena, mencegah kemungkaran ditujukan untuk menyelamatkan dan mewujudkan yang maslahat atau yang lebih maslahat. Bukan sebaliknya.

Syarat pelaku amar makruf nahyi munkar

Syaikh Abdul Qadir Audah –rahimahullah– menyebutkan tiga syarat yang disepakati oleh para ulama yang harus ada pada setiap pelaku amar makruf dan nahyi munkar. Ketiga syarat itu adalah: mukallaf, memahami, dan bebas dari tekanan; mengimani agama Islam; dan memiliki kemampuan untuk melakukan amar makruf dan nahyi munkar itu. Jika tidak, maka kewajibannya adalah menolak dengan hati.

Ada pun syarat yang tidak semua ulama menyepakatinya adalah: pertama, sifat ‘adalah, yakni sifat shalih, takwa, dan terpercaya. Tentang ini, Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika amar ma’ruf dan nahyi munkar hanya dilakukan oleh orang yang sempurna segala sesuatunya, maka niscaya tidak akan ada seorang pun yang melakukannya.” Kedua, izin imam (pemimpin). Ini juga termasuk yang diperselisihkan. Jumhur ulama tidak mensyaratkan hal ini.

Syarat pelaksanaan nahyi munkar

Ada dua syarat pelaksanaan nahyi munkar. Pertama, ada atau terjadinya kemungkaran. Kemungkaran adalah segala kemaksiatan yang diharamkan atau dilarang oleh Islam. Kedua, kemungkaran yang dimaksud hadits di atas dan wajib diperangi adalah perbuatan yang secara qath’i (tegas, eksplisit) dinyatakan sebagai kemungkaran dalam Al-Qur’an atau Sunnah, atau berdasarkan ijma’ dan bukan yang diperselisihkan. Kemungkaran-kemungkaran yang qath’i itu adalah yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai fahsya atau munkar, seperti zina, mencuri, riba, dan melakukan kezhaliman.

Juga termasuk kemungkaran qath’i yang disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai al-mubiqat (hal-hal yang membinasakan), seperti yang diuraikannya dalam hadits berikut. “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu?” Rasulullah saw. menjelaskan, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara haq, makan riba, makan harta yatim, lari dari gelanggang saat jihad, dan menuduh zina kepada wanita suci.” (Muslim, Abu Dawud, dan Baihaqi)

Kemungkaran itu tampak karena dilakukan secara terbuka dan bukan hasil dari tajassus (mencari-cari kesalahan). Sebab Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kamu jika mencari-cari aurat (kesalahan-kesalahan) manusia, maka kamu menghancurkan atau nyaris menghancurkan mereka.” (Shahih Ibnu Hibban)

Tahapan-tahapan pelaksanaannya

Para ulama memberikan arahan agar dalam pelaksanaan menghilangkan kemungkaran diambil langkah-langkah seperti berikut:

Pertama, melakukan penyadaran dan pemahaman. Allah swt. Berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Taubah: 115)

Kedua, menyampaikan nasihat dan pengarahan. Jika penjelasan dan informasi tentang ketentuan-ketentuan Allah yang harus ditaati sudah disampaikan, maka langkah berikutnya adalah menasihati dan memberikan bimbingan. Cara ini dilakukan Rasulullah terhadap seorang pemuda yang ingin melakukan zina dan terhadap orang Arab yang kencing di Masjid.

Ketiga, peringatan keras atau kecaman. Hal ini dilakukan jika ia tidak menghentikan perbuatannya dengan sekadar kata-kata lembut dan nasihat halus. Dan ini boleh dilakukan dengan dua syarat: memberikan kecaman hanya manakala benar-benar dibutuhkan dan jika cara-cara halus tidak ada pengaruhnya. Dan, tidak mengeluarkan kata-kata selain yang yang benar dan ditakar dengan kebutuhan.

Keempat, dengan tangan atau kekuatan. Ini bagi orang yang memiliki walayah (kekuasaan, kekuatan). Dan untuk melakukan hal ini ada dua catatan, yakni: catatan pertama, tidak secara langsung melakukan tindakan dengan tangan (kekuasaan) selama ia dapat menugaskan si pelaku kemungkaran untuk melakukannya. Jadi, janganlah si pencegah kemungkaran itu menumpahkan sendiri khamer, misalnya, selama ia bisa memerintahkan peminumnya untuk melakukannya. Catatan kedua, melakukan tindakan hanya sebatas kebutuhan dan tidak boleh berlebihan. Jadi, kalau bisa dengan menarik tangannya, tidak perlu dengan menarik jenggotnya.

Kelima, menggunakan ancaman pemukulan. Ancaman diberikan sebelum terjadi tindakannya itu sendiri, selama itu mungkin. Dan ancaman tentu saja tidak boleh dengan sesuatu yang tidak dibenarkan untuk dilakukan. Misalnya, “Kami akan telanjangi kamu di jalan,” atau “Kami akan menawan isterimu,” atau “Kami akan penjarakan orangtua kamu.” (Lebih jauh lihat Fahmul-Islam Fi Zhilalil-Ushulil-‘Isyrin, Jum’ah Amin ‘Abdul-‘Aziz, Darud-Da’wah, Mesir).

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah merahmatinya– menjelaskan akhlak amar ma’ruf dan nahyi munkar sebagai berikut:

* Amal seseorang tidak dapat dikatakan shalih jika dilakukan tanpa ilmu dan pemahaman. Umar bin Abdul Aziz pernah mengatakan, “Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka kerusakannya akan lebih besar dari pada kebaikannya.”

* Yang termasuk perbuatan baik adalah melakukan amar dan nahyi berdasarkan jalan lurus, yakni keridhaan Allah swt.

* Amar dan nahyi harus dilakukan secara lemah lembut. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah sikap lemah lembut dalam sesuatu melainkan membuatnya indah. Dan tiadalah sikap kasar dalam sesuatu melainkan membuatnya buruk.” (Muslim dan Ibnu Majah)

* Seorang mukmin haruslah bersifat penyantun dan penyabar dalam menerima cobaan. (lihat Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar, Ibnu Taimiyyah)

Sedangkan Imam Ibnul Qayyim menegaskan, “Bila yang akan terjadi –dengan nahyi munkar itu- semakin kuat dan semakin hebatnya kemungkaran, maka melakukannya dilarang dan jika engkau melakukannya maka engkau berdosa.” Ini menegaskan bahwa untuk melaksanakan perintah Allah, khususnya amar ma’ruf dan nahyi munkar, harus memakai akhlak yang diajarkan-Nya dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Allahu a’lam.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/memerangi-kemungkaran/



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.