Bersilaturrahim dan berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang
menjadi ketetapan Kitabullah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala
berfirman:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)
Wa Qadha Rabbuka berarti suatu perintah yang lazim tidak bisa
ditawar-tawar lagi dan Alla Ta'budu Illa Iyahu berarti perintah ibadah
yang bersifat individu.
Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada
orang tua menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul
walidain (berbuat baik kepada orang tua) di sisi Allah.
Secara naluri orang tua dengan suka rela mau mengorbankan segala
sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak
mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dari kedua orang
tuanya.
Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya
dan tatkala menginjak masa tua mereka pun tetap berbahagia dengan
keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepat seorang anak
melalai-kan semua jasa-jasa orang tuanya, hanya disibukkan dengan isteri
dan anak sehingga para bapak tidak perlu lagi menasihati anak-anaknya
hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas
kewajib-an mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dengan
berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala
yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah
dan letih.
Maka berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi keputusan mutlak
dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua setelah beribadah
kepada Allah.
"Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha-raanmu". (Al-Isra': 23)
Kibar atau kibarul sin artinya berusia lanjut, umur sudah mulai
menua, punggung sudah mulai membung-kuk dan kulit sudah mulai keriput.
'Indaka yang berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan
makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan
tidak berdaya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka". (Al-Isra': 23)
Seakan-akan Allah berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada orang
tua! Dengan demikian ayat tersebut mengajarkan sikap sopan agar seorang
anak tidak menunjukkan sikap kasar serta menyakitkan hati atau
merendahkan kedua orang tua.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".
Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak untuk
selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan
memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang".
Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut
direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti
sikap rendah diri yang selayaknya diperintahkan kepada kedua orang tua,
seba-gai pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku kasihilah me-reka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isra':
24)
Penyebutan kondisi masa kecil yang lemah yang membutuhkan perawatan
dari kedua orang tua meng-ingatkan kepada kondisi yang sama yang sedang
dialami orang tua tatkala menginjak lanjut usia yang selalu membutuhkan
kasih sayang dan perawatan semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa
memberi belas-kasih kepada mereka berdua sebagai pengakuan atas
kekurangan dalam memberi kasihsayang secara sem-purna dan hanya Allahlah
yang bisa memberi kasih-sayang atau perawatan yang sangat sempurna
serta hanya Dialah yang mampu membalas semua kebaikan dengan sempurna
yang tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.
Bukti kasihsayang Allah banyak sekali yang tampak pada makhluk lain.
Suatu contoh cahaya mata-hari yang menyinari alam semesta, udara yang
dihirup manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum,
masak dan menyiram tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang
muncul secara fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah Rabb semesta
alam.
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan selalu tahu
kedudukan serta kemuliaan orang tua, dia merasakan tatkala mencium
tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia bersujud dengan ruh dan
perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah, dia mendapatkan jati diri
yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi
bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua. Allah Ta'la
berfirman:
"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang
ibu-bapaknya . Dan jika kedua-nya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti ke-duanya". (Al-Ankabut: 8).
Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang tidak
terhingga dan kasih sayang yang besar sepanjang masa sehingga tidak aneh
bila hak-haknya juga besar.
Seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara orang tua
walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama, keduanya berhak untuk
diberi kebaik-an dan pemeliharaan bukan mentaati dan mengikuti kesyrikan
atau agamanya. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (Luqman : 14)
Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang
anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur'an dan
wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak disebutkan wasiat
orang tua untuk berbuat baik terhadap anaknya kecuali sedikit.
Karena kebaikan dan pengorbanan orang tua beru-pa jiwa, raga dan
kekuatan yang tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan meminta balasan
dari anaknya, secara fitrah(naluri) sudah cukup sebagai pendorong kedua
orang tua untuk bersikap demikian tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun
anak harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa ingat
akan jasa-jasa orang yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga
serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan mendidiknya. Apalagi
seorang ibu selama mengandung mengalami banyak beban berat sebagaimana
firman Allah Ta'ala (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan
mengasuh anaknya, dan penderitaan di saat hamil tidak ada yang bisa
merasakan payahnya kecuali kaum ibu juga.
Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada
seorang lelaki yang sedang thawaf sambil menggendong ibunya, lalu dia
bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: " Apakah dengan ini
saya sudah menunaikan haknya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Belum! Walaupun se-cuil".
Dari Al-Miqdam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada
ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwa-siat agar berbuat baik kepada
bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian agar
berbuat baik kepada sanak kerabatmu". (Dishahih-kan oleh Al-Albani dalam
Silsilah Shahihah)
Anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua, kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya.
Dari 'Aqra' bin Habis sesungguhnya dia melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mencium Hasan, lalu dia berkata:
"Sesung-guhnya saya mempunyai sepuluh orang anak dan saya tidak pernah
mencium seorangpun di antara mereka. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang". (Muttafaq 'alaih)
Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah ditanya tentang masalah sikapnya
terhadap anak, maka beliau menjawab: Anak adalah buah hati, belahan jiwa
dan tulang punggung, kita rela terhina bagaikan bumi rela diinjak demi
mereka dan bagaikan langit yang siap menaungi hidup mereka dan kita siap
menjadi senjata pelindung bagi mereka dalam menghadapi marabahaya. Jika
mereka minta sesuatu kabulkanlah dan bila marah cari sesuatu yang
menye-nangkan hatinya, maka mereka akan membalas kasih sayangmu dan
berterimakasih atas setiap pemberian-mu. Janganlah kalian merasa berat
dan terbebani oleh anakmu, sebab mereka akan mengacuhkan hidupmu dan
menghendaki kematianmu serta segan mendekati-mu.
Apabila seorang anak di mata orang tua keduduk-annya seperti itu,
seharusnya anak menempatkan posisi orang tua tidak kurang dari itu dalam
menghormati dan memuliakan orang tua mereka sebagai bukti balas budi
dan pengakuan terhadap kebaikan yang telah didapat dari orang tua. Di
samping tetap melestarikan kewajiban silaturrahim kepada mereka berdua
sesuai ketentuan Kitabullah.
Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tiga macam doa yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk anaknya,
doa orang musafir dan doa orang yang teraniaya". (Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah, Al-Albani).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin untuk
ikut serta berjihad, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya:
"Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Dia berkata: "Ya, masih hidup".
Beliau bersabda: "Maka berjihadlah dalam (menjaga) keduanya".
Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Maukah kalian aku ceritakan tentang dosa yang paling
besar?" Kami menjawab: "Ya wahai Rasu-lullah". Beliau bersabda:
"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau
waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda: "Ketahuilah, dan
perkataan dusta". (Shahihul Jami')
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam: Apakah amal yang paling dicintai Allah?
Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya." Saya bertanya: "Lalu apalagi?"
Beliau bersabda: "Berbuat baik kepada orang tua". Saya bertanya:
"Kemudian apalagi?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da:
"Jihad di jalan Allah". (Muttafaq 'alaih)
Dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata: Wahai
Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai harta dan anak, dan bapak saya
meng-inginkan hartaku. Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).
Dan petunjuk birrul walidain yang terbaik adalah sikap yang telah
ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus shalatu wa salam sebagai simbol
anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.
Nabi Ismail 'alaihi salam berkata dan ucapannya diabadi-kan dalam firman Allah Ta'ala:
"Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
bersabar". (Ash-Shafaat: 102).
Nabi Nuh 'alaihi salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan dalam firman Allah Ta'ala:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh: 28)
Nabi Isa 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya:
"Dan berbakti kepada ibuku". (Maryam: 32)
Nabi Yahya 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala demikian yang disebutkan dalam firman Allah:
"Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka". (Maryam: 14)
Betapa indahnya bila seorang muslim bisa mencontoh dan mengikuti jejak para nabi.
Sumber : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=407&parent_section=kj013&idjudul=1
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Sabtu, 26 November 2011
Berbuat Baik Kepada Orangtua Merupakan Silaturrahim Yg Paling Utama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar