Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah
BEBERAPA PERISTIWA PENTING
Pertama
Tersebarnya
berita tentang masuk Islamnya sekelompok penduduk Yatsrib (Madinah),
membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap
orang-orang Mukmin di Makkah.
Lalu Nabi saw. memerintahkan kaum
Mukminin agar hijrah ke kota Madinah. Para sahabat segera berangkat
menuju Madinah secara diam-diam, agar tidak dihadang oleh musuh. Namun
Umar bin Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk
berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Ia berseru,
“Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah dengan ibunya, silakan
hadang aku besok di lembah anu, besuk pagi saya akan hijrah.” Tidak
seorang pun berani menghadang Umar.
Kedua
Setelah
mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut baik dan
menda¬pat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Yatsib,
bermusyawarahlah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka merumuskan
cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum
berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk
mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw.
bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf)
tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengu¬tus
algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil
oleh Bani Manaf ialah rela menerima diat (denda pembunuhan) atas
terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para
algojo telah berkumpul di sekeliling rumah Nabi saw. Mere¬ka mendapat
instruksi: “Keluarkan Muhammad dan rumahnya dan langsung pengal
tengkuknya dengan pedangmu!”
Ketiga
Pada
malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada keponakannya, Ali
r.a., beliau meme¬rintahkan dua hal: pertama, agar tidur (berbaring) di
tempat tidur Nabi dan, kedua, menyerahkan kembali semua harta titipan
penduduk Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para
pemiliknya.
Nabi keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh satu
orang pun dari para algojo yang mengepung rumahnya sejak senja hari.
Nabi saw. pergi menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua
tunggangan (kendaraan) lalu segera berangkat. Abu Bakar menyewa Abdullah
bin Uraiqith Ad-Daily untuk menunjukkan jalan yang tidak biasa menuju
Madinah.
Keempat
Rasulullah dan Abu Bakar berangkat pada
hari Kamis tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun kelima puluh tiga dari
kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu
keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju Yatsib.
Sebelumnya dua anak Abu Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal
secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar
berangkat bersama penunjuk jalan menelusuri jalan Madinah-Yaman hingga
sampai di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar berhenti di situ dan penunjuk
jalan disuruh kembali secepatniya guna menyampaikan pesan rahasia Abu
Bakar kepada putranya, Abdullah.
Tiga malam lamanya Nabi saw. dan
Abu Bakar bersembunyi di gua itu. Setiap malam mereka ditemani oleh
Abdullah bin Abu Bakar yang ber¬tindak sebagai pengamat situasi dan
pemberi informasi.
Kelima
Lolosnya Nabi saw. dari kepungan
yang ketat itu membuat kalangan Quraisy hiruk pikuk mencari. Jalan
Makkah-Madinah dilacak. Tetapi mereka gagal menemukan Nabi saw. Kemudian
mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka menduga Nabi pasti
bersembunyi di Gua Tsur. Setibanya tim pelacak itu di sana, alangkah
bingungnya mereka ketika melihat mulut gua itu tertutup jaring laba-laba
dan sarang bunung. Itu pertanda tidak ada orang yang masuk ke dalam gua
itu. Mereka tidak dapat melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang
yang di dalamnya dapat melihat jelas rom¬bongan yang berada di luar.
Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi.
Nabi berkata kepadanya, “Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan Allah-lah
yang ketiganya.”
Keenam
Kalangan kafir Quraisy mengumumkan
kepada seluruh kabilah, “Siapa saja yang dapat menyerah¬kant Muhammad
dan kawannya (Abu Bakar) kepada kami hidup atau mati, maka kepadanya
akan diberikan hadiah yang bernilai besar.” Bangkitlah Suraqah bin
Ja’syam mencari dan mengejar Nabi dengan harapan akan menjadi hartawan
dalam waktu singkat.
Sungguhpun jarak antara Gua Tsur dengan
rombongan Nabi sudah begitu jauh, namun Suraqah ternyata dapat
menyusulnya. Tatkala sudah begitu dekat, tiba-tiba tersungkurlah kuda
yang ditunggangi Suraqah, sementara pedang yang telah diayunkan ke arah
Nabi tetap terhunus di tangannya. Tiga kali ia mengibaskan pedangnya ke
arah tubuh Nabi, tetapi pada detik-detik itu pula kudanya tiga kali
tersung¬kur sehingga tak terlaksanalah maksud jahatnya. Kemudian ia
menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi perasaan kagum dan yakin,
dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang menjadi Rasul Allah.
Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolong mengangkat kudanya yang tak
dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam pasir. Setelah ditolong
oleh Nabi, ia memin¬ta agar Nabi berjanji akan memberinya hadiah berupa
gelang kebesaran raja-raja. Nabi menjawab, “Baiklah.”
Kemudian kembalilah Suraqah ke Makkah dengan berpura-pura tak menemukan seseorang dan tak pernah mengalami kejadian apa pun.
Ketujuh
Rasulullah
dan Abu Bakar tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Kedatangan
beliau telah dinanti-nantikan masyarakat Madinah. Pagi hari me¬reka
berkerumun di jalanan, setelah tengah hari barulah mereka bubar.
Begitulah penantian mereka beberapa hari sebelum kedatangan Nabi. Pada
hari kedatangan Nabi dan Abu Bakar, masyarakat Madi¬nah sudah menunggu
berjubel di jalan yang akan dilalui Nabi lengkap dengan regu genderang.
Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian
yang se¬ngaja digubah untuk keperluan penyambutan itu: “Bulan purnama
telah muncul di tengah-tengah kita, dari celah-celah bebukitan. Wajiblah
kita bersyukur, atas ajakannya kepada Allah. Wahai orang yang
dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu yang ditaati.”
Kedelapan
Di
tengah perjalanan menuju Madinah, Rasu¬lullah singgah di Quba’, sebuah
desa yang terletak dua mil di selatan Madmnah. Di sana Beliau membangun
sebuah Masjid dan merupakan Masjid pertama dalam sejarah Islam. Beliau
singgah di sana selama empat hari untuk selanjutnya meneruskan
perjalanan ke Madinah. Pada Jum’at pagi beliau berangkat dari Quba’ dan
tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf persis pada waktu shalat Jum’at.
Lalu shalatlah beliau di sana. Inilah Jum’at pertama dalam Islam, dan
karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang petama.
Kemudian
Nabi berangkat meninggalkan Bani Salim. Program pertama beliau
sesampainya di Madi¬nah ialah menentukan tempat di mana akan dibangun
Masjid. Tempat itu ialah tempat di mana untanya berhenti setibanya di
Madinah. Ternyata tanah yang dimaksud milik dua orang anak yatim. Untuk
itu Nabi minta supaya keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka
lebih suka menghadiah¬kannya. Tetapi beliau tetap ingin membayar harga
tanah itu sebesar sepuluh dinar. Dengan senang hati Abu Bakar
menyerahkan uang kepada mereka berdua.
Pembangunan Masjid segera
dimulai dan seluruh kaum Muslimin ikut ambil bagman, sehingga berdiri
sebuah Masjid berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun
korma.
Kesembilan
Kemudian Nabi mempersaudarakan antara
orang-orang Muhajirin dengan Anshar. Setiap orang Anshar mengakui orang
Muhajirin sebagai saudara¬nya sendiri, mempersilakannya tinggal di
rumah¬nya dan memanfaatkan segala fasilitasnya yang ada di rumah
bersangkutan.
Kesepuluh
Selanjutnya Nabi saw. merumuskan
piagam yang berlaku bagi seluruh kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi.
Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai undang-undang dasar
negara dan pemerintahan Islam yang pertama. Isinya mencakup tentang
perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong royong
untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain. Saripatinya adalah sebagai
berikut:
1. Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbe¬daan.
2. Persamaan hak dan kewajiban.
3. Gotong royong dalam segala hal yang tidak ter¬masuk kezaliman, dosa, dan permusuhan.
4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi umat.
5. Membangun suatu masyarakat dalam suatu sis¬tern yang sebaik-baiknya, selurusnya dan sekokoh-kokohnya.
6. Melawan orang-orang yang memusuhi negara dan membangkang, tanpa boleh memberikan bantuan kepada mereka.
7. Melindungi setiap orang yang ingin hidup ber¬dampingan dengan kaum
Muslimin dan tidak boleh berbuat zalim atau aniaya terhadapnya.
8.
Umat yang di luar Islam bebas melaksanakan agamanya. Mereka tidak boleh
dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diganggu harta bendanya.
9. Umat yang di luar Islam harus ambil bagian dalam membiayai negara, sebagaimana umat Islam sendiri.
10. Umat non Muslim harus membantu dan ikut memikul biaya negara dalam keadaan terancam.
11. Umat yang di luar Islam, harus saling membantu dengan umat Islam dalam melindungi negara dan ancaman musuh.
12. Negara melindungi semua warga negara, baik yang Muslim maupun bukan Muslim.
13. Umat Islam dan bukan Islam tidak boleh melin¬dungi musuh negara dan orang-orang yang membantu musuh negara itu.
14. Apabila suatu perdamaian akan membawa keba¬ikan bagi masyarakat,
maka semua warga negara baik Muslim maupun bukan Muslim, harus rela
menerima perdamaian.
15. Seorang warga negara tidak dapat dihukum
karena kesalahan orang lain. Hukuman yang mengenai seseorang yang
dimaksud, hanya boleh dikenakan kepada diri pelaku sendiri dan
keluarganya.
16. Warga negara bebas keluar masuk wilayah ne¬gara sejauh tidak merugikan negara.
17. Setiap warga negara tidak boleh melindungi orang yang berbuat salah atau berbuat zalim.
18. Ikatan sesama anggota masyarakat didasarkan atas prinsip
tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan, tidak atas dosa dan
permusuhan.
19. Dasar-dasar tersebut ditunjang oleh dua kekuat¬an.
Kekuatan spiritual yang meliputi keimanan seluruh anggota masyarakat
kepada Allah, kei¬manan akan pengawasan dan penlindungan-Nya bagi orang
yang baik dan konsekuen, dan Kekuatan material yaitu kepemimpinan negara
yang ter¬cerminkan oleh Nabi Muhammad saw.
BEBERAPA PELAJARAN
Pertama
Seorang
yang Mukmin yang percaya akan kemampuannya tentu tidak akan
sembunyi-sem¬bunyi beramal. Sebaliknya ia berterus terang tanpa gentar
sedikitpun terhadap musuh, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab
sewaktu dia akan hijrah. Dalam kasus ini ada pelajaran, keberanian bisa
membuat musuh merasa ngeri dan gentar. Seandainya orang-orang kafir
Quraisy sepakat untuk membunuh Umar, tentulah mereka mampu melaku¬kan
itu. Akan tetapi sikap Umar yang berani itulah yang membuat gentarnya
kafir Quraisy, dan memang onang-orang jahat selalu merasa takut
kehi¬langan hidup (nyawa).
Kedua
Ketika ajakan ke arah
kebenaran dan perbaikan sudah dapat dibendung, apalagi
pendukung-pendu¬kungnya sudah dapat menyelamatkan diri, tentulah
orang-orang jahat berpikir untuk membunuh pemim¬pin dakwah itu. Mereka
memperkirakan dengan terbunuhnya sang pemimpin, tamatlah riwayat dakwah
yang dilakukannya. Pemikiran semacam ini selalu ada dalam benak
orang-orang yang memusuhi kebaikan dari zaman dulu sampai sekarang.
Ketiga
Prajurit
yang sungguh-sungguh ikhlas untuk menyerukan kebaikan tentulah bersedia
menyela¬matkan pemimpinnya sekalipun dengan mengor¬bankan jiwanya
sendiri. Sebab, selamatnya pemimpin berarti selamatnya dakwah. Apa yang
telah dilakukan oleh Ali yang tidur di tempat Nabi merupakan
pe¬ngorbanan jiwa raga guna menyelamatkan diri Nabi.
Pada malam
itu sangat besar kemungkinan Ali terbunuh karena algojo-algojo yang
melaku¬kan pengepungan itu tentu akan menduga Ali itulah Nabi. Akan
tetapi hal itu tidak merisaukan diri Ali sama sekali. Seba, ia lebih
mementingkan keselamatan Nabi Muhammad saw.
Keempat
Dititipkannya
harta benda milik orang-orang Musyrik kepada Nabi saw. sementara mereka
sendiri memusuhi dan berambisi untuk membunuh Nabi, adalah menunjukkan
kepercayaan mereka akan kelurusan dan kesucian pribadi Nabi. Mereka juga
mengerti benar bahwa Nabi jauh lebih hebat dan lebih bersih hatinya
daripada diri mereka sendiri. Hanya kebodohan, ketidaktahuan, dan
keterikatan mereka pada tradisi dan kepercayaan yang salah sajalah yang
membuat mereka memusuhi, menghalangi dakwah Nabi, dan berusaha membunuh
Nabi.
Kelima
Berpikirnya seorang pemimpin dakwah, kepala
negara, atau pemimpin suatu pergerakan untuk menyelamatkan diri dari
ancaman musuh, sehingga ia mengambil jalan lain, tidaklah dapat dianggap
sebagai tindakan penakut atau tidak berkorban jiwa.
Keenam
Adanya
partisipasi Abdullah bin Abu Bakar dalam penencanaan dan pelaksanaan
hijrah Nabi, menunjukkan adanya peranan genenasi muda dalam mensukseskan
dakwah. Mereka merupakan penun¬jang yang dapat diandalkan bagi
mempercepat proses kesuksesan.
Pejuang-pejuang Islam yang pertama
dahulu seluruhnya terdiri dari para pemuda. Rasulullah saw. berumur
empat puluh tahun ketika dibangkitkan menjadi Nabi. Abu Bakar berumur
tiga puluh tahun, semen¬tara Ali paling muda di antara mereka. Demikian
pula Utsman, Abdullah bin Mas’ud, Abdurrahman bin Auf, Arqam bin Abu
Arqam, Sa’id bin Zaid, Bilal bin Rabah, Amman bin Yasir, dan lain-lain,
seluruhnya adalah para pemuda. Mereka sanggup memikul tanggung jawab
dakwah dengan segala pengorbanan dan berbagai macam derita. Dan mereka
mampu memenangkan Islam. Dengan kesungguhan¬nya beserta kaum Muslimin
lainnya, berdirilah negara Islam, ditahlukkanlah berbagai negeri, dan
sampailah Islam ke tangan generasi berikutnya, hingga kini.
Ketujuh
Partisipasi
Aisyah dan Asma binti Abu Bakar dalam pelaksanaan hijrah Nabi saw.
mengisyaratkan bahwa kaum wanita bukannya tidak diperlukan dalam suatu
perjuangan. Kaum hawa yang berperasaan halus itu pun diberi kepercayaan.
Mereka banyak sekali membantu sang suami mengurusi anak-anak dan
keluarga.
Dalam pada itu perjuangan kaum wanita di zaman
Rasulullah dahulu mengesankan kita sekarang, suatu gerakan Islamiyah
akan berjalan seret dan kurang membekas di kalangan masyarakat manakala
kaum wanita belum ikut ambil peranan. Bila sudah, maka itu berarti telah
terben¬tuk suatu generasi wanita atas dasar keimanan, akhlak mulia,
kesabaran, dan kesucian. Mereka akan lebih mudah menyebarkan nilai-nilai
luhur yang dibutuhkan oleh dunia dewasini ke dalam masyarnakatnya
sesama kaum wanita, ketimbang kaum pria. Tetapi hal ini tidak berarti
mereka boleh untuk tidak menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang baik.
Dalam
rangka mendidik generasi muda, pada zaman Nabi, kaum wanita telah
memberikan sumbangan yang tinggi nilainya. Merekalah yang banyak berbuat
untuk menumbuhkan suatu generasi penerus yang berakhlak Islam,
mencintal Islam, dan Rasulnya serta berjuang untuk Islam. Untuk ini
dapatlah dikatakan, kaum wanita itu lebih berhasil membentuk sebaik-baik
generasi penerus perjuangan Islam.
Kini kita harus belajar dan
sejarah di atas, harus berusaha membawa kaum wanita dan ibu-ibu, guna
mencetak mereka menjadi perancang panji-panji Is¬lam di tengah-tengah
masyarakat, mengingat kuan¬titasnya melebihi separuh penduduk dunia. Hal
itu menuntut kita untuk mendidik putri-putri dan sau¬dari-saudari di
lembaga-lembaga pendidikan Islam guna mempelajari berbagai ajanan Islam.
Banyaknya jumlah mereka yang paham akan agama Islam, hukum, sejarah,
dan ilmu lainnya, dan banyak mere¬ka yang berakhlak seperti akhlak Nabi
saw. dan isteri-isterinya, tentulah akan dapat lebih cepat lagi memacu
perbaikan yang berdasarkan ajaran Islam dan menciptakan masyarakat yang
mentaati seluruh ketentuan Allah swt.
Kedelapan
Tidak
terlihatnya Nabi Saw. oleh mata orang-¬orang yang mengejarnya di Gua
Tsur, dan adanya sarang laba-laba serta sarang burung yang sedang
bertelur seperti dalam kisah, kedua-duanya merupakan contoh adanya
pertolongan Ilahi kepada Rasul-Nya dan para pembela agama-Nya. Allah
swt. tidak membiarkan cita-cita dakwah gagal di tangan orang-orang
musyrik. Allah swt. selalu memberi jalan bagi hamba-hamba-Nya yang
ikhlas dalam menegakkan risalahNya. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya
Kami pasti menolong Rasul-rasul Kami dan onang-onang yang beriman, di
duniini dan di akhinat nanti.” (QS. Ghafir: 51).
Kesembilan
Kekhawatiran
Abu Bakar r.a. kalau musuh meli¬hat mereka yang bersembunyi di dalam
gua adalah menunjukkan betapa sayangnya sang pengawal kepada pimpinannya
yang sedang terancam bahaya, melebihi rasa sayang terhadap dirinya
sendiri. Sean¬dainya ia mementingkan diri sendiri, tentulah dia tidak
bersedia menemani Rasulullah dalam suatu perjalanan yang penuh bahaya
itu. Ia bukannya tidak tahu, jika Nabi saw. tertangkap dan dibunuh, maka
dia pun akan dibunuh.
Kesepuluh
Jawaban Rasulullah yang
bermaksud menenang¬kan Abu Bakar pada saat itu merupakan kata-kata yang
menunjukan betapa yakin-Nya Nabi kepada Allah yang pasti menolong
hamba-Nya dan betapa tulusnya beliau bertawakkal kepada-Nya. Dan
meru¬pakan bukti nyata kebenaran dakwah kenabiannya. Betapapun beliau
dalam keadaan sangat sulit dan terjepit, namun beliau yakin, Allah swt.
tidak pernah melepaskannya sesaat pun, karena dirinya itu diutus¬Nya
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.
Di sinilah beda Nabi
dengan orang yang se¬tengah-setengah dalam menyeru manusia ke jalan
Allah, dan juga dengan orang yang berpura-pura.
Kesebelas
Apa
yang telah terjadi atas diri Suraqah yang gagal total membunuh Nabi
saw. juga merupakan bukti kenabian Nabi saw. Setiap kali Suraqah
mengarahkan pedangnya ke arah tubuh Nabi, terjerembablah kudanya. Kaki
kuda itu tenggelam ditelan pasir. Tapi jika diputar haluan, kembalilah
kuda itu bangun dan berjalan seperti biasa. Bukankah ini pertolongan
Allah swt. kepada Rasul-Nya? Ambisi Suraqah untuk memperoleh hadiah yang
melimpah sebagaimana yang dijanjikan pemimpin-pemimpin kafir Qunaisy
ternyata tidak dapat mengalahkan kekuasaan Allah yang menghendaki
keselamatan Rasul-Nya. Oleh karena usahanya mengejar Nabi itu demi harta
benda, maka ia pun merasa puas dengan janji Nabi untuk menghadiahkan
sesuatu kepadanya.
Kedua belas
Janji Rasulullah akan
menghadiahkan kepadanya pakaian kebesaran kaisar, setelah kegagalan
Suraqah itu adalah juga suatu mukjizat yang dimiliki Nabi. Seorang
manusia biasa yang sedang lari dan kepungan musuhnya tentulah tidak lagi
sempat membayangkan dia akan mampu menaklukkan dan menampas mahkota
raja. Tetapi karena beliau memang benar-benar seorang Nabi, masih
segarlah dalam benaknya, pada akhirnya beliau akan dapat meraih mahkota
raja-raja, dan apa yang dijanjikannya kepada Suraqah niscaya akan
benar-¬benar terlaksana.
Dalam suatu peperangan yang dimenangkan
oleh umat Islam berikut harta rampasan yang tertimbun, terlihatlah oleh
Suraqah sepasang gelang raja. Lalu ia minta kepada Umar bin Khattab agar
gelang itu diberikan kepadanya sebagai realisasi janji Rasulullah
kepadanya dulu. Umar pun meme¬nuhi permintaan itu dengan disaksikan oleh
sahabat¬-sahabat Nabi lainnya.
Ketiga belas
Kegembiraan
peduduk Madinah atas keda¬tangan Rasulullah saw. merupakan kegembinaan
yang sesungguhnya bagi kaum Muhajinin dan Anshar, tetapi semu bagi kaum
Yahudi. Mereka turut bergembira di lahirnya, tapi dengki di dalam
batin¬nya, karena orang yang mereka sambut itulah yang akan mengambil
alih kepemimpinan dan kewibawa¬an yang selama itu ada di tangan mereka.
Bagi orang-¬orang Yahudi Madinah, kedatangan Rasulullah itu akan membuat
mereka tidak lagi bisa berbuat seenaknya terhadap jiwa dan harta benda
rakyat.
Sungguhpun kedengkian dan keengganan tunduk untuk kepada
hukum pada mulanya berhasil mere¬ka tutup-tutupi, namun akhirnya terbuka
juga. Isi piagam persaudaraan yang telah mereka sepakati di hadapan
Nabi dan kaum Muslimin dulu mulai diingkarinya satu persatu. Ini berarti
mereka tidak rela dan tidak suka hidup damai. Memang mereka sejak dulu
selalu ingin mengobarkan api peperangan. Akan tetapi api yang
dikobarkannya itu akan selalu dapat dipadamkan, sebagaimana dijanjikan
Allah swt. dalam firman-Nya, “Setiap kali meneka mengobankan api
pepenangan, maka setiap kali itu pula Allah memadamkannya.” (Al-¬Maidah:
64)
Keempat belas
Dari peristiwa hijrah ke Madinah,
nyatalah yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah ialah mem¬bangun
Masjid. Selama empat hari bermalam di Quba’, Rasulullah saw. membangun
Masjid Quba’. Selanjutnya beliau membangun sebuah Masjid di perkampungan
Bani Salim, yang terletak antana Quba dan Madinah. Begitu pula di
Madinah sendiri. Yang pertama kali dilakukan Nabi ialah membangun Masjid
Madinah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Masjid dalam
Islam.
Semua ibadat yang terdapat dalam Islam bertujuan untuk
mensucikan jiwa, meningkatkan akhlak, memperkuat persaudaraan dan
kegotong¬royongan antara sesama Muslim. Shalat berjamaah, shalat Jum’at,
dan shalat dua hari raya adalah cen¬minan persaudaraan sosial,
persatuan kata dan tuju¬an dengan demikian tidaklah teringkari lagi
Masjid itu membawa misi sosial kemasyarakatan dan kerohaniaan yang
sangat besar maknanya bagi masyarakat Islam.
Sejarah menyatakan
dari Masjidlah tentara Islam berangkat untuk menyebarluaskan hidayah
Allah (agama Islam) ke seluruh penjuru dunia. Dan di Masjidlah diolah
dan dikembangkan kebudayaan Islam. Abu Bakar, Umar, Ali, Khalid, Said,
Abu Ubadah dan para pembesar lainnya dalam sejarah Islam adalah tamatan
madrasah Islamiyah yang berpusat di Masjid.
Hal lain yang perlu
dicatat ialah Masjid meru¬pakan sarana pendidikan Islam yang bersifat
masal dan pekanan. Setiap ekan (yaitu pada hari Jum’at) dicanangkan
seruan untuk mengikis habis kemungkaran di samping perintah untuk
menegak¬kan kebenaran dan keadilan. Dan dalam Masjid itu diberikan pula
peringatan bagi orang yang lupa pada Islam, diserukan persatuan umat,
diprotes segala bentuk kezaliman berikut pelaku-pelakunya. Bukan¬kah
dulu dari Masjidlah digalang persatuan dan semangat juang umat Islam
untuk mengenyahkan penjajah, baik yang bernama imperialisme Perancis,
Inggris, Belanda dan konco-konconya, maupun yang bernama Zeonisme
Yahudi? Jika dewasa ini Masjid tidak difungsikan sebagaimana mestinya
lagi, maka itulah kesalahan khatib-khatib yang rela membelok¬kan ajaran
agama, hanya karena keselamatan pribadi dan kepentingan perut dan
kedudukannya.
Sangat beruntung jika dalam keadaan tidak
berfungsinya Masjid-masjid dewasa ini bangkit ulama yang ikhlas demi
Allah. Mereka menyerukan agar kembali menjadikan Masjid sebagai sentral
dakwah Islamiyah. Dari sanalah kita bina masyarakat Islam, kita bina dan
cetak kader-kader, dan kita siapkan pahlawan-pahlawan agama. Dari
sanalah kita pernangi kejahatan dan kemungkaran, guna memudah¬kan
terbentuknya masyarakat Islam yang diidam¬-idamkan. Kemudian pendirian
seperti ini disadani dan dilanjutkan oleh generasi muda Islam yang
su¬dah berilmu dan berakhlak bagaikan akhlaknya Rasulullah saw.
Kelima belas
Persaudaraan
yang dibina Rasulullah antana kaum Muhajirin dan Anshar adalah juga
merupakan kenyataan dan keadilan Islam yang berperikemanu¬siaan,
bermoral, dan konstruktif. Kaum Muhajirin telah meninggalkan negeri
kelahirannya dengan tidak membawa harta benda, sedangkan kaum Anshae
rata-rata merupakan orang-orang kaya dengan hasil pertanian dan
industri.
Oleh karena itu pantaslah jika mereka turun tangan
mengatasi kesulitan-kesulitan yang diderita oleh saudara-saudaranya yang
Muhajirin. Sungguh ini adalah perbuatan yang melebihi ajaran keadilan
sosial yang didengung-dengungkan faham sosialisme dewasa ini?
Atas
dasar di atas dapatlah dikatakan, orang-¬orang yang mengingkari adanya
keadilan sosial dalam Islam adalah orang yang memutarbalikkan fakta,
setidak-tidaknya bermaksud agar ajaran ini ditinggalkan sedikit demi
sedikit, atau agar orang yang belum memeluknya sama sekali menjadi tidak
senang kepadanya. Kalau orang yang mengingkari¬nya itu adalah onang
Islam sendiri, maka pastilah mereka itu orang yang jumud (tidak
mengerti) yang tidak suka akan kata “keadilan sosial” itu saja. Sejarah
telah membuktikan hal ini, Nabi saw. sendiri telah menegakkannya dan
sekaligus menjadikannya landasan bagi berdirinya masyarakat dan negara
Islam yang dipimpinnya sendiri.
Keenam belas
Dalam piagam
persaudaraan antara kaum Muhajinin dan kaum Anshar, di satu pihak, dan
piagam kerjasama antara kaum Muslimin dengan non Muslim di lain pihak,
terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan Daulah Islamiyah itu ditegakkan
di atas prinsip keadilan, asas hubungan antara Muslimin dan non
Muslimin adalah perdamaian. Dalam piagam tersebut ditegaskan pula
kebenaran, keadilan, gotong royong dalam kebaikan dan dalam mengikis
segala akibat yang ditimbulkan oleh ke¬mungkaran, yang telah melanda
masyarakat meru¬pakan tema-tema yang selalu dibawa oleh agama Islam.
Daulah Islamiyah itu, di mana dan kapan pun adanya, haruslah ditegakkan
di atas pninsip-prinsip yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.
Prinsip¬-prinsip dimaksud tentulah yang terbaik di antana
prinsip-prinsip kenegaraan yang ada dan dipraktek¬kan dewasa ini.
Usaha-usaha masyarakat Islam ada¬lah sangat relevan dengan perkembangan
pemikiran manusia tentang kenegaraan, hal mana masyarakat Islam sendiri
harus mencontoh ajaran Islam sendiri.
Di negeri Islam, kaum
Muslimin tetap dilarang mengganggu kawan-kawannya yang non Muslim.
Dilarang menganggu keyakinan mereka dan dilarang memperkosa hak-hak
mereka. Mengapa orang-orang masih tidak setuju memberlakukan hukum Islam
di negerinya masing-masing, padahal hukum Islam ini cukup adil, benar,
kokoh, memen¬tingkan keadilan sosial yang berasaskan persau¬daraan,
cinta mencintai, dan tolong menolong?
Kepada seluruh umat
Muslimin patutlah diperingatkan, penjajahan, dalam segala bentuk dan
manifestasinya, tidaklah akan terkikis habis, melain¬kan dengan cara
menerapkan Islam. Inilah inti perjuangan dakwah dewasa ini. Perhatikan
firman Allah berikut, “Sekiranya penduduk negeri sudah beriman dan
bertakwa, pastilah akan Kami limpahkan kepadanya keberkahan dan langit
dan bumi.” (Al-A’raf: 96)
“Dan yang Kami perintahkan ini adalah
jalan yang lurus, maka turutilah, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan yang lain itu
mencerai-beraikan kamu dan membelokkan dan jalan¬Nya.” (Al-An’am: 153)
“Dan
siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan
jalan kelua dan memberinya rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka,
dan siapa saja yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Ia akan
mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi
segala sesuatu.” (At-Thalaq: 2-3)
“Dan siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (At-Thalaq: 4)
“Dan
siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengampuni
kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.”
(At-Thalaq: 5)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/hijrah-nabi-dan-menetap-di-madinah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar