Jumat, 12 Oktober 2012

Menjual Kulit Binatang Kurban ?

MENJUAL KULIT BINATANG KURBAN?

Oleh
Ustadz Muslim Al-Atsari



Menyembelih binatang kurban merupakan ibadah agung yang dilakukan umat Islam setiap tahun pada hari raya kurban.

Orang yang menyembelih binatang kurban, boleh memanfaatkannya untuk memakan sebagian daging darinya, menshadaqahkan sebagian darinya kepada orang-orang miskin, menyimpan sebagian dagingnya, dan memanfaatkan yang dapat dimanfaatkan, misalnya ; kulitnya untuk qirbah (wadah air) dan sebagainya.

Dalil hal-hal di atas adalah hadits-hadits dibawah ini.

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَع قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُالْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّه نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّ خِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْتُعِينُوا فِيهَا

“Artinya : Dari Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa di antara kamu menyembelih kurban, maka janganlah ada daging kurban yang masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga”. Tatkala pada tahun berikutnya, para sahabat bertanya : “Wahai, Rasulullah! Apakah kita akan melakukan sebagaimana yang telah kita lakukan pada tahun lalu?” Beliau menjawab : “Makanlah, berilah makan, dan simpanlah,. Karena sesungguhnya tahun yang lalu, menusia tertimpa kesusahan (paceklik), maka aku menghendaki agar kamu menolong (mereka) padanya (kesusahan itu). [HR Bukhari no. 569, Muslim, no, 1974]

Perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Makanlah, berilah makan, dan simpanlah’, bukan menunjukkan kewajiban, tetapi menunjukkan kebolehan. Karena perintah ini datangnya setelah larangan, sehingga hukumnya kembali kepada sebelumnya. [Lihat juga Fathul Bari, penjelasan hadits no. 5.569]

Dari hadits ini kita mengetahui, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang memakan daging kurban lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada waktu itu menshadaqahkan kelebihan daging kurban yang ada. Namun larangan itu kemudian dihapuskan. Dalam hadits lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menghapuskan larangan tersebut dan menyebutkan sebabnya. Beliau bersabda.

كُنْتُ نَهَيْتُكُم عَنْ لُحُومِ اْلأَضَا حِيِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لاَ طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَابَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

“Artinya ; Dahulu aku melarang kamu dari daging kurban lebih dari tiga hari, agar orang yang memiliki kecukupan memberikan keleluasan kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun (sekarang), makanlah semau kamu, berilah makan, dan simpanlah” [HR Tirmidzi no. 1510, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]

Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullah berkata. :

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ اَهلِ الْمِلْمِ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ

“Artinya : Pengamalan hadits ini dilakukan oleh ulama dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka”.

Dalam hadits lain disebutkan:
“Dari Abdullah bin Waqid, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan daging kurban setelah tiga hari. Abdullah bin Abu Bakar berkata : Kemudian aku sebutkan hal itu kepda Amrah. Dia berkata, “dia (Abdullah bin Waqid) benar”. Aku telah mendengar Aisyah Radhiyallahu anha mengatakan, orang-orang Badui datang waktu Idul Adh-ha pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, ‘Simpanlah (sembelihan kurban) selama tiga hari, kemudian shadaqahkanlah sisanya’. Setelah itu (yaitu pada tahun berikutnya, -pent) para sahabat mengatakan : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang membuat qirbah-qirbah [1] dari binatang-binatang kurban mereka, dan mereka melelehkan (membuang) lemak darinya”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Memangnya kenapa?” Mereka menjawab, “Anda telah melarang memakan daging kurban setelah tiga hari”. Maka beliau bersabda : “Sesungguhnya aku melarang kamu hanyalah karena sekelompok orang yang datang (yang membutuhkan shadaqah daging, -pent). Namun (sekarang) makanlah, simpanlah, dan bershadaqahlah’ [HR Muslim no. 1971]

Banyak ulama menyatakan, orang yang menyembelih kurban disunnahkan bershadaqah dengan sepertiganya, memberi makan dengan sepertiganya, dan dia bersama keluarganya memakan sepertiganya. Namun riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ini lemah. Sehingga hal ini diserahkan kepada orang yang berkurban. Seandainya dishadaqahkan seluruhnya, hal itu dibolehkan. Wallahu a’lam [2]

MENJUAL SESUATU DARI HEWAN SEMBELIHAN KURBAN
Dalam masalah ini terdapat beberapa hadits, sebagaimana tersebut dibawah ini.

1. Hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ عَلِيِّ رضي اللّه عنْه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ علَى بًدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُو مَهَا وَجُلُو دَهَا وَجِلاَلَهَا (فِي الْمَسَا كِيْنِ) وَلاَ يُغْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا

“Artinya : Dari Ali Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn (onta-onta hadyu) Beliau [3], membagi semuanya, dan jilalnya [4] (pada orang-orang miskin). Dan dia tidak boleh memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada penjagalnya”. [HR Bukhari no. 1717, tambahan dalam kurung riwayat Muslim no. 439/1317]

Pada riwayat lain disebutkan, Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata.

أَمَرَ نِي رَسُولُ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku mengurusi onta-onta kurban Beliau, menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan Beliau bersabda : “Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami” [HR Muslim no. 348, 1317]

Hadits ini secara jelas menunjukkan, bahwa Ali diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menshadaqahkan daging hadyu, kulitnya, bahkan jilalnya. Dan tidak boleh mengambil sebagian dari binatang kurban itu untuk diberikan kepada tukang jagalnya sebagai upah, karena hal ini termasuk jaul beli. Dari hadits ini banyak ulama mengambil dalil tentang terlarangnya menjual sesuatu dari binatang kurban, termasuk menjual kulitnya.

2. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رضسُو لَ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ

“Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.

Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah. [5]

3. Hadits Abi Sa’id Al-khudri Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

(...وَلاَ تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ الْهَدْيِ وَاْلأَضَا حِي فَكُلُوْا وتَصَدَّقُوْا وَاستَمْتِعُوْا بِجُلُودِهَا وَلاَ تَبِيْعُو هَا....)

“Artinya : Janganlah kamu menjual daging hadyu dan kurban. Tetapi makanlah, bershadaqahlah, dan gunakanlah kesenangan dengan kulitnya, namun janganlah kamu menjualnya” [Hadits dha’if, riwayat Ahmad 4/15] [6]

PERKATAAN PARA ULAMA
1. Imama Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Jika seseorang telah menetapkan binatang kurban, wolnya tidak dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai kurban, dia boleh mencukur wolnya. Binatang kurban termasuk nusuk (binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah), dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan menyimpannya. Ini semua boleh terhadap seluruh (bagian) binatang kurban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya. Menukarkannya merupakan jual beli”.

Beliau juga mengatakan : “Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini, yaitu : Barangsiapa telah menjual sesuatu dari binatang kurbannya, baik kulit atau lainnya, dia (harus) mengembalikan harganya –atau nilai apa yang telah dia jual, jika nilainya labih banyak dari harganya- untuk apa yang binatang kurban dibolehkan untuknya. Sedangkan jika dia menshadaqahkannya, (maka) lebih aku sukai, sebagaimana bershadaqah dengan daging binatang kurban lebih aku sukai” [7]

2. Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Dan madzhab (pendapat) kami (Syafi’iyah), tidak boleh menjual kulit hadyu atau kurban, dan tidak boleh pula (menjual) sesuatu dari bagian-bagiannya. Inilah madzhab kami. Dan ini pula pendapat Atho, An-Nakha’i, Malik, Ahmad dan Ishaq. Namun Ibnul Mundzir menghikayatkan dari Ibnu Umar, Ahmad dan Ishaq, bahwa tidak mengapa menjual kulit hadyu dan menshadaqahkan harga (uang)nya. Abu Tsaur memberi keringanan di dalam menjualnya. An-Nakha’i dan Al-Auza’i berkata : ‘Tidak mengapa membeli ; ayakan, saringan, kapak, timbangan dan semacamnya dengannya (uang penjualan kulitnya, -pent), Al-Hasan Al-Bashri mengatakan ; “Kulitnya boleh diberikan kepada tukang jagalnya’. Tetapi (perkataannya) ini membuang sunnah, wallahu a’lam. [Lihat Syarah Muslim 5/74-75, Penerbit Darul Hadits Cairo]

3. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah berkata : “Ini (hadits Ali di atas) menunjukkan bahwa dia (Ali) bershadaqah dengan kulit dan jilal (pakaian onta) sebagaimana dia bershadaqah dengan daging. Dan Ali tidak sedikitpun mengambil dari hewan sembelihan itu sebagai upah kepada tukang jagal, karena hal itu termasuk hukum jual-beli, karena dia (tukang jagal) berhak mendapatkan upah. Sedangkan hukum kurban sama dengan hukum hadyu, yaitu tidak boleh diberikan kepada tukang jagalnya sesuatupun dari binatang sembelihan itu (sebagai upah). Penulis Nihayatul Mujtahid berkata : “Yang aku ketahui, para ulama sepakat tidak boleh menjual dagingnya”. Tetapi mereka berselisih tentang kulit dan bulunya yang dapat dimanfaatkan. Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan tidak boleh. Abu Hanifah mengatakan boleh menjualnya dengan selain dinar dan dirham. Yakni (ditukar) dengan barang-barang. Atha’ berkata, boleh dengan semuanya, dirham atau lainnya” [8] Abu Hanifah membedakan antara uang dengan lainnya, hanya karena beliau memandang bahwa menukar dengan barang-barang termasuk kategori memanfaatkan (binatang sembelihan), karena ulama sepakat tentang bolehnya memanfaatkan dengannya’. [Lihat Subulus Salam 4/95, Syarah Hadits Ali]

4. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam mengatakan : “Di antara faidah hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang kurban tidak dijual. Bahkan penggunaan kulitnya adalah seperti dagingnya. Pemilik boleh memanfaatkannya, menghadiahkannya atau menshadaqahkannya kepada orang-orang fakir dan miskin. [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/70]

Beliau juga berkata : “Para ulama sepakat tidak boleh menjual daging kurban atau hadyu (hewan yang disembelih oleh orang yang haji). Jumhur (mayoritas) ulama juga berpendapat tidak boleh menjual kulit binatang kurban, wolnya (bulu kambing), wabar (rambut onta) dan rambut binatangnya. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan menjual kulitnya, rambutnya dan semacamnya dengan (ditukar) barang-barang, bukan dengan uang, karena menukar dengan uang merupakan penjualan yang nyata” [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/71]

KESIMPULAN
Dari perkataan para ulama di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1. Orang yang berkurban boleh memanfaatkan kurbannya dengan memakan sebagiannya, menshadaqahkan sebagiannya, memberi makan orang lain dan memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan.
2. Para ulama sepakat, orang yang berkurban dilarang menjual dagingnya.
3. Tentang menjual kulit kurban, para ulama berbeda pendapat.

a). Tidak boleh. Ini pendapat mayoritas ulama. Dan ini yang paling selamat, insya Allah
b). Boleh asal dengan barang, bukan dengan uang. Ini pendapat Abu Hanifah, Tetapi Asy-Syafi’i menyatakan, bahwa menukar dengan barang juga merupakan jual-beli.
c). Boleh. Ini pendapat Abu Tsaur. Tetapi pendapat ini menyelisihi hadits-hadits diatas.

4. Jika kulit dijual, maka –yang paling selamat- uangnya (hasil penjualan) dishadaqahkan. Wallahu ‘alam bish shawab.

Pengelola penyembelihan binatang kurban tidak boleh gegabah dan serampangan mengambil kesimpulan hukum tentang kulit. Misalnya mengambil inisiatif menjual kulit yang hasilnya untuk kepentingan masjid atau diluar lingkup ketentuan yang diperbolehkan. Wallahu a’lam

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M, Penulis Ustadz Muslim Al-Atsari. Penebit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Qirbah : wadah air yang terbuat dari kulit
[2]. Shahih Fiqhis Sunnah 2/378, karya Abu Malik Kamal bin As-Syyid Salim
[3]. Hadyu : Binatang ternak yang mudah didapatkan, berupa onta, sapi, atau kambing, yang disembelih oleh orang yang berhaji dan dihadiahkan kepada orang-orang miskin di Mekkah. Hadyu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu 100 ekor onta. Hadyu ada yang hukumnya wajib, ada yang sunnah. Lihat Minhajus Salik hal.396, 405 karya Syaikh Muhammad Al-Bayyumi, Tahqiq Dr Shalih bin Ghanim As-Sadlan.
[4]. Jilal : kain yang ditaruh pada punggung onta untuk menjaga diri dari dingin dan semacamnya, seperti pakaian pada manusia.
[5]. Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377
[6]. Lihat Shahih Fiqhis Sunnah 2/379, karya Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
[7]. Al-Umm 2/351, dinukil dari Tanwirul Ainain Bi Ahkamil Adhahi wal Idain hal.373-374 karya Syaikh Abul Hasan Musthofa bin Ismail As-Sulaimani
[8]. Penukilan pendapat Atha di sini berbeda dengan penukilan An-Nawawi –sebagaimana di atas- yang menyatakan bahwa Atha termasuk ulama yang melarang penjualan kulit kurban. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.