Oleh: Tim dakwatuna.com
Rasulullah
saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan
(menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu
bakar.” (Abu Daud).
Dengki (hasad), kata Imam
Al-Ghazali, adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang
lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu. Dengki
dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas,
kalah pengaruh, atau kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang
dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah
pengikut. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang
dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab
mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat
kenikmatan pasti didengki).
Hadits itu menegaskan
kepada kita bahwa dengki itu merugikan. Yang dirugikan bukanlah orang
yang didengki, melainkan si pendengki itu sendiri. Di antara makna
memakan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam hadits di atas,
dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan
(nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab
kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki
dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki
itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang
yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki
bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, “Ia
merugi dunia dan akhirat.” (‘Aunul Ma’bud juz 13:168)
Hilangnya
pahala itu hanyalah salah satu bentuk kerugian pendengki. Masih banyak
kebaikan-kebaikan atau peluang-peluang kebaikan yang akan hilang dari
pendengki, antara lain:
Pertama, mengalami
kekalahan dalam perjuangan. Orang yang dengki perilakunya sering tidak
terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik,
mendiskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu
ia membayangkan akan merusak citra, kredibilitas, dan daya tarik orang
yang didengkinya. Dan sebaliknya, mengangkat citra, nama baik dan
kredibilitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Jabir dan Abu Ayyub Al-Anshari,
mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun
yang menghinakan seorang muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai
harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan
orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan-Nya.
Dan tidak seorang pun yang membela seorang muslim di tempat yang padanya
ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan
membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan
pembelaan-Nya.” (Ahmad, Abu Dawud, Ath-Thabrani)
Kedua,
meruntuhkan kredibilitas. Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan
kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, dan demarketing
kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh
olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata
terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah
“satu frekuensi” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang
mencoba melakukan tabayyun, cari informasi pembanding, dan berusaha
berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian
itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu
kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata
tidak senang dengan fitnah, isu murahan, atau intrik-intrik pecundang.
Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik
dan tidak mengundang keberpihakan.
Orang yang banyak melakukan
provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat
di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam
hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu
yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek
apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata
pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat
akalnya suka cara-cara seperti itu?
Ketiga, mencukur gundul
agama. Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit
umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang
akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur
rambut, melainkan mencukur agama.” (At-Tirmidzi)
Islam adalah
rahmat bagi sekalian alam. Akan tetapi Islam yang dibawa oleh orang yang
di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan rahmatnya
oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar
menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan
bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun
terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apatah lagi untuk membantu dan
mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam
yang dibawanya tidak produktif dengan kebaikan alias gundul.
Keempat,
menyerupai orang munafik. Perilaku dan sikap pendengki mirip perilaku
orang-orang munafik. Di antara perilaku orang munafik adalah selalu
mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang
didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan
dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan perilaku itu
sebagai perilaku orang munafik. Abi Mas’ud Al-Anshari –semoga Allah
meridhainya– mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat
mulai memberikan infaq. Ketika ada orang muslim yang memberi infaq dalam
jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika
ada orang muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan
bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat
79 At-Taubah. (Bukhari dan Muslim)
Benarlah ungkapan seorang ulama salaf: “Al-hasuudu laa yasuud (pendengki tidak akan pernah sukses).” (Kasyful-Khafa 1:430).
Kelima,
tidak mampu memperbaiki diri sendiri. Orang yang dengki, manakala
mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan cenderung
mencari-cari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang
kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi). Semakin larut
dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan
semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu
saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak
dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang
didambakannya.
Keenam, membuat gelap mata dan tidak dapat melihat
kebenaran. Dengki membuat pengidapnya tidak dapat melihat kelemahan dan
kekurangan diri sendiri; dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak
lain. Akibatnya, jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam
tertutup mega kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang
dilakukan, dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan
didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya, dia tidak dapat
melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
“Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling
baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang- orang yang mempunyai akal.”
(Az-Zumar:18)
Ketujuh, membebani diri sendiri. Orang yang
membiarkan dirinya dikuasai oleh iri dengki hidupnya menanggung beban
berat yang tidak seharusnya ada. Bayangkan, setiap melihat orang lain
yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi
tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk
tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan dengki,
marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan
negatif lainnya. Enakkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Tentu
saja menyesakkan. Dalam bahasa Al-Qur’an, bumi yang luas ini dirasakan
sumpek. Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan
penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki.
Bila dia tidak dihilangkan akan mengundang penyakit-penyakit lainnya.
Maha Benar Allah yang telah berfirman, “Di dalam hati mereka ada
penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).”
(Al-Baqarah: 10)
Betapa sulitnya kita menghimpun kebaikan dan
meraih kemenangan. Maka janganlah diperparah dan dipersulit dengan
membiarkan dengki menguasai hati kita. Mari berlomba dalam kebaikan.
Allahu a’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/dengki-penghancur-kebaikan/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 23 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar