Oleh: DR. Amir Faishol Fath
dakwatuna.com – Dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan
diri sebagai hamba Allah semata. Kalimat laa ilaaha illallaahu dan
Muhammadur Rasuulullah selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan
anggota tubuhnya agar tidak menyembah selain-Nya. Baginya hanya Allah
sebagai Tuhan yang harus ditaati, diikuti ajaran-Nya, dipatuhi
perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Caranya bagaimana, lihatlah
pribadi Rasulullah saw. sebab dialah contoh hamba Allah sejati.
Dalam
pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah
saw. adalah hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha
(Al-Israa’:1). Begitu juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah
berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya
Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya
(Al-Kahfi:1).
Ini menunjukkan bahwa agar makna dua kalimat
syahadat – yang intinya adalah tauhid – benar-benar tercermin dalam jiwa
dan perbuatan, tidak ada pilihan bagi seorang hamba kecuali mencontoh
pribadi Rasulullah saw. dalam segala sisi kehidupannya, baik dari sisi
aqidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya terhadap
istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya bersama-sahabatnya,
akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan kepemimpinannya sebagai
kepala Negara. Maka untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti yang
dicontohkan Rasulullah saw. seorang hamba hendaknya menghindar jauh-jauh
dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat
syahadat tersebut, yang setidaknya ada tiga: (a) Syirik ( menyekutukan
Allah (b) Ilhad (menyimpang dari kebenaran) (c) Nifaq (berwajah dua,
menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).
1. Syirik (menyekutukan Allah)
a).
Definisi: Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap
menyekutukan Allah secara zat, sifat, perbuatan dan ibadah. Adapun
syirik secara zat adalah dengan meyakini bahwa zat Allah seperti zat
makhluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara
sifat artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan
sifat-sifat Allah. Dengan kata lain bahwa makhluk mempunyai sifat-sifat
seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali. Syirik secara
perbuatan artinya: seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam
semesta dan rezki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini.
Sedangkan syirik secara ibadah artinya: seseorang menyembah selain
Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya
seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam pengertian tersebut secara
eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh Islam. karenanya seorang
muslim harus benar-benar hat-hati dan menghindar jauh-jauh dari
syirik-syirik seperti yang telah diterangkan di atas.
b)
Bentuk-bentuk Syirik: Pertama, menyembah patung atau berhala (al
ashnaam). Allah swt. dalam surat Al-Hajj:30 berfirman, “maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta”. Dalam surat Maryam:42 diceritakan bahwa Nabi Ibrahim menegur
ayahnya karena menyembah patung: Ingatlah ketika ia berkata kepada
bapaknya, “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?”
Kedua,
menyembah matahari, dalam surat Al-A’raaf:54 Allah menolak orang-orang
yang menyembah matahari, bulan dan bintang, “Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu
Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam”. Lalu dalam surat Fushshilat:37 lebih tegas lagi Allah
berfirman, “Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam,
siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan
janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang
menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”.
Ketiga,
menyembah malaikat dan jin, dalam surat Al-An’aam:100 Allah berfirman:
Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong
(dengan mengatakan), “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan”. Dalam surat Saba’:40-41,
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka
semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini
dahulu menyembah kamu?”. Malaikat-malaikat itu menjawab, “Maha Suci
Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah
menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.
Keempat,
menyembah para nabi, seperti Nabi Isa as. yang disembah kaum Nasrani
dan Uzair yang disembah kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak
Allah. Allah berfirman, “Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra
Allah” dan orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu putra Allah”. Demikian
itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana
mereka sampai berpaling?” (At-Taubah:30). Dalam surat Al-Maidah:72,
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya
Allah adalah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata,
“Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun”.
Kelima,
Menyembah Rahib atau Pendeta, Allah berfirman, “Mereka menjadikan
orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah,
dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan”. Adi bin Hatim ra. pernah bertanya kepada Rasulullah
mengenai hal tersebut, seraya berkata, “Sebenarnya mereka tidak
menyembah Pendeta atau Rahib mereka?” Rasululah saw. menjawab: Benar,
tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu
tindak penyembahan terhadap mereka?
Keenam, menyembah Thagut.
Istilah thagut diambil dari kata thughyaan artinya melampaui batas.
Maksudnya: segala sesuatu yang disembah selain Allah. Setiap seruan para
rasul intinya adalah mengajak kepada tauhid dan menjauhi thagut. Allah
berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut
itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (An-Nahl:36). Dan
tauhid yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa menghindar dari
menyembah thagut, Allah berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui (Al-Baqarah:256). Allah bangga dengan orang-orang beriman
yang menjauhi thagut, “Dan orang-orang yang menjauhi thagut (yaitu)
tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira;
sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku: (Az Zumar:17).
Ketujuh,
menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan untuk melakukan
keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu ia mengutamakan
keinginan nafsunya di atas cintanya kepada Allah. Dengan demikian ia
telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya. Allah berfirman:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
(Al-Furqaan:43). Dalam surat Al-Jatsiyah:23, “Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya
sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
c)
Macam-macam Syirik: Ada dua macam syirik: (a) Syirik besar (b) syirik
kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zhahir
(nampak) dan khafiy (tersembunyi). Marilah kita bahas satu-satu persatu
dari kedua macam syirik tersebut.
Pertama, Syirik besar (Asy
Syirkul Akbar), yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya.
Dikatakan syirik besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni
dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An
Nisaa’:116). Ilustarsi syirik besar ini dibagi dua dimensi: dzahir dan
khafiy. Yang zhahir bisa dicontohkan seperti menyembah bintang,
matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, manusia
(seperti menyembah Fir’un, raja-raja, Budha, Isa ibn Maryam, malaikat,
Jin dan Syetan. Sementara yang khafiy bisa dicontohkan seperti meminta
kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa
memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang sebagai
pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti Allah swt.
Kedua,
syirik kecil (Asyirkul Ashghar), yaitu suatu tindakan yang mengarah
kepada syirik, tetapi belum sampai ketingkat keluar dari tauhid, hanya
saja mengurangi kemurnian nya. Syirik Ashghar ini juga dua dimensi:
zhahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan
perbuatan. (a) Yang berupa lafal contohnya: bersumpah dengan nama selain
Allah dan mengarah ke syirik, seperti pernyataan: demi Nabi, demi
Ka’bah, demi Kakek dan Nenek dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah saw. bersabda: man halafa bighirillahi faqad kafara wa
asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain maka ia kafir dan musyrik)
(HR. Turmidzi no 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik
pernyataan: kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini tidak akan
terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka’bah dan lain sebagainya.
(b) Adapun yang berupa perbuatan contohnya: mengalungkan jimat dengan
keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya.
Adapun
syirik Ashghar yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan,
seperti riya’ dan sum’ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah
dengan niat ingin dipuji orang dan lain sebagainya. Seperti menegakkan
shalat dengan nampak khusyu’ karena sedang di samping calon mertuanya,
supaya dipuji sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian
tidak demikian. Riya’ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya.
Sebab Islam sangat memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang
menentukan bagi baik tidaknya perbuatan zhahir. Allah berfirman, “Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak
menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:264). Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: man samma’a sammallahu bihii,
waman yraa’ii yraaillahu bihii (Siapa yang menampakkan amalnya dengan
maksud riya’ Allah akan menyingkapnya di hari Kiamat, dan siapa yang
menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang, Allah
mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat (HR. Bukhari:288 dan Muslim
no. 2987).
d) Bahaya-bahaya Syirik: Pertama, Syirik adalah
kezhaliman yang nyata. Allah berfirman: innasy syirka ladzlumun adziim
(sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar) (Luqman:13). Mengapa sebab dengan berbuat syirik seseorang telah
menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya,
tidak berdaya apa-apa.
Kedua, Syirik merupakan sumber khurafat,
sebab orang-orang yang meyakini bahwa selain Allah seperti bintang,
matahari, kayu besar dan lain sebagainya bisa memberikan manfaat atau
bahaya berarti ia telah siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi
para dukun, kuburan-kuburan angker dan mengalungkan jimat di lehernya.
Ketiga,
Syirik sumber ketakutan dan kesengsaraan, Allah berfirman, “Akan Kami
masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan
keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah
seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim” (Ali Imran:151)
Keempat,
Syirik merendahkan derajat kemanusiaan, Allah berfirman, “Barangsiapa
mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh
dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh” (Al-Hajj:31).
Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan
manusia, Allah berfirman, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak
(pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi
syafaat kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah, “Apakah kamu mengabarkan
kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak
(pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
mempersekutukan (itu)” (Yunus:18).
Keenam, di akhirat nanti
orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah, dan akan masuk
neraka selama-lamanya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni
dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa’:116) Dalam
surat Al-Maidah:72, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang
penolong pun”.
e) Sebab-sebab Syirik: Ada beberapa sebab
fundamental munculnya syirik: (a) Al-Jahlu (kebodohan). Karenanya
masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah.
Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam
kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat
syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan
kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah
masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa,
sebab mereka bodoh, dan dengan kebodohannya mereka tidak tahu bagaimana
seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara sumber yang sangat mereka
agungkan.
(b) dhu’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang yang lemah
imannya cenderung berbuat maksiat. Sebab rasa takut kepada Allah tidak
kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk
menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya maka
tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik,
seperti memohon kepada pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke
kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden
atau selalu merujuk kepada para dukun untuk supaya penampilannya tetap
memikat hati banyak orang dan lain sebagainya.
(c) taqliid
(taklid buta). Di dalam Al-Qur’an selalu digambarkan orang-orang yang
menyekutukan Allah dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang
mereka. Allah berfirman, “Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji,
mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang
demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya. Katakanlah,
“Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.”
Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”
(Al-A’raf:28). Dalam surat Al-Baqarah:170, “Dan apabila dikatakan
kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka
menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” Dalam surat Al-Maidah:104,
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa
yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka
akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?
2. Al-Ilhaad (Menyimpang Dari Kebenaran)
Penggunaan
istilah al ilhaad dalam Al-Qur’an: Al-Qur’an menggunakan istilah ilhaad
di banyak tempat, kadang berbentuk kosa kata yulhiduun sebagaimana
berikut: Dalam surat Al-A’raf:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asma-ul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan. Dalam surat An Nahl 10:
وَلَقَدْ
نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ
الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ
مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata,
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad
belajar kepadanya bahasa `Ajam, sedang Al-Qur’an adalah dalam bahasa
Arab yang terang. Dalam surat Fushshilat:4:
إِنَّ الَّذِينَ
يُلْحِدُونَ فِي ءَايَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا أَفَمَنْ يُلْقَى
فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي ءَامِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi
dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka
lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari
kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.Kadang berbentuk kosa kata ilhaad, Allah
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً
الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ
نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil haram yang telah
Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di
padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan
secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang
pedih (Al-Hajj:25) Dan kadang berbentuk kosa kata multahadaa Allah
berfirman:
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Dan
bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu
(Al-Qur’an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah
kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat
berlindung selain daripada-Nya (Al-Kahfi:27)
قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Katakanlah,
“Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku
dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat
berlindung selain daripada-Nya” Al-Jin:22).Arti al ilhaad menurut para
ulama: Al-Farra’ mengatakan bahwa kata yulhiduun atau yalhaduun artinya
condong kepadanya. Imam Al-Harrani dari Ibn Sikkit mengatakan: al mulhid
artinya orang yang menyimpang dari kebenaran, dan memasukkan sesuatu
yang lain kepadanya. Dalam Lisanul Arab dikatakan: al ilhaad artinya
menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Meragukan Allah juga termasuk
ilhaad. Dikatakan juga bahwa setiap tindak kezhaliman dalam bahasa Arab
disebut ilhaad. Karenanya dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa monopoli
makanan di tanah haram itu termasul ilhad. Ketika dikatakan laa tulhid
fil hayaati itu artinya jangan kau menyimpang dari kebenaran selama
hidupmu.
Imam Ashfahani dalam bukunya mufradaat alfadhil Qur’an
mengatakan bahwa kata al ilhaad artinya menyimpang dari kebenaran. Dalam
hal ini –kata Al-Ashfahani- ada dua makna: Pertama, ilhad yang identik
dengan syirik, bila ini dilakukan maka otomatis seseorang menjadi kafir.
Kedua, ilhad yang mendekati syirik, ini tidak membuat seseorang menjadi
kafir, tetapi setidaknya telah mengurangi kemurnian tauhid nya.
Termasuk sikap ini apa yang digambarkan dalam firman Allah:
وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
siapa
yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya
akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih
(Al-Hajj:25).Dalam menafsirkan ayat
وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
(dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya), Imam Al-Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua
macam dalam ilhaad kepada nama-nama Allah: (a) menyifati Allah dengan
sifat-sifat yang tidak pantas disebut sebagai sifat Allah (b)
menafsirkan nama-nama Allah dengan makna yang tidak sesuai dengan
keagungannya (Lihat Mufradat Alfaadzul Qur’an h.737).
Hakikat Ilhad
berdasarkan
keterangan di atas baik ditinjau dari segi bahasa maupun definisi yang
disampaikan para ulama nampak bahwa istilah ilhad digunakan untuk segala
tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Jadi setiap penyimpangan dari
kebenaran disebut ilhad. Tetapi secara definitif ia lebih khusus
digunakan untuk sikap yang menafikan sifat-sifat, nama-nama dan
perbuatan Allah. Dengan kata lain para mulhidun adalah mereka yang tidak
percaya adanya sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah.
Berbeda
dengan kafir yang di dalamnya bisa berupa pengingkaran kepada Allah,
menyekutukan-Nya dan pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya. Sementara
ilhad lebih kepada pengingkaran sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan
Allah saja. Dari sini nampak bahwa tidak setiap kafir ilhad. Karenanya
–seperti dikatakan dalam buku Al-Furuuq Al-Lughawiyah- orang-orang
Yahudi dan Nasrani sekalipun mereka tergolong kafir, tetapi mereka tidak
termasuk mulhiduun. Tetapi setiap tindakan ilhad itu termasuk kafir.
Bahaya-bahaya ilhaad
Pertama,
bahwa para ulama sepakat bahwa tauhid mempunyai tiga dimensi: (a)
tauhid uluhiyah, (b) tauhid rububiyah (c) tauhid asma’ dan sifat. Karena
ilhad adalah tindakan menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan
Allah maka dengan melakukan ilhad seseorang telah menghapus satu dimensi
dari dimensi tauhid yang sudah baku. Para ulama sepakat bahawa
mengingkari salah satu dari dimensi-dimensi tauhid adalah kafir. Karena
itu orang-orang mulhid tergolong orang kafir.
Kedua, bahwa dengan
menafikan sifat-sifat dan nama-nama Allah berarti ia telah mengingkari
ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan adanya nama-nama dan sifat-sifat
Allah. Para ulama sepakat bahwa mengingkari satu ayat dari ayat-ayat
Al-Qur’an adalah kafir.
Ketiga, bahwa mengingkari perbuatan Allah
berarti mengingkari segala wujud di alam ini sebagai ciptaan-Nya. Bila
ini yang diyakini berarti telah mengingkari kekuasaan Allah sebagai
Pencipta. Mengingkari kekuasaan Allah adalah kafir.
3. An Nifaaq (Wajahnya Islam, Hatinya Kafir)
Imam Al-Ashfahani menerangkan bahwa an nifaaq diambil dari kata an nafaq artinya jalan tembus. Dalam surat Al-An’aam dikatakan:
وَإِنْ
كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَبْتَغِيَ
نَفَقًا فِي الْأَرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِي السَّمَاءِ فَتَأْتِيَهُمْ
بِآيَةٍ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَى فَلَا
تَكُونَنَّ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan jika perpalingan mereka
(darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang
di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat
kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah
menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu
sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil (Al-An’aam:35). Orang Arab
berkata: naafaqal yarbu’ binatang yarbu’ telah melakukan nifak, karena
ia masuk ke satu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Dalam
pengertian ini kata an nifaaq digunakan. Sebab orang-orang munafik
ketika bertemu dengan orang-orang Islam mereka suka menampakkan dirinya
sebagai seorang muslim, sementara ketika bertemu dengan kawan-kawan
mereka sesama kafir, mereka kembali lagi ke wajah mereka yang asli,
sebagai orang-orang kafir. Karenanya Allah berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik” (At Taubah:67).
Ciri-ciri
orang munafik: Di pembukaan surat Al-Baqarah setelah menceritakan
ciri-ciri orang-orang beriman dan ciri-ciri orang-orang kafir, Allah
lalu menceritakan ciri-ciri orang-orang munafik secara panjang lebar.
Ringkasnya sebagai berikut: (a) Di mulut mereka mengatakan beriman
kepada Allah dan hari Kiamat, sementara hati mereka kafir (lihat
Al-Baqarah:8-10) (b) Ketika dikatakan kepada mereka agar jangan berbuat
kerusakan, mereka mengaku berbuat baik(lihat Al-Baqarah:11-12). (c)
Ketika bertemu dengan orang-orang beriman mereka menampakkan keimanan,
tetapi ketika kembali ke kawan-kawan mereka sesama syaitan mereka
kembali kafir. (d) Ibarat orang berbisnis mereka sedang membeli
kekafiran dengan keimanan. Sebab setiap saat wajah mereka berganti-ganti
tergantung dengan siapa mereka pada saat itu sedang bersama-sama. (e)
Ibarat pejalan dalam kegelapan, setiap kali mereka menyalakan obor,
seketika obor itu padam kembali. (d) Ibarat orang-orang yang ketakutan
mendengarkan petir saat hujan turun, mereka selalu menutup telinga
karena takut kebenaran yang disampaikan Rasulullah saw. Masuk ke hati
mereka.
Penutup
Demikianlah hal-hal yang merusak kemurnian
tauhid (baca: menghancurkan makna dua kalimat syahadat), yang secara
singkat setidaknya ada tiga: Syirik, ilhaad dan nifaq. Masing-masing
dari komponen tersebut mempunyai tujuan sendiri, hanya saja syirik lebih
mengarah kepada sikap menyekutukan Allah, sementara ilhad lebih
mengarah kepada sikap menafikan sifat, asma dan perbuatan Allah. Adapun
nifaq lebih mengarah kepada penampilan dengan wajah dua. Tetapi
ujung-ujungnya adalah kekafiran. Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/hal-hal-yang-merusak-tauhid/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar