Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
“Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup Kekal
lagi terus menerus mengurus (makhluk)Nya, tidak mengantuk dan tidak
pula tidur. Milik-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa seizin-Nya. Allah
Mengetahui apa-apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka.
Sedangkan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa
yang dikehendakiNya. Kursi Allah luasnya meliputi langit dan bumi. Dan
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan adalah Allah Maha
Tinggi lagi Maha Agung”.
Ayat di atas yang masyhur dengan
nama ayat kursi terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 255. Penamaan
ayat ini bukan ijtihad para ulama, tetapi Rasulullah sendiri yang
menamakannya. Tersebut dalam salah satu riwayat bahwa ketika Rasulullah
saw ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang “ayat apa yang paling
agung dari kitabullah?” Beliau menjawab, “Ayat Kursi”, kemudian
Rasulullah membaca ayat ini. (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Nasa’i). Dan
memang, kata ”kursi” sendiri terdapat di dalam ayat ini yang menjadi
salah satu argumen penamaan ayat ini seperti juga penamaan surah-surah
Al-Qur’an yang lain.
Ayat kursi sangat kental dengan nuansa
akidah, terutama akidah kepada Allah swt, yaitu akidah akan sifat-sifat
Allah yang berbeda dengan sifat seluruh makhluk-Nya. Kejelasan akan
sifat-sifat Allah sangatlah penting untuk menghindari dominasi khurafat,
mitos dan syubhat yang kerap kali menutupi hati dan pandangan manusia.
Justru Islam datang untuk menyelamatkan dan membersihkan hati manusia
dari timbunan kotoran yang demikian berat, serta dari kesesatan dan
kebingungan dalam kegelapan. Sehingga secara korelatif dijelaskan pada
ayat setelahnya: ”Tidak ada paksaan dalam beragama”, bahwa akidah yang
dibawa oleh Islam adalah akidah yang berdasarkan kerelaan hati setelah
mendapat keterangan dan penjelasan yang terang benderang, bukan
berdasarkan pemaksaan dan tekanan.
Menurut
Ibnu Athiyah, yang dimaksud dengan kursi, berdasarkan hadits-hadits
Rasulullah saw, adalah makhluk Allah yang agung yang berada di antara
Arsy Allah swt, sedangkan Arsy Allah tentunya lebih besar berbanding
kursi-Nya. Perbandingan antara keduanya seperti yang dituturkan oleh
Rasulullah dalam sebuah hadits riwayat Abu Dzar, “Bukanlah kursi Allah
yang berada di Arsy Allah itu melainkan hanya seperti sebuah lingkaran
besi yang dilemparkan di salah satu penjuru bumi”.
Penyebutan
kata “kursi” yang secara fisik inderawi bisa digambarkan layaknya kursi
tempat duduk manusia, begitu juga ungkapan ”dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya” sememangnya menurut Sayyid Qutb adalah untuk
memudahkan manusia memahami dan menggambarkan keagungan dan luasnya
kekuasaan Allah yang meliputi langit dan bumi, “Luasnya Kursi Allah
meliputi langit dan bumi”. Ungkapan dalam kalimat deskripsi inderawi
seperti ini akan memberikan kesan yang kuat dan mendalam serta mantap di
dalam hati mengenai hakikat yang dimaksud.
Berdasarkan analisa
bahasa yang dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari bahwa penyebutan sifat-sifat
Allah yang terkandung dalam ayat kursi ternyata tidak menggunakan kata
penghubung (wau athaf) yang biasa digunakan dalam susunan kalimat bahasa
Arab untuk menghubungkan antara satu kata dengan kata lainnya. Redaksi
yang demikian ini menunjukkan kekuatan bayan (penjelasan) pada seluruh
sifat-sifat Allah swt yang tersebut dalam ayat ini. Paling tidak
terdapat empat penjelasan tentang sifat-sifat Allah dalam ayat kursi,
yaitu: pertama, penjelasan akan keesaan Allah dalam mengatur seluruh
makhluk. Kedua, penjelasan bahwa Allah adalah Raja atas seluruh makhluk
yang diatur. Ketiga, penjelasan akan luasnya ilmu Allah yang mencakup
seluruh makhluk, sampai kepada mereka yang diridhoi dan berhak mendapat
syafa’at-Nya dengan mereka yang tidak berhak mendapatkannya. Dan
keempat, penjelasan tentang pengetahuan Allah akan seluruh maklumat yang
tersebar di langit dan bumi.
Wajar jika Ibnu Katsir menyimpulkan
bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling agung dalam Al-Qur’an
(A’zhamu ayatin fil Qur’an) dan memiliki kedudukan dan keutamaan yang
banyak. Di antara keutamaan ayat kursi seperti yang ditegaskan dalam
beberapa hadits Rasulullah diantaranya: pertama, ayat kursi merupakan
pelindung dan benteng dari godaan syetan. Kedua, nilai ayat kursi setara
dan sebanding dengan seperempat Al-Qur’an.
Sebuah kisah yang
diutarakan oleh ayah Abdullah bin Ubay bin Ka’ab menjadi bukti nyata
akan keampuhan ayat kursi sebagai pelindung. Ia menceritakan bahwa pada
suatu malam ketika melihat-lihat kebun kurma miliknya, tiba-tiba ia
terserempak dengan seekor hewan yang mirip dengan seorang anak yang baru
menginjak usia baligh. Maka ayah Abdullah bin Ubay bin Ka’ab
mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh anak itu. Kemudian dengan
nada penasaran ia bertanya, “Siapakah kamu? Apakah kamu dari golongan
jin atau manusia?”. Dengan singkat anak itu menjawab, “Dari golongan
jin”. Akhirnya ia meminta jin itu untuk mengulurkan tangannya untuk
berjabat tangan. Ternyata ketika disentuh, tangannya seperti tangan
anjing dan juga bulunya. Maka aku bertanya, “Apakah demikian jin
diciptakan?” Jin itu menjawab, “Bahkan ada yang lebih hebat dari ini”.
“Apakah yang mengundang kamu datang kemari?”. Ayah Abdullah bin Ubay
kembali bertanya. “Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau adalah
seorang yang sangat dermawan. Aku ingin mendapatkan sedekahmu”. “Jika
memang demikian, aku ingin bertanya, apa yang dapat melindungi kami dari
godaanmu?”. Pinta Abdullah bin Ubay. Dengan tegas, jin itu menjawab,
“Ayat kursi”. Keesokan harinya, Ayah Abdullah bin Ubay menceritakan
kepada Rasulullah apa yang dialaminya tadi malam. Maka Rasulullah
bersabda, “Apa yang dikatakan oleh jin itu benar, tetapi dia tetap
makhluk yang kotor”. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim).
Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dijelaskan kedudukan ayat
kursi yang senilai dengan seperempat Al-Qur’an. Anas bin Malik
menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah bertanya kepada salah seorang
sahabatnya, “Wahai fulan, sudahkan kamu menikah?” Sahabat itu menjawab,
“Saya tidak memiliki apapun untuk menikah”. Rasulullah bertanya kembali,
“Bukankah bersama engkau (hafal) Al-Ikhlash?” Ia menjawab, “Benar wahai
Rasulullah”. Rasulullah menjelaskan, “Ia sebanding dengan seperempat
Al-Qur’an”. Rasulullah terus bertanya pertanyaan yang sama sampai
terakhir Rasulullah bertanya, “Bukankah bersama engkau (hafal) ayat
kursi?”. Ia menjawab, “Benar ya Rasulullah”. Maka Rasulullah bersabda,
“Ia senilai dengan seperempat Al-Qur’an”.
Keagungan ayat kursi
semakin jelas karena ayat ini secara terperinci mengandungi penjelasan
akan sifat-sifat dzat Allah swt; dari sifat Wahdaniyah yang dinyatakan
oleh Allahu La Ilaha Illah Huwa”, Sifat Maha Hidup yang berkekalan
(Al-Hayyu), sifat Maha Kuasa dan berdiri sendiri (Al-Qayyum), bahkan
sifat Qayyum Allah diperkuat dengan penafian akan segala yang mengarah
kepada kelemahan, seperti “Tidak mengantuk dan tidak tidur”. Begitu juga
dengan sifat memiliki yang berkuasa untuk melakukan apa saja terhadap
makhluk yang dimiliki-Nya. Sifat iradah (berkehendak) yang ditunjukkan
oleh kalimat “mandzalladzi yasyfa’u…”, dan iradah Allah di sini adalah
pada urusan yang paling besar, yaitu syafa’at yang tidak dimiliki oleh
siapapun kecuali atas izin Allah swt. Juga sifat “Ilm yang dinyatakan
oleh “ya’lamu ma baina…..”. Terakhir sifat-sifat dzatiyyah Allah ditutup
dengan sifat yang menunjukkan ketinggian dan keagunganNya, “Wahuwal
Aliyyul Adzim”. Ibnu Abbas menuturkan, “Yang sempurna dalam ketinggian
dan keagunganNya”.
Inilah sifat penutup bagi ayat kursi untuk
menetapkan ke-Esa-an Allah pada kebesaran dan ketinggianNya. Alif Lam
Ma’rifah yang digunakan dalam kedua sifat terakhir ”Al-Aliyyu Al-Azhimu”
sesungguhnya untuk membatasi sifat itu hanya milik Allah Yang Maha
Suci, tanpa ada yang bersekutu denganNya. Bahkan tidak ada seorang hamba
pun yang berusaha mencapai posisi kebesaran dan ketinggian seperti ini
melainkan Allah akan mengembalikannya kepada kehinaan dan kerendahan di
akhirat kelak Allah swt berfirman, ”Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi
orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di
(muka) bumi..” (Al-Qashash: 83)
Demikianlah ayat kursi hendaknya
dijadikan prinsip dan acuan dalam berinteraksi dengan Allah dan dengan
seluruh makhluk-Nya. Hanya Allah Pemilik segala sifat kesempurnaan,
sedangkan manusia tidak layak memakai pakaian kebesaran Allah. Keyakinan
yang mendalam akan seluruh sifat-sifat Allah akan mampu melahirkan
perasaan khauf (takut) akan murka dan azab Allah jika kita melanggar
aturan-Nya. Begitu juga akan mampu melahirkan sifat raja’ (penuh harap)
kepada kasih sayang dan rahmat Allah swt.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/tafsir-ayat-kursi-memahami-keagungan-kursi-allah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar