Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
dakwatuna.com -
Dari pengamatan terhadap sejarah orang-orang yang tersesat di muka
bumi dan dengan melakukan pembahasan ilmiah terhadapnya, dapat
disimpulkan bahwa penyebab utama kesesatan aqidah adalah tiga hal:
1. Penyimpangan pemikiran dari manhaj berpikir yang benar menurut Islam.
2. Penyimpangan jiwa dari manhaj mental-perilaku yang lurus.
3.
Kelemahan iradah (kemauan/kehendak) di hadapan dominasi politik, atau
dominasi sosial, atau dominasi spiritual, atau kelemahan iradah di
hadapan orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh, sehingga ia mampu
menggiring mereka yang lemah iradah ini kepada kesesatan.
1. Penyimpangan Pemikiran dari Manhaj Berpikir yang Benar
Aqidah
di dalam Islam tidak boleh masuk ke dalam hati atau jiwa seseorang
kecuali setelah melalui proses seleksi yang benar dengan menggunakan
metode yang ditetapkan oleh Allah swt. Namun banyak manusia yang
menjadikan begitu saja dugaan-dugaan atau khayalan mereka menjadi aqidah
yang mereka yakini tanpa melalui proses seleksi yang tepat sehingga
aqidah mereka tidak didasari oleh ilmu.
Penyimpangan pemikiran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.a. Ghurur (merasa diri besar) dan Silau dengan Pendapat Sendiri
Bisa
jadi ada sebuah lintasan pikiran atau ide dalam benak seseorang lalu
karena merasa dirinya hebat maka ide mentah itu menjadi luar biasa
menurutnya, lalu tanpa mengujinya dengan metode yang benar langsung
dijadikannya sebagai aqidah yang menjadi keyakinannya. Kemudian
pemikiran yang sesat ini ia sebarkan di kalangan awam yang lemah metode
berpikirnya dengan ucapan yang dihiasi hujjah palsu atau menggunakan
kekuatan pribadinya sehingga mereka menjadi para pengikutnya yang setia.
1.b. Kelemahan Akal dan Menerima begitu saja Pemikiran Sesat yang Dikatakan
Di
sebuah komunitas masyarakat biasanya muncul pemikiran yang menyimpang
dari jalan yang lurus. Sering kali pemikiran sesat ini mendapat sambutan
masyarakat disebabkan oleh keterbelakangan pola pikir mereka, kemudian
dengan berlalunya zaman yang panjang pemikiran ini menjadi aqidah
masyarakat tersebut yang diwarisi turun temurun dan tidak dapat
didiskusikan lagi. Mungkin juga aqidah sesat ini tidak muncul dengan
sendirinya, tapi direkayasa oleh pihak tertentu yang mengambil
keuntungan dari kesesatan mereka.
Keterbelakangan pola pikir dan
kelemahan akal ini biasanya menjadi sebab penyebaran aqidah sesat di
masyarakat-masyarakat kuno atau terbelakang yang jauh dari pusat ilmu
dan peradaban.
1.c. Ta’ashub & Taqlid Buta
Seseorang
yang hidup dalam lingkungan sebuah masyarakat tertentu, pasti di sana ia
memperolah banyak informasi dan keterampilan, juga beragam kebiasaan
dan perilaku. Perolehan dari lingkungan ini ada yang benar dan ada yang
salah. Namun karena ia berasal dari daerah tersebut, terbentuklah
perasaan ‘sudah biasa’ atau ‘akrab’ dengan semua itu tanpa peduli benar
atau salah. Ketika ia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakatnya
boleh jadi terbentuk perasaan ta’ashub (fanatisme) terhadap keluarga,
masyarakatnya, dan semua adat kebiasaan serta keyakinan mereka tanpa
memberi kesempatan kepada akal sehatnya untuk merenungkan dan
mendiskusikan kebenaran keyakinan masyarakatnya dengan timbangan yang
benar.
Dengan kata lain bahwa banyak aqidah yang diyakini oleh
berbagai bangsa di dunia ternyata adalah aqidah turun temurun dan dapat
terpatri dalam jiwa hanya disebabkan oleh ta’ashub terhadap pendahulu
atau nenek moyang mereka, baik yang memiliki landasan yang benar maupun
tidak. Dan dari pengamatan, ternyata banyak sekali bangsa yang tidak
memiliki hujjah sama sekali atas kepercayaan yang mereka yakini selain
alasan kepercayaan yang sudah temurun kemudian mereka ikuti dan mereka
bersikap ta’ashub terhadapnya.
Bangsa-bangsa tersebut diantaranya
adalah bangsa-bangsa penyembah berhala atau penganut polytheisme di
dataran Cina, India, Afrika, dan tempat-tempat lain. Seharusnya
kepercayaan paganisme khurafat seperti itu tidak mungkin bertahan di era
ilmu pengetahuan dan peradaban sekarang ini, ia hanya dapat hidup di
zaman kegelapan yang jauh dari ilmu dan pola pikir yang benar.
Satu-satunya yang memberi kekuatan bagi kepercayaan berhala khurafat itu
untuk hidup di zaman moderen ini hanyalah taqlid buta dan ta’ashub para
pemeluknya terhadap kepercayaan nenek moyang mereka.
Bangsa Arab
sebelum dan pada permulaan Rasulullah saw diutus termasuk ke dalam
kelompok ini. Ketika beliau saw mengajak mereka kepada tauhid dengan
logika yang mengalahkan argumentasi mereka, Al-Quran mengabadikan
jawaban mereka:
Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami
mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami
orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.
(Az-Zukhruf (43): 22).
Oleh karenanya, Al-Quran menjatuhkan alasan ini dan menyatakannya sebagai argumentasi yang tidak dapat diterima akal sehat:
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah (2): 170).
Maksudnya:
“Masuk akalkah kalau mereka berpegangteguh dengan keyakinan nenek
moyang hanya karena alasan taqlid tanpa berpikir sama sekali?!
Seandainya nenek moyang mereka tersesat, apakah tetap akan diikuti,
padahal mereka telah merasakan kehancuran?!
1.d. Kultus Individu atau Berlebihan dalam Menghormati Tokoh
Dalam
setiap ummat biasanya muncul tokoh yang dihormati karena ketaqwaannya,
keilmuannya, atau pengorbanannya, … Kadang penghormatan ini berubah
menjadi kultus bagi sebagian masyarakat awam yang lemah pola pikirnya
atau mereka yang jahil sampai pada tingkat menjadikan tokoh mereka
sebagai tuhan atau seperti tuhan. Mungkin juga kesesatan ini didukung
oleh “para cendekiawan” yang memanfaatkan kesesatan masyarakat demi
kepentingan mereka.
Diantara ummat yang kemudian menyekutukan
Allah dengan mempertuhankan tokoh mereka adalah ummat Nasrani yang
menuhankan Nabi Isa putra Maryam alaihimassalam, atau ummat Nabi Nuh
yang mempertuhankan orang-orang shalih terdahulu yang mereka buat
patung-patunya, yakni: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.
Dan
mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”.
(Nuh (71): 23).
1.e. Filsafat Pemikiran yang Keliru
Akal
manusia semata betapapun hebatnya tidak akan mampu mengetahui hakikat
zat atau bentuk sesuatu yang ghaib tanpa informasi yang shahih dari
wahyu yang pasti kebenarannya.
Hal ini karena akal manusia tidak
akan dapat menganalisa, merangkai, atau mengkhayalkan sesuatu kecuali
bila bahan-bahannya sudah ada dalam memori otaknya. Sedangkan
bahan-bahan itu tidak akan ada dalam memori kecuali melalui interaksi
panca indra kita dengan alam nyata. Padahal alam ghaib tidak pernah
‘diakses’ oleh panca indra sama sekali. Sebagai contoh: kita tidak
mungkin meminta orang yang buta sejak lahir untuk mengkhayalkan warna
biru, dan kalau ia memaksakan diri mengkhayalkannya pastilah khayalannya
itu keliru, karena ia sama sekali tidak pernah melihat warna apapun
sehingga tidak ada bahan dasar untuk mengkhayalkannya. Orang yang tuli
sejak lahir tidak akan mampu menganalisa atau mengkhayalkan suara musik
tertentu karena ia tidak pernah mendengar apapun sehingga tidak ada
bahan-bahan untuk menganalisa atau mengkhayalkannya…
Begitulah
kita melihat kesesatan aqidah muncul akibat akal yang dijadikan hakim
penentu keimanan kepada yang ghaib tanpa mau melihat dan mengikuti
petunjuk wahyu yang dibawa oleh para Rasul as.
Demikian pula
tidak benar menurut akal sehat apabila yang ghaib dianalogikan
sepenuhnya dengan alam nyata karena adanya banyak kemungkinan perbedaan
yang amat besar antara keduanya dalam hukum-hukumnya, sehingga ia tidak
dapat diketahui oleh panca indra. Semua analisa terhadap yang ghaib
dengan menggunakan hukum-hukum alam dunia ini menurut akal sehat adalah
analisa dan analogi yang keliru.
Mereka yang menganalogikan Allah
swt dengan makhluk-Nya dalam Zat dan Sifat-Nya tanpa peduli dengan
arahan wahyu, pasti ia akan terjatuh pada kesesatan tasybih (menyamakan
Allah dengan makhluk) lalu mengatakan atau membayangkan Dia sebagai
jasad yang memiliki batas-batas dan bentuk tertentu seperti makhluk–
Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Atau mereka
membayangkan bahwa Allah swt adalah ruh yang perlu menyatu dengan jasad
makhluk tertentu dalam bentuk manusia, hewan, tumbuhan atau benda mati.
Seperti kesesatan Nasrani yang mengatakan Tuhan bersatu dengan Isa
alaihissalam, atau beberapa firqah (kelompok) yang mengaku muslimin
tetapi sesungguhnya telah murtad karena meyakini aqidah wahdatul wujud
(Allah menyatu dengan imam mereka yang mereka kultuskan)
Atau
seperti mereka yang mengatakan Allah seperti makhluk yang juga mempunyai
istri, anak atau kebutuhan lain…. – Maha Suci Allah dari apa yang
mereka katakan.
Seandainya mereka yang tersesat itu mau mendengar
arahan wahyu melalui lisan Rasul-Nya pasti mereka akan mengatakan
seperti ucapan seorang mukmin yang mengakui keterbatasan akalnya:
كُلُّ مَا خَطَرَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ.
Apapun yang terlintas dalam benakmu, pasti Allah tidak seperti itu.
Karena
mengkultuskan akal dalam memikirkan yang ghaib, para filosuf terjatuh
pada kesesatan menganggap hari akhirat hanya merupakan alam ruh saja.
Dengan sebab itu pula penganut ideologi materialisme dan Dahriyyun
mengingkari hari akhir.
Seandainya mereka mau berpikir dan
mengakui keterbatasan akal mereka, pastilah mereka akan mengatakan:
“Sesungguhnya akal kami terbatas dengan batasan yang dimiliki panca
indra, karenanya dengan akal semata kami tidak akan mampu mengkhayalkan
bentuk yang ghaib dengan benar. Maka kami menerima semua informasi yang
ghaib dari para Nabi dan Rasul yang pasti benar karena mereka didukung
oleh mukjizat dan bukti ilmiah nyata tentang kebenaran pengakuan
kenabian atau kerasulan mereka.”
Benarlah apa yang dikatakan Imam Syafi’i rahimahullah:
إِنَّ لِلْعَقْلِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ كَمَا أَنَّ لِلْبَصَرِ حَدًّا يَنْتَهِيْ إِلَيْهِ.
Sesungguhnya akal itu memiliki batas akhir seperti penglihatan yang juga memiliki batas akhir.
2. Penyimpangan Jiwa dari Mental-Perilaku yang Lurus
Ada
beberapa kelompok masyarakat tersesat bukan karena ketidaktahuan mereka
tentang kebenaran atau bukan karena mereka memiliki pola pikir yang
menyimpang, tapi kesesatan mereka disebabkan karena mereka lari dari
kebenaran yang sudah mereka ketahui demi memenuhi keinginan hawa nafsu.
Ketika seseorang sudah lari dari kebenaran, maka ia akan berusaha
menganut paham kebatilan untuk menggantikan kebenaran yang ia hindari
dan terus menerus berupaya keras membuat dirinya dan orang lain menerima
kebatilan itu hingga akhirnya dianggap sebagai kebaikan. Ia melakukan
hal ini, karena bagaimanapun pemikiran dan aqidah yang lurus itu akan
menghalangi dirinya untuk mengikuti hawa nafsu, maka ia berusaha
menggantinya dengan pemikiran dan aqidah yang sesat agar tidak terjadi
kontradiksi atau perang batin antara hawa nafsu dengan prinsip hidupnya.
Maka hawa nafsu yang dibantu oleh syaithan menghiasi perbuatan buruk
agar terlihat baik, dengan mencari-cari alasan pembenaran meskipun amat
jauh sampai keburukan itu betul-betul diterima sepenuhnya oleh jiwa dan
tanpa memikirkan argumentasi lagi. Manusia yang sampai pada kondisi jiwa
seperti ini benar-benar terjatuh kepada mentalitas dan perilaku
terendah – semoga Allah melindungi kita darinya.
Dan bacakanlah
kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat
Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri
dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia
tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau
Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami, maka ceritakanlah (kepada mereka)
kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Al-A’raf (7): 175-176).
Jika
saja orang seperti itu menggunakan akal sehatnya dan berusaha untuk
berperilaku lurus, maka ia akan menghilangkan perang batin di dalam
dirinya justru dengan menguatkan aqidah kebenaran dan memenuhi
keinginan-keinginannya dengan cara yang halal serta mengarahkan
keinginan melakukan yang haram dengan merasakan kenikmatan melaksanakan
kewajiban dan ketinggian akhlaq. Penelitian dan pengalaman menunjukkan
bahwa kelezatan melaksanakan kewajiban dan komitmen dengan perbuatan
mulia jauh melebihi kenikmatan hawa nafsu rendah dan lebih menenangkan
jiwa.
Penyimpangan mental perilaku ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
2.a. Hasad (Dengki)
Adalah
salah satu penyakit jiwa yang amat buruk yang mendorong orang untuk
melecehkan kebenaran dan mengingkarinya meskipun kebenaran itu didukung
oleh argumentasi dan bukti yang amat jelas.
Hasad ditambah
ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu) menjadi faktor utama pengingkaran
dan pembangkangan serta makar Yahudi terhadap kebenaran yang dibawa oleh
Nabi Isa as. Oleh karenanya mereka berusaha untuk membunuh Nabi Isa as –
namun Allah swt menyelamatkan beliau – sebagaimana telah mereka lakukan
terhadap nabi-nabi Bani Israil lainnya alaihimussalam.
Dan
sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan
Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul,
dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa
putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus (Jibril). Apakah
setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang
tidak sesuai dengan keinginan (hawa nafsu) mu lalu kamu menyombong; maka
beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang
lain) kamu bunuh? (Al-Baqarah (2): 87).
Hasad juga yang menjadi
penyebab utama permusuhan Yahudi terhadap Rasulullah saw sehingga mereka
melakukan berbagai makar terhadap beliau dan dakwahnya, kemudian makar
itu terus berlanjut sepanjang sejarah Islam dari khilafah Abu Bakar
sampai hari ini.
Ahbar (para tokoh agama) Yahudi hasad kepada
Nabi Isa karena mereka khawatir Nabi Isa merebut kepemimpinan agama yang
sedang mereka pegang atas Bani Israil yang dengan kepemimpinan itu
mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Sedangkan
hasad semua Yahudi – kecuali yang masuk Islam – kepada bangsa Arab di
masa Rasulullah saw adalah karena mereka telah menanti seorang nabi
untuk memerangi bangsa Arab yang menyembah berhala, namun justru bangsa
Arab malah beriman kepada Nabi Muhammad saw, maka mereka mengingkari
Nabi yang telah mereka ketahui kedatangannya sebelumnya.
Dan
setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa
yang ada pada mereka , padahal sebelumnya mereka biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka
setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu
ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar
itu. (Al-Baqarah (2): 89).
Sebahagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan
biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya . Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah (2): 109).
2.b. Kecenderungan Jiwa yang Menuntut Pemenuhan dengan Cara Menyimpang
Akibat
pendidikan yang rusak atau jauh dari manhaj Islam, sangat mungkin
tumbuh dalam diri manusia kecendrungan yang tidak wajar seperti
tumbuhnya virus jahat dalam tubuh, lalu ia menyebar dan menguasai
jiwanya. Bila demikian maka orang ini akan kehilangan keseimbangan
kemanusiaannya yang normal dan akalnya seperti tidak mau lagi mengakui
kebenaran. Kecerdasannya lalu diarahkan untuk melakukan kelicikan dan
keculasan demi memenuhi keinginan jiwa yang telah menyimpang itu.
Orang
seperti ini akan menyembelih akhlaq mulia dengan dalih kebaikan,
melakukan kejahatan dengan syiar kemanusiaan, dan menghancurkan bangunan
al-haq dengan alasan memberantas kebatilan. Bila ada ayat Al-Quran atau
hadits Rasulullah saw menghadang di depannya, ia akan mengingkarinya
atau menafsirkannya sesuai hawa nafsunya.
Golongan atau kelompok
masyarakat yang mengidap penyakit ini diantaranya adalah para penganut
paham ibahiyyah (permissif/serba boleh), juga mereka yang mengingkari
Allah atau hari akhir, atau orang-orang yang mengaku nabi, atau bahkan
menyatakan dirinya tuhan seperti terjadi dalam beberapa episode sejarah.
2.c. Al-Kibr (Sombong)
Kesombongan
yang menguasai jiwa seseorang menyebabkan ia berani menolak kebenaran
dan melecehkan para pendukung kebenaran. Lalu ia mencari paham kebatilan
dan berusaha menghiasinya dengan argumentasi palsu yang tidak berdasar
sama sekali.
الكِبْرُ بَطَرُ الحقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ (رواه مسلم
Kesombongan itu sikap menolak kebenaran dan melecehkan orang lain. (HR. Muslim).
Aku
akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika
melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya, dan jika
mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus
memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan
ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (Al-A’raf (7):
146).
Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang
ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam
dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka
sekali-kali tiada akan mencapainya. Maka mintalah perlindungan kepada
Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Al-Mu’min
(40): 56).
2.d. Dendam Kesumat
Daulah Islam pernah selama
berabad-abad mencapai kekuatannya yang amat besar dengan kebenaran dan
keadilan yang dibawanya dalam jihad. Seiring dengan itu ada negara
dengan aqidah sesatnya yang tersingkir seperti Imperium Persia yang
kemudian sebagian rakyatnya masuk Islam dengan keikhlasan. Namun ada
pula unsur-unsur diantara mereka yang menyimpan dendam kesumat terhadap
Islam dan kaum muslimin karena mereka masih kuat rasa ashabiyahnya
terhadap negara dan aqidah mereka namun tidak berani melawan secara
terang-terangan.
Dendam kesumat ini melahirkan berbagai makar dan
persekongkolan jahat terhadap Islam dan kaum muslimin sejak dulu hingga
kini. Ada yang melakukan perang pemikiran dengan cara-cara licik untuk
menyesatkan kaum muslimin dari aqidah yang benar sehingga ummat Islam
berpecah belah karena aqidahnya terkena polusi. Ada pula yang melakukan
perang secara fisik dengan pengerahan kekuatan demi menghancurkan
kekuatan Islam. Mereka yang menyimpan dendam ini amat khawatir terhadap
kemurnian aqidah ummat Islam yang akan menimbulkan kembalinya persatuan
mereka kembali.
2.e. Motivasi Politis
Beberapa faktor
penyimpangan jiwa boleh jadi terkumpul manjadi satu dan membentuk
motivasi politis berupa keinginan kuat untuk menjadi penguasa. Motivasi
politis ini mendorong pemiliknya untuk mencapai kekuasaan dengan
menghalalkan segala cara. Seringkali mereka menganggap aqidah yang benar
dalam hati manusia yang beriman sebagai penghalang terbesar hawa nafsu
mereka. Oleh karenanya, mereka lantas menyebarkan aqidah sesat seperti
atheisme atau permissivisme ke tengah-tengah masyarakat agar memberi
dukungan. Kadang kala mereka menggunakan lembaga-lembaga ilmu
pengetahuan untuk membungkus motivasi mereka dengan kedok ilmiah dan
menipu para pelajar dan mahasiswa.
Ketika mereka sudah berkuasa
biasanya kekuasaan itu mereka gunakan untuk menyesatkan aqidah
masyarakat seperti yang dilakukan oleh Namrudz di masa Ibrahim as, atau
Fir’aun di masa Musa as.
Sangat mungkin pula mereka yang ingin
meraih kekuasaan kemudian menciptakan agama atau ideologi baru dengan
kemasan yang menarik orang-orang yang juga memiliki kelainan jiwa atau
kemasan yang terlihat baik dari luar untuk menipu orang-orang awam dan
lugu. Hal ini mereka lakukan karena motivasi keagamaan sering kali ampuh
untuk memompa semangat para pengikut dalam berjuang dan berkorban
melawan lawan politiknya yang sedang berkuasa. Diantara mereka adalah
orang-orang yang menciptakan aqidah Syiah karena dendam dan motivasi
politik sehingga menjadikan isu “Mencintai Ali ra & keluarga
Rasulullah saw” sebagai modal untuk menyesatkan aqidah ummat Islam.
3. Kelemahan Iradah
Dalam
episode perjalanan sejarah, cukup banyak manusia yang lemah iradah-nya
(tidak memiliki keinginan dan keberanian untuk melawan) di hadapan
kehendak para penguasa politik yang sesat, atau kekuatan sosial yang
mendominasi mereka, atau di hadapan tokoh menyimpang yang berpengaruh.
Ketika
iradah melemah akan terhentilah potensi berpikir kritis seseorang dan
membuatnya membeo kepada pihak yang kuat. Sebaliknya para penguasa akan
memanfaatkan mentalitas budak pengikutnya untuk kepentingan tertentu
yang menyesatkan.
Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan
perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena Sesungguhnya mereka
adalah kaum yang fasik. (Az-Zukhruf (43): 54).
Dan orang-orang
yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri:
“(Tidak). Sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang
menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada
Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak
menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang
belenggu di leher orang-orang yang kafir, mereka tidak dibalas melainkan
dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Saba (34): 33).
___
Diringkas dari:
Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah Wa Ususuha, ‘Abdurrahman Hasan Habannakah Al-Maidani, Darul Qalam – Dasmaskus, hlm 587-600.
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Rabu, 16 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar