Oleh: Sofyan Siroj Aw, Lc, MM
Hubbud
Dunia (Cinta Dunia). Itulah sebuah judul besar penyakit yang
menghinggapi banyak umat hari ini. Eksistensi dunia melebihi eksistensi
Allah. Celakanya lagi, bahkan banyak manusia yang sudah merusak
fitrahnya sebagai makhluk. Dengan menuhankan dunia. Na’udzubillahi
mindzaliq. Semoga hal yang demikian ini terhindar dari diri kaum
muslimin dan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang masih
meninggikan asma-Nya, dan memuliakan kekasihnya, Muhammadur rasulullahu
salallahu ’alaihi wasallam.
Penyakit cinta dunia dan takut mati
memang bukan hari ini saja terjadi. Ini adalah kisah dan perilaku yang
berulang-ulang. Tentu ingat bagaimana Fir’aun (Ramses II) yang
menganggap dirinya Tuhan. Berkuasa penuh atas diri manusia. Tapi, ketika
maut menjemputnya (tatkala ia digulung lautan saat mengejar nabi Musa
as), barulah ia bermunajat pada Allah swt. Sayang, semuanya terlambat.
Hanya saja, tubuhnya hingga kini tetap dijaga oleh Allah, sebagai
pelajaran bagi umat di kemudian hari.
Dasar penyakit, cinta dunia
hingga kini masih saja terus berulang. Wujud dan bentuknya beragam.
Namun, pada prinsipnya, cinta dunia selalu dipicu oleh materi. Sehingga,
banyak manusia hari ini berlomba-lomba mencari rezki tanpa mengenal
siang dan malam. Kerja keras siang malam, pergi pagi pulang malam, peras
keringat banting tulang demi dunia. Sayang, mereka lupa dengan Maha
Pemilik Materi, Allah ’Azza wa Jalla. Tak takutkah mereka dengan azab
Allah?
Obatnya segeralah bertobat.
Kembalilah mencintai Allah dengan tidak menafikan dunia. Karena sungguh
besar manfaatnya untuk jiwa dan raga. Syurga balasannya bagi orang yang
mau mencintai Allah. Tapi tidak pula mencintai Allah dengan jalan riya’.
Cintailah Allah dengan ikhlas. Zuhud-lah kepada Allah, seperti halnya
Muhammad saw yang hingga akhir hayatnya memilih menjadi anak-anak
langit, bukan anak-anak dunia.
Abu Bakr ash-Shiddiq ra, (rela)
memberikan seluruh harta kekayaannya kepada Nabi Muhammad saw, demi
berjuang di jalan Allah swt, demi Islam sebagai totalitas hidup. Seorang
pecinta tidak akan menyembunyikan apa pun dari kekasihnya, bahkan ia
akan memberikan segala sesuatu padanya. Begitulah pelajaran yang dapat
dipetik dari Abu Bakar, orang terpandang di zamannya.
Syarat
mencintai Allah memang dengan bala cobaan. Hal itu pulalah yang dilalui
oleh nabi-nabi Allah terdahulu hingga Rasulullah saw. Maka, setiap bala
cobaan disertai pula dengan kesetiaan. Agar tidak dicap hanya
mengaku-ngaku cinta Allah dengan kebohongan, kemunafikan, dan riya’.
Jalan (menuju) al-Haqq ’Azza wa Jalla membutuhkan kejujuran
(kesungguhan-shidq) dan cahaya makrifat. Di akhir cinta itulah seorang
muslim akan meraih kebahagiaan hidup yang diimpikannya. Seperti halnya
Muhammad saw berhasil membuat Islam jaya berabad-abad lamanya.
Jikalau
kedekatan dengan-Nya sudah benar-benar shahih, maka Dia akan
mengucurkan anugerah kemurahan-Nya. Dia akan membuka pintu-pintu
bagian-Nya (qadha dan qadar), pintu kelembutan, pintu rahmat, dan
jendela anugerah-Nya. Dia genggam dunia untuk umat yang bersyukur, lalu
membentangkannya seluas-luasnya. Tentunya semua anugerah ini hanya
diberikan-Nya para manusia-manusia pilihan. Karena Dia Maha Mengetahui
akan ketaqwaan mereka. Mereka tidak pernah menyibukkan diri dengan
sesuatu sampai terlena melupakan-Nya.
Nabi saw termasuk orang
yang ditawari dunia, namun tidak sibuk mengurusinya dan lupa
melayani-Nya. Beliau tidak menoleh pada bagian-bagian (rezki) dengan
segala kesempurnaan zuhud dan penentangan. Beliau pernah ditawari
kunci-kunci kekayaan bui, namun justru beliau mengembalikannya sembari
berkata, “Tuhan, hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikan aku
sebagai orang miskin, serta kumpulkan aku kelak bersama orang-orang
miskin”. Bagi kita kaum muslimin, tentu perjuangan Rasulullah saw ini
sangat mulia di sisi-Nya. Perjuangan yang diberikannya, adalah demi umat
Islam, sebagai umat terbaik di atas bumi Allah swt.
Zuhud adalah
anugerah kesalehan. Seorang Mukmin bebas lepas dari beban ambisi
mengumpulkan duniawi, tidak pula rakus dan terburu-buru. Berzuhud atas
segala sesuatu dengan segenap hati dan berpaling darinya dengan segenap
nurani. Seorang muslim hanya sibuk dengan apa yang diperintahkan
kepadanya. Dia tahu pasti bagiannya tidak akan lepas darinya, hingga dia
pun tidak perlu mencarinya. Dia biarkan bagian-bagian (duniawi) berlari
mengejar di belakangnya, merendah dan memohon-mohon padanya untuk
menerimanya.
Dikisahkan kembali oleh ’Abdul Kadir al Jilani
tentang Sufyan ash-Shawri, pada awal menuntut ilmu, di perutnya terikat
sabuki himyan berisi uang 500 dinar untuk keperluan hidup dan belajar.
Dia ketuk-ketuk sabuk itu dengan tangannya seraya berkata, ”Jika tidak
ada engkau, pastilah mereka sudah membuang kita”. Setelah diperolehnya
ilmu dan makrifat pengetahuan al-Haqq Azza wa Jalla, maka dia sumbangkan
sisa uang yang ada padanya untuk kaum fakir dalam waktu satu hari
seraya berkata, ”Jikalau langit adalah besi yang tak mencurahkan hujan,
bumi berupa batu cadas yang menumbuhkan (tanaman) dan aku pun (harus)
berkonsentrasi mencari rezki, maka pastilah aku menjadi kafir”.
Maka
setiap orang mukmin bekerja dan berinteraksi dengan sarana sampai iman
benar-benar kuat, baru setelah itu berpindah dari sarana (sabab) pada
Pemberi sarana (Musabib). Para nabi juga bekerja, bermodal, dan
berhubungan dengan sarana duniawi pada awal keadaan mereka, baru pada
akhirnya, mereka pasrah diri (tawakal). Mereka mensinergikan kerja dan
tawakal sebagai awalan dan akhiran, syariat dan hakikat. Diriwayatkan
dari Nabi saw, “Bahwasanya seorang laki-laki datang menghadapnya, lalu
berkata, ‘Aku mencintaimu karena Allah ‘Azza wa Jalla’. Beliau pun
bersabda padanya, ’Jadikan bala cobaan sebagai jubah, jadikan kefakiran
sebagai jubah’”. Sebuah pepatah Arab juga mengatakan: Jangan dekati ular
dan macan, sebab mereka bisa membinasakanmu. Jika engkau seorang
pawang, bolehlah engkau dekati ular itu, dan jika engkau sudah memilih
kekuatan, maka dekatilah macan itu.
Nabi Sulaiman as, misalnya.
Setelah Allah melengserkan tahta kerajaannya, kemudian Dia menghukumnya
dengan banyak hal, di antaranya mengemis dan meminta-minta. Dulu pada
masa pemerintahannya, dia bekerja dan bisa makan dari hasil keringatnya
sendiri, namun kemudian al-Haqq ’Azza wa Jalla menyempitkan ruang
geraknya, mengusirnya dari kerajaannya dan menyempitkan jalan rezki
baginya, hingga terpaksa dia harus meminta-minta. Semua itu dikarenakan
istrinya menyembah patung di rumahnya (Sulaiman) selama 40 hari, maka
selama 40 hari juga ia terus mendapat siksaan hari demi hari.
Seorang
laki-laki pernah bertemu Abu Yazid al-Bisthami, kemudian lama menengok
ke kanan dan ke kiri. Abu Yazid pun menegurnya “Ada apa gerangan?” Ia
menjawab, ”Aku ingin (mencari) tempat bersih untuk melaksanakan shalat”.
Abu Yazid langsung menukas, “Bersihkan hatimu dulu dan barulah shalat
sebagaimana kehendakmu”. Memang, riya’ adalah rintangan di tengah jalan
kaum (Sufi) yang tidak mau harus mereka seberangi. Riya’, ujub, dan
kemunafikan, termasuk anak-anak panah Setan yang dileparkan ke dalam
hati.
Jangan terlena dengan hembusan-hembusan (bujuk rayu) Setan,
dan jangan kalah oleh panah-panah nafsu. Sebab ia (nafsu) melempari
jiwa orang mukmin dengan panah Setan, dan memang Setan tidak dapat
menguasai jiwa orang mukmin kecuali dengan sarana nafsu. Setan jin tidak
dapat menguasai kecuali lewat media Setan manusia, yaitu nafsu
kolega-kolega yang buruk. Memohonlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla’ dan
mintalah tolong pada-Nya dalam menghadapi musuh-musuh ini, niscaya Dia
akan memberi pertolongan.
Orang yang tertolak (al-mahrum) adalah
orang yang menolak al-Haqq ‘Azza wa Jalla dan kehilangan kedekatan
bersama-Nya di dunia dan akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam
beberapa kitab-Nya, “Hai anak Adam! Jika Aku melewatkanmu, maka akan
lepas (dari)mu segala sesuatu”. Bagaimana al-Haqq ‘Azza wa Jalla tidak
melewatkan harapan orang mukmin jika mereka berpaling dari-Nya, dan dari
kaum Mukmin serta hamba-hamba-Nya yang saleh, bahkan malah menyakiti
mereka secara lahir dan batin. Nabi saw bersabda, “Menyakiti orang
Mukmin lima belas kali lebih besar (dosanya) di sisi Allah daripada
merobohkan Ka’bah dan a-Bait al-M’mur”.
Janganlah takut pada
siapa pun, baik jin, manusia, maupun malaikat. Jangan takut pula pada
apa pun, baik hewan yang berbicara maupun yang diam. Jangan takut dengan
penderitaan dunia, dan jangan takut pula dengan siksa akhirat, akan
tetapi takutlah pada Sang Pemberi azab siksaan. Yang menurunkan penyakit
adalah juga yang menurunkan obat. Tentu saja, ia pula yang lebih
mengerti tentang kemaslahatan daripada selainnya. Jangan kecam Allah
‘Azza wa Jalla’dalam segala tindakan-Nya (fi’l. Jika Allah menghendaki
kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan merampasnya (ikhtiar dan
duniawinya), jika memang ia bersabar (menghadapinya), maka Dia akan
mengangkat (derajat)nya, membaguskan (taraf kehidupannya), memberinya
(anugerah), dan membuatnya kaya.
Hal itu pulalah yang terjadi
pada diri nabi-nabi Allah. Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam
menghadapi musuh-musuh umat. Si pemenang adalah orang yang bersabar
menghadapinya, dan si pecundang adalah orang yang menyerah pada mereka.
Kaum (saleh) tidak memiliki obat keceriaan bagi mendung kesedihan
mereka, juga tidak meletakkan beban mereka, dan tidak pula memiliki
permata kasih di mata mereka serta hiburan bagi musibah mereka, hingga
mereka bertemu Tuhan mereka. Pertemuan kaum saleh dengan Tuhannya
meliputi dua jenis; pertama, pertemuan di dunia, yaitu melalui hati dan
nurani kaum saleh, dan ini termasuk jarang terjadi. Kedua, pertemuan di
Akhirat. Kaum saleh baru bisa merasakan kebahagiaan dan keceriaan
setelah bertemu dengan Tuhan mereka, meskipun sebelumnya, musibah
(kesedihan) terus menerus menimpanya.
Abdul Qadir al-Jailani
pernah berkata, “Cegahlah nafsu dari syahwat kesenangan dan kelezatan.
Berilah dia makanan yang suci tanpa najis. Makanan yang suci adalah
makanan yang halal. Adapun makanan yang najis adalah haram. Berilah dia
sarapan yang halal hingga dia tidak menjadi sombong, tinggi hati, dan
kurang ajar. Ya Allah, kenalkanlah kami dengan-Mu, hingga kami
mengenal-Mu”. Amin.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/jangan-ada-dusta-mencintai-allah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar