Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
“Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya.
(Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi
kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang
telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang
mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (Hud: 3)
Surat
Hud yang pernah membuat Abu bakar terkejut saat melihat rambut
Rasulullah saw beruban yang dijawab oleh Rasulullah dengan sabdanya,
“Surat Hud dan saudara2nya telah membuat rambutku beruban”, ternyata
sarat dengan perintah beristighfar yang disampaikan melalui lisan para
nabiyuLlah dari Hud as, sholih dan syu’aib as.
Tercatat ada empat
ayat di dalam surat ini yang menyebut perintah beristighfar, yaitu
pertama ayat 3 di atas, ayat 52, 61, dan 90. Bahkan yang menarik, bahwa
secara korelatif, perintah beristighfar pada ayat-ayat tersebut diawali
dengan perintah menyembah dan mengabdi semata-mata kepada Allah, seperti
dalam surat Hud: 2 misalnya, “Agar kamu tidak menyembah selain Allah.
Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar
gembira kepadamu daripada-Nya” (Hud: 2).
Betapa
tinggi nilai perintah beristighfar sehingga selalu berdampingan dengan
perintah beribadah kepadanya. Sehingga merupakan satu kewajiban
sekaligus kebutuhan seorang hamba kepada Allah swt karena secara fithrah
memang manusia tidak akan bisa mengelak dari melakukan dosa dan
kesalahan sepanjang hidupnya. Peluang ampunan ini merupakan anugerah
rahmat yang terbesar bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.
Terkait
dengan hal ini, kebiasaan beristighfar mereflesikan kedekatan seorang
hamba dengan Tuhannya dan pengakuan akan Ke-Maha Pengampunan Allah swt.
Istighfar juga merupakan cermin dari sebuah akidah yang mantap akan
kesediaan Allah membuka pintu ampunannya sepanjang siang dan malam.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah senantiasa membuka tanganNya di
siang hari untuk memberi ampunan kepada hambaNya yang melakukan dosa di
malam hari, begitu pula Allah swt senatiasa membuka tangan-Nya di malam
hari untuk memberi ampunan bagi hamba-Nya yang melakukan dosa di siang
hari”.
Catatan lain yang bisa dikaji adalah bahwa perintah
beristighfar di dalam Al-Qur’an juga selalu beriringan dengan perintah
bertaubat,” Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan
bertaubat kepada-Nya. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsir Al-Munir
mengemukakan rahasia penggabungan perintah beristighfar dan bertaubat
pada kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an bahwa tidak ada jalan untuk meraih
ampunan Allah swt melainkan dengan menunjukkan perilaku dan sikap
“taubat” yang diimplementasikan dengan penyesalan akan kesalahan masa
lalu, melepas ikatan-ikatan (jaringan) kemaksiatan dalam segala bentuk
dan sarananya serta tekad yang tulus dan jujur untuk tidak mengulangi
kembali perbuatan-perbuatan dosa di masa yang akan datang. Dalam kaitan
ini, taubat merupakan penyempurna dari istighfar seseorang agar diterima
oleh Allah swt.
Secara aplikatif, kebiasaan beristighfar sudah
dicotohkan oleh Rasulullah saw. Tercatat dalam sebuat riwayat Imam
Muslim bahwa Rasulullah (memberi pelajaran kepada umatnya) senantiasa
beristighfar setiap hari tidak kurang dari 70 kali. Bahkan di riwayat
Imam Bukhari beliau beristighfar setiap hari lebih dari 100 kali
(Bukhari Muslim). Pelajaran yang diambil dari prilaku Rasulullah ini
adalah bahwa beristighfar tidak harus menunggu setelah melakukan
kesalahan, tetapi bagaimana hendaknya aktifitas ini berlangsung
senantiasa menghiasi kehidupan sehari-hari kita tanpa terkecuali.
Para
malaikat yang jelas tidak pernah melanggar perintah Allah justru
senantiasa beristighfar memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman
sebagai sebuah pelajaran yang berharga bagi setiap hamba Allah yang
beriman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang
berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman
kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya
mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala
sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan
mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang
menyala-nyala”. (Al-Mu’min: 7)
Berdasarkan kajian terhadap
ayat-ayat yang berbicara tentang istighfar, paling tidak terdapat empat
keutamaan dan nilai dari amaliah istighfar dalam kehidupan seorang
muslim:
1. Istighfar merupakan cermin akan kesadaran diri
orang-orang yang bertakwa. “Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (Ali Imran:
135)
2. Istighfar merupakan sumber kekuatan umat. Kaum nabi Hud
yang dikenal dengan kekuatan mereka yang luar biasa, masih diperintahkan
oleh nabi mereka agar senantiasa beristighfar untuk menambah kekuatan
mereka. “Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu
lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”. (Hud: 52). Bahkan
Rasulullah dalam salah satu haditsnya menegaskan bahwa eksistensi sebuah
umat ditentukan diantaranya dengan kesadaran mereka untuk selalu
beristighfar, sehingga bukan merupakan aib dan tidak merugi orang-orang
yang bersalah lantas ia menyadari kesalahannya dengan beristighfar
memohon ampunan kepada Allah swt.
3. Istighfar dapat menolak
bencana dan menjadi salah satu sarana turunnya keberkahan dan rahmat
Allah swt. Ibnu Katsir ketika menafasirkan surat Al-Anfal: 33 “Dan Allah
sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara
mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka
meminta ampun” menukil riwayat dari Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Allah telah menurunkan kepadaku dua pengaman atau penyelemat
bagi umat dari azab dan bencana, yaitu keberadaanku dan istighfar. Maka
ketika aku telah tiada, masih tersisa satu pengaman hingga hari kiamat,
yaitu istighfar”. Bahkan Ibnu Abbas menuturkan bahwa ungkapan istighfar
meskipun keluar dari pelaku maksiat dapat mencegah dari beberapa
kejahatan dan bahaya.
4. Istighfar akan memudahkan urusan
seseorang, memudahkan jalan mencari rizki dan memelihara seseorang.
Dalam konteks ini, Ibnu katsir menafsirkan suarat Hud : 52 dengan
menukil hadits Rasulullah saw yang bersabda, “Barangsiapa yang mampu
mulazamah atau kontinyu dalam beristighfar, maka Allah akan
menganugerahkan kebahagiaan dari setiap duka dan kesedihan yang
menimpanya, memberi jalan keluar dari setiap kesempitan dan memberi
rizki dengan cara yang tidak disangka-sangka”. (Ibnu Majah)
Demikianlah,
pesan yang disampaikan oleh para nabiyuallah kepada kaumnya sebagai
salah satu solusi dari permasalahan mereka. Tentu istighfar yang
dimaksud tidak hanya sekedar ucapan dengan lisan “astaghfirullah”,
tetapi secara aplikatif sikap waspada, mawas diri dan berhati-hati dan
bersikap dan berperilaku agar terhindar dari kesalahan. Dan jika
terjermus ke dalam kemaksiatan segera sadar dan mampu bangkit dari
kesalahan dengan bersungguh-sungguh bertaubat dalam arti menyuguhkan
pengabdian dan karya yang lebih bermanfaat untuk umat. Allahu A’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/istighfar-pesan-para-nabi/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar