Mata al-Bukhari tidak bisa melihat sejak kecil. Suatu malam ibunya mimpi
bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Kemudian Nabi Ibrahim
berkata, "Wahai Ibu, kini Allah telah mengembalikan penglihatan anak
lelakimu dengan sebab seringnya ibu menangis dan berdoa."
Benar, pada pagi harinya kami mendapati mata al-Bukhari tidak buta lagi.
Al-Bukhari mengisahkan dirinya sebagai berikut, "Ketika aku di usia menghafal al-Qur'an, aku sudah mulai pula menghafal hadits. Saat itu, ada yang bertanya kepadaku, 'Ketika itu berapa umurmu?'
Aku menjawab, '10 tahun atau kurang sedikit.'
Aku sudah menyelesaikan hafalan al-Qur'an pada usia 10 tahun. Suatu hari ada seorang Syaikh meriwayatkan sebuah hadits, katanya, 'Dari Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim.'
Maka seketika itu aku katakan, 'Sesungguhnya Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan hadits dari Ibrahim.' Maka dia mencelaku, lalu aku katakan padanya, 'Coba lihat ulang catatan aslinya.' Kemudian beliau masuk ruangan untuk mengecek ulang catatannya. Setelah keluar dari ruangan tersebut beliau bertanya kepadaku, 'Bagaimana yang benar wahai anakku?' Aku jawab, 'Dari az-Zubair bin Adi dari Ibrahim.' Lalu Syaikh tersebut mengambil pena dan menulis periwayatan hadits dariku serta mengoreksi tulisannya. Syaikh tersebut berkata, 'Kamu benar.'
Ada yang bertanya kepada al-Bukhari, 'Berapa usiamu ketika membantah Syaikh tersebut?' Aku jawab, '11 tahun.' Dan menjelang usia 16 tahun aku telah hafal buku-buku karya Ibnul Mubarak dan Waki’. Aku juga menguasai pendapat Ahlu Ra'yi.
Hingga suatu ketika, aku, Ibuku dan adikku yang bernama Ahmad pergi ke Makkah. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Ibu dan adikku pulang ke negeriku sementara aku tinggal di Makkah untuk belajar hadits."
Sumber : Tahdzibul Kamal, 1169; as-Siyar, 12/393.
Dinukil oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim
dari : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkisah&id=206
Benar, pada pagi harinya kami mendapati mata al-Bukhari tidak buta lagi.
Al-Bukhari mengisahkan dirinya sebagai berikut, "Ketika aku di usia menghafal al-Qur'an, aku sudah mulai pula menghafal hadits. Saat itu, ada yang bertanya kepadaku, 'Ketika itu berapa umurmu?'
Aku menjawab, '10 tahun atau kurang sedikit.'
Aku sudah menyelesaikan hafalan al-Qur'an pada usia 10 tahun. Suatu hari ada seorang Syaikh meriwayatkan sebuah hadits, katanya, 'Dari Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim.'
Maka seketika itu aku katakan, 'Sesungguhnya Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan hadits dari Ibrahim.' Maka dia mencelaku, lalu aku katakan padanya, 'Coba lihat ulang catatan aslinya.' Kemudian beliau masuk ruangan untuk mengecek ulang catatannya. Setelah keluar dari ruangan tersebut beliau bertanya kepadaku, 'Bagaimana yang benar wahai anakku?' Aku jawab, 'Dari az-Zubair bin Adi dari Ibrahim.' Lalu Syaikh tersebut mengambil pena dan menulis periwayatan hadits dariku serta mengoreksi tulisannya. Syaikh tersebut berkata, 'Kamu benar.'
Ada yang bertanya kepada al-Bukhari, 'Berapa usiamu ketika membantah Syaikh tersebut?' Aku jawab, '11 tahun.' Dan menjelang usia 16 tahun aku telah hafal buku-buku karya Ibnul Mubarak dan Waki’. Aku juga menguasai pendapat Ahlu Ra'yi.
Hingga suatu ketika, aku, Ibuku dan adikku yang bernama Ahmad pergi ke Makkah. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Ibu dan adikku pulang ke negeriku sementara aku tinggal di Makkah untuk belajar hadits."
Sumber : Tahdzibul Kamal, 1169; as-Siyar, 12/393.
Dinukil oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim
dari : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkisah&id=206
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar