Oleh: Drs. Ahmad Yani
Pada
masyarakat Islam, persatuan dan kesatuan atau lebih sering disebut
dengan ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang sangat penting dan
mendasar, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan yang
sejati. Karena itu, ketika Nabi Saw berhijrah ke Madinah, yang pertama
dilakukannya adalah Al-Muakhah, yakni mempersaudarakan sahabat
dari Makkah atau muhajirin dengan sahabat yang berada di Madinah atau
kaum Anshar. Ini berarti, ketika seseorang atau suatu masyarakat
beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman
menjelma dalam kehidupan sehari-hari, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya
mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS Al-Hujurat (49):10]
Satu
hal yang harus diingat bahwa, ketika ukhuwah islamiyah hendak
diperkokoh atau malah sudah kokoh, ada saja upaya orang-orang yang tidak
suka terhadap persaudaraan kaum muslimin, mereka berusaha untuk merusak
hubungan di antara sesama kaum muslimin dengan menyebarkan fitnah dan
berbagai berita bohong. Dalam kehidupan umat Islam, kita akui bahwa
ukhuwah Islamiyah belum berwujud secara ideal, namun musuh-musuh umat
ini tidak suka bila ukhuwah itu berwujud, mereka terus berusaha
menghambatnya. Karena itu, setiap kali ada berita buruk, kita tidak
boleh langsung mempercayainya, tapi lakukan tabayyun atau cek dan ricek
terlebih dahulu kebenaran berita itu. Allah swt. berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya sehingga
kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS Al-Hujurat (49): 6]
Asbabun
nuzul (sebab turunnya ayat) tersebut di atas adalah, suatu ketika
Al-Harits datang menghadap Nabi Muhammad saw., beliau mengajaknya masuk
Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemauan dan
kesanggupannya untuk membayar zakat. Kepada Rasulullah, Al-Harits
menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk
masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya,
kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika zakat sudah banyak
dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata
utusan beliau belum juga datang. Maka Al-Harits beserta rombongan
berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.
Sementara
itu, Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat,
namun di tengah perjalanan hati Al-Walid merasa gentar dan menyampaikan
laporan yang tidak benar, yakni Al-Harits tidak mau menyerahkan dana
zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah tidak langsung begitu saja
percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk
menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia
berkata, “Kami diutus kepadamu.” Al-Harits bertanya, “Mengapa?” Para
sahabat menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al-Walid bin
Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau
membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah
mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan
tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi
saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak
membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan
sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat itu.
Surat
Al Hujurat ayat 6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M.
Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262
membedakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan berita penting,
sedangkan khabar menunjukkan berita secara umum. Al-Qur’an memberi
petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah
berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan
berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu
didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.”
Enam Perusak Ukhuwah
Mengingat
kedudukan ukhuwah islamiyah yang sedemikian penting, maka memeliharanya
menjadi sesuatu yang amat ditekankan. Disamping harus mengecek
kebenaran suatu berita buruk yang menyangkut saudara kita yang muslim,
ada beberapa hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah bisa
tetap terpelihara. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokan) dan jangan pula wanita wanita-wanita mengolok-olokan
wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela
dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah
iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS Al-Hujurat (49):
11-12]
Dari ayat di atas, ada enam hal yang harus kita hindari
agar ukhuwah islamiyah tetap terpelihara: Pertama, memperolok-olokan,
baik antar individu maupun antar kelompok, baik dengan kata-kata maupun
dengan bahasa isyarat karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati,
kemarahan dan permusuhan. Manakala kita tidak suka diolok-olok, maka
janganlah kita memperolok-olok, apalagi belum tentu orang yang kita
olok-olok itu lebih buruk dari diri kita. Kedua, mencaci atau menghina
orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat
penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina
berarti merendahkan orang lain, dan iapun akan jatuh martabatnya.
Ketiga,
memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai.
Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk
memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu. Orang yang pendek
tidak mesti kita panggil si pendek, orang yang badannya gemuk tidak
harus kita panggil dengan si gembrot, begitulah seterusnya karena
panggilan-panggilan seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan.
Memanggil orang dengan gelar sifat yang buruk juga tidak dibolehkan
meskipun sifat itu memang dimilikinya, misalnya karena si A sering
berbohong, maka dipanggillah ia dengan si pembohong, padahal sekarang
sifatnya justru sudah jujur tapi gelar si pembohong tetap melekat pada
dirinya. Karenanya jangan dipanggil seseorang dengan gelar-gelar yang
buruk.
Keempat, berburuk sangka, ini merupakan sikap yang bermula
dari iri hati (hasad). Akibatnya ia berburuk sangka bila seseorang
mendapatkan kenimatan atau keberhasilan. Sikap seperti harus dicegah
karena akan menimbulkan sikap-sikap buruk lainnya yang bisa merusak
ukhuwah islamiyah. Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini
karena memang tidak ada perlunya bagi kita, mencari kesalahan diri
sendiri lebih baik untuk kita lakukan agar kita bisa memperbaiki diri
sendiri. Keenam, bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang
bila ia ketahui tentu tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut
rahasia pribadi seseorang. Manakala kita mengetahui rahasia orang lain
yang ia tidak suka bila hal itu diketahui orang lain, maka menjadi
amanah bagi kita untuk tidak membicarakannya.
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa ketika ukhuwah islamiyah kita dambakan
perwujudannya, maka segala yang bisa merusaknya harus kita hindari. Bila
ukhuwah sudah terwujud, yang bisa merasakan manfaatnya bukan hanya
sesama kaum muslimin, tapi juga umat manusia dan alam semesta, karena
Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Karenanya
mewujudkan ukhuwah Islamiyah merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan
ini.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/enam-perusak-ukhuwah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar