Jumat, 31 Agustus 2012

Jodohku, di Manakah Dirimu?



dakwatuna.com – Siapa Ya Jodohku? - Ada yang resah, bilangan tahun makin bertambah pada usia. Namun tak juga sampai pada masa untuk memesan undangan walimah, lalu menyebarkannya pada sahabat, tetangga dan saudara dengan suka cita.
Ada yang mulai gelisah, saat teman-teman seangkatan, bahkan adik kelas mulai berfoto dengan anak-anaknya, sudah dua, tiga bahkan berlima, dengan senyum yang bahagia. Lalu hati pun bertanya, kapan giliran saya?
Ada yang mulai meragukan kesabarannya sendiri untuk bertahan. Lalu perlahan-lahan mengubah penampilan, melobi karakter kebaikan yang dulu disyaratkan untuk calon pendamping. Ada yang mulai melunak, tak lagi memilih-milih karakter keimanan dan kebaikan yang dulu disyaratkan sebagai calon qawwamnya dalam rumah tangga. Akhirnya berakhir pada ucapan, “wis sopo wae lah sing tekko” (sudah, siapa saja lah yang datang).ada yang mulai ragu bahwa dengan tetap menjaga keimanan dan kesabarannya, ia akan mendapatkan jodoh yang layak di mata Allah.
Ada ratusan kali, mungkin ribuan bahkan jutaan kali berdoa agar didekatkan jodoh yang baik dan tepat untuk nya, namun tak kunjung dikabulkan oleh Allah. Lalu akhirnya marah, perlahan meragukan Maha Rahmannya Allah. Akhirnya tak lagi khusyuk meminta, bahkan berhenti berharap dan berdoa.
Ada yang akhirnya menyambut siapa saja dengan tangan terbuka, setiap sms yang membuat hatinya berbunga, mengiyakan tawaran makan malam, dan jalan-jalan yang datang padanya. Menjajaki setiap orang yang dirasa ‘potensial’ menjadi pendamping hidupnya. Terus menjalani ‘petualangan cinta’ sampai ketemu yang paling cocok dan berani melamarnya. “Siapa tahu jodoh”, begitu kata hatinya. Keyakinannya menjadikan dia seperti pembeli sepatu, berganti-ganti sampai model, harga dan ukurannya pas di kaki.
Jodohku: Luar biasa hingga kita bertemu

Orang yang akhirnya menjadi suami istri, suatu saat akan menyadari betapa luar biasanya ‘garis hidup’ yang dibuat Allah hingga mempertemukan mereka berdua. Sampai pada saya beberapa kisah, yang membuat saya akhirnya berkata “Subhanallah, Maha Suci Allah”. Baru menyadari makna kata “wa min aayaatihii” pada Ar-Rum 21: ayat yang banyak dinukil pada kartu undangan walimah. Mari kita renungkan lagi “Dan di antara tanda-tanda kekuasanNya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir)
Sampai pada saya beberapa kisah nyata tentang teman, kerabat dan beberapa kenalan:
1. Saya memanggilnya bu Aisy, guru TK saya. Memakai busana muslimah ke mana saja sejak masih muda. Selalu tersenyum ramah dan mengingat nama kami, muridnya. Lama tak bertemu, bahkan sampai saya kuliah, beliau juga belum menikah. Baru ketika saya hampir lulus kuliah, ibu yang pernah menjadi teman sepengajiannya itu akhirnya mengabarkan berita walimah bu Aisy. Mungkin usianya ketika menikah itu sudah lebih 50 tahun, masih ‘gadis’ insya Allah. Seorang ustadz dari sebuah organisasi keislaman terkemuka, melamarnya. Duda dengan anak-anak dan cucu yang shalih-shalihah insya Allah.  Ketika lebaran tiba, saya melihat ruang tamunya bertambah ramai: ikhwan-akhwat beserta cucu-cucu yang lucu kini meramaikan rumahnya, membuat pelangi di hatinya. Puluhan tahun kesabaran yang berbuah indah.
2. Ini cerita teman dari teman sekamar saya. Tetangganya menikah, ramai tamu menghadiri undangannya. Mereka berdua baru saja melaksanakan ijab-kabul, langsung duduk berdua di pelaminan menyalami tamu undangan. Belum sempat masuk kamar untuk berdua menikmati kehalalan suami istri. Tiba-tiba sang mempelai lelaki berkata pada istrinya:”dadaku sakit dek”, lalu sang istri memapahnya duduk di kursi pelaminan. Beberapa menit kemudian, mempelai lelaki itu meninggal di kursi pelaminannya. Masih memakai baju pengantinnya.
3. Menonton sebuah program bincang-bincang keislaman di sebuah televisi swasta, dihadirkan sepasang suami istri yang perbedaan usia keduanya 20 tahun lebih. Otak saya masih loading, memastikan beberapa fakta: ketika sang lelaki berumur dua puluh tahun lebih (sekiranya ia sekolah terus, maka kira-kira sudah lulus kuliah): ketika itu ‘jodohnya’ baru lahir ke dunia. Ya lahir sebagai seorang bayi, lalu baru dua puluh tahun kemudian mereka menikah.
4. Ini cerita dari adik kelas saya, bapak-ibunya berasal dari desa yang berbeda di sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Tapi mereka berdua memutuskan menikah, justru ketika kedua keduanya dipertemukan Allah saat merantau untuk bekerja di Kalimantan. Jodoh yang ternyata dekat, tapi Allah (mungkin) menginginkan mereka melakukan perjalanan ribuan kilometer jauhnya, hingga sampai pada koordinat tempat mereka bertemu, dan waktu yang tepat untuk menikah. Ada pula yang bapaknya lahir dan besar di Kalimantan, Ibunya lahir dan besar di Sumatra, tapi dipertemukan dan memutuskan menikah saat masing-masing tinggal sementara waktu di Pulau Jawa. Ya, masing-masing menempuh jalan panjang, mengambil banyak keputusan penting sampai akhirnya memutuskan untuk menikah. Ya keputusan penting itu bisa berupa; mau sekolah di mana, diterima kuliah di jurusan apa, di kota mana, bekerja di mana, pindah bekerja di mana, berteman dengan siapa dan seterusnya.
5. kita mungkin juga pernah tahu lewat media massa, ada seorang artis dengan tubuh (maaf) ‘kerdil’, akhirnya menikah dengan perempuan bertubuh normal, cantik dan akhirnya mereka menikah dan punya anak. Kita juga mungkin kadang terheran-heran, dengan ‘rumus jodoh’ ketika bertemu dengan seorang yang sangat cantik dan memiliki suami yang ‘sangat biasa saja’, atau sebaliknya dalam pandangan kita.
Jika ditambahkan akan semakin panjang daftar kisahnya. Dengan berbagai nama, waktu, tempat dan lakon yang berbeda-beda. Tapi setidaknya dari berbagai kisah yang dekat, dan terjadi di sekitar kita bisa berpikir, merenungkan dan mengambil kesimpulan-kesimpulan.
Kesimpulan-kesimpulan yang sebenarnya (semua orang) Tahu!

Jodoh dan berjodoh, adalah bagian dari Keputusan Allah, penetapan Allah atas manusia. Urusan jodoh dan berjodoh, bukan sebuah urusan kecil dan main-main, karena Allah tak pernah main-main dalam menciptakan manusia, menentukan rezeki, dan perjalanan hidup hingga matinya manusia. Allah tak sedang ‘mengocok lotre’ dan mengundi seperti arisan ketika menentukan jodoh seseorang. Maka jika kita memiliki harapan tentang calon pendamping hidup kita, menginginkan agar kita segera dipertemukan dengan jodoh kita, maka mintalah pada Allah! Bicaralah pada Allah! Mendekatlah pada Allah! Bulatkan, kuatkan, kencangkan keyakinan kita pada Allah. Apa yang tidak mungkin bagi kita, adalah sangat mudah bagi Allah.

Justru karena kita tidak tahu siapa jodoh kita, kapan bertemunya, bagaimana akhir kisahnya di dunia dan akhirat: maka hidup kita menjadi lebih indah, berwarna dan bermakna. Karena kita akan menjalani kemanusiaan kita dengan tetap menjadi hamba Allah. Menikmati indahnya berjuang, menikmati kesungguh-sungguhan ikhtiar, menikmati indahnya meminta pada Allah, menikmati indahnya memohon pertolongan pada Allah, menikmati indahnya bersabar, menikmati ‘kejutan’-kejutan yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita
Kita tidak bisa mengajukan proposal pada Allah. Kita tidak bisa memaksa Allah: pokoknya dia ya Allah, maunya kau dia yang jadi jodohku ya Allah. Kita tidak bisa menguasai dalamnya hati manusia, kita tak bisa membatasi akal pikiran manusia. Ya karena kita tidak berkuasa atas kehidupan dan kematian manusia, atas berbolak-baliknya hati manusia: karena itu kita tak boleh melabuhkan cinta terbesar kita pada manusia. Kita labuhkan saja cinta terbesar kita pada Allah, yang dengan kecintaan itu lalu Allah melabuhkan cinta manusia yang bertaqwa dalam hati kita. Sehingga taqwa itu yang membuat kita berjodoh dengan orang yang bisa menumbuhsuburkan cinta kita pada Allah. Karena taqwa yang dirajut selama pernikahan yang barakah itu, mudah-mudahan kita berjodoh hingga ke surga. Bukankah ini lebih indah?
Sungguh jodoh tidak berjalan linier di atas garis kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedekatan geografis. “Rumus jodoh’ bukan ditentukan oleh hukum kepantasan manusia. Karena manusia hanya tahu permukaannya, berpikir dalam kesempitan ilmunya, memutuskan dalam pengaruh hawa nafsunya. ‘Rumus jodoh’ semata-mata kepunyaan Allah. Karena itu, sebagai hamba kita hanya mampu menerima keputusan Allah. Menyiapkan diri untuk menerima apapun keputusan Allah. Menyiapkan seluas-luas kesabaran, keikhlasan, sebesar-besar keimanan untuk menerima ‘jatah jodoh’ yang berupa pendamping hidup, rezeki, dan lainnya.
Ya, menunggulah dalam kesibukan memperbaiki diri. Menunggulah dalam kesibukan beramal shalih, persubur silaturahim dan mendoakan saudara seiman. Kita tidak bisa mempersiapkan orang yang akan menjadi jodoh kita. Kita tidak punya kendali untuk mengatur orang yang ‘akan jadi jodoh kita’. Kita hanya bisa mempersiapkan diri kita. Membekali diri dengan segala kemampuan, keterampilan, sikap hati untuk menjalankan peran-peran dalam pernikahan. Ketika saat itu tiba, ijab qabul sah, seketika itu seperangkat peran diserahkan di pundak kita. Allah menyaksikan! Seketika itu kita akan menjadi istri/suami, menantu, ipar, anggota masyarakat baru. Dan seketika itu pula, tak cukup lagi waktu mempersiapkan diri. Ya, pernikahan bukan awal, jadi jangan berpikir untuk baru belajar, baru berubah setelah menikah.
Hidup itu adalah seni menerima, bukan semata-mata pasrah. Tapi penerimaan yang membuat kita tetap berjuang untuk mendapatkan ridha Allah. Karena apapun yang kita terima dari Allah, semuanya adalah pemberian, harta adalah pemberian, pendamping hidup adalah pemberian, ilmu, anak-anak, kasih sayang, cinta dan semua yang kita miliki hakikatnya adalah pemberian Allah. Semuanya adalah ujian yang mengantarkan kita pada perjuangan mendapatkan keridhaan Allah. Menerima dan bersyukur adalah kunci bahagia, bukan berburuk sangka dan berandai-andai atas apa yang belum diberikan Allah.
Dan apa saja yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal, tidakkah kamu mengerti” (QS. al-Qashash: 60)
Menikah bukan akhir, bukan awal, ia setengah perjuangan. Pernikahan berarti peran baru, tanggungjawab baru, tantangan baru: bagian dari daftar yang akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban dari kita di yaumil akhir.
Tentang berjodoh itu, adalah tentang waktu, tentang tempat, tentang masa. Dan yang kita sebutkan tadi semua ada dalam genggaman Allah. Bukankah dalam surat al-ashr Allah bersumpah dengan waktu. “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Ya, agar tak bosan, resah dan merugi saat menanti saat walimah tiba, sibuklah memperbaiki iman, amal dan tetap setia dalam kebenaran dan kesabaran.
Menikah dan mendapat pendamping hidup itu tidak pasti, ada banyak orang yang meninggal ketika masih bayi atau remaja. Tapi Mati itu sebuah kepastian. Orang yang menikah pun juga akan mati. Jangan terlalu galau, ada perkara yang lebih besar dari sekedar status menikah atau tidak menikah. Hidup itu bukan semata-mata perjuangan mendapatkan pendamping hidup. Karena yang telah menikah pun, harus terus berjuang agar mereka diberikan rahmat oleh Allah untuk tetap ‘berjodoh’ hingga ke surga, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini :
“(Yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar Ra’du 23-24).






Nin Khalida
Lulus dari Magister Kesehatan Masyarakat UNDIP, aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat, TPQ, mengisi training dan menjadi konselor keluarga. Ibu dari dua anak, tinggal di Semarang.

- Sumber:Dakwatuna 
- Ilustrasi : Kawan Imut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.