Hujan
merupakan salah satu perkara terpenting bagi kehidupan di muka bumi. Ia
merupakan sebuah prasyarat bagi kelanjutan aktivitas di suatu tempat.
Hujan–yang memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup, termasuk
manusia–disebutkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai informasi
penting tentang hujan, kadar dan pengaruh-pengaruhnya.
Informasi ini, yang tidak
mungkin diketahui manusia di zamannya, menunjukkan kepada kita bahwa
Al-Qur’an merupaka kalam Allah. Sekarang, mari kita kaji
informasi-informasi tentang hujan yang termaktub di dalam Al-Qur’an.
Kadar Hujan
Di dalam ayat kesebelas
Surat Az-Zukhruf, hujan dinyatakan sebagai air yang diturunkan dalam
“ukuran tertentu”. Sebagaimana ayat di bawah ini:
“Dan yang
menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami
hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan
dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf, (43):11)
“Kadar” yang disebutkan
dalam ayat ini merupakan salah satu karakteristik hujan. Secara umum,
jumlah hujan yang turun ke bumi selalu sama. Diperkirakan sebanyak 16
ton air di bumi menguap setiap detiknya. Jumlah ini sama dengan jumlah
air yang turun ke bumi setiap detiknya. Hal ini menunjukkan bahwa hujan
secara terus-menerus bersirkulasi dalam sebuah siklus seimbang menurut
“ukuran” tertentu.
Pengukuran lain yang
berkaitan dengan hujan adalah mengenai kecepatan turunya hujan.
Ketinggian minimum awan adalah sekitar 12.000 meter. Ketika turun dari
ketinggian ini, sebuah benda yang yang memiliki berat dan ukuran sebesar
tetesan hujan akan terus melaju dan jatuh menimpa tanah dengan
kecepatan 558km/jam. Tentunya, objek apapun yang jatuh dengan kecepatan
tersebut akan mengakibatkan kerusakan. Dan apabila hujan turun dengan
cara demikian, maka seluruh lahan tanaman akan hancur, pemukiman,
perumahan, kendaraan akan mengalami kerusakan, dan orang-orang pun tidak
dapat pergi keluar tanpa mengenakan alat perlindungan ekstra. Terlebih
lagi, perhitungan ini dibuat untuk ketinggian 12.000 meter, faktanya
terdapat awan yang memiliki ketinggian hanya sekitar 10.000 meter.
Sebuah tetesan hujan yang jatuh pada ketinggian ini tentu saja akan
jatuh pada kecepatan yang mampu merusak apa saja.
Namun tidak demikian
terjadinya, dari ketinggian berapapun hujan itu turun, kecepatan
rata-ratanya hanya sekitar 8-10 km/jam ketika mencapai tanah. Hal ini
disebabkan karena bentuk tetesan hujan yang sangat istimewa.
Keistimewaan bentuk tetesan hujan ini meningkatkan efek gesekan atmosfer
dan mempertahankan kelajuan tetesan-tetesan hujan krtika mencapai
“batas” kecepatan tertentu. (Saat ini, parasut dirancang dengan
menggunakan teknik ini).
Tak sebatas itu saja
“pengukuran” tentang hujan. Contoh lain misalnya, pada lapisan
atmosferis tempat terjadinya hujan, temperatur bisa saja turun hingga
400oC di bawah nol. Meskipun demikian, tetesan-tetesan hujan
tidak berubah menjadi partikel es. (Hal ini tentunya merupakan ancaman
mematikan bagi semua makhluk hidup di muka bumi.) Alasan tidak
membekunya tetesan-tetesan hujan tersebut adalah karena air yang
terkandung dalam atmosfer merupakan air murni. Sebagaimana kita ketahui,
bahwa air murni hampir tidak membeku pada temperatur yang sangat rendah
sekalipun.
Pembentukan Hujan
Bagaimana hujan terbentuk
tetap menjadi misteri bagi manusia dalam kurun waktu yang lama. Hanya
setelah ditemukannya radar cuaca, barulah dapat dipahami tahapan-tahapan
pembentukan hujan. Pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. Pertama,
“bahan mentah” hujan naik ke udara. Kemudian terkumpul menjadi awan.
Akhirnya, tetesan-tetesan hujan pun muncul.
Tahapan-tahapan ini secara
terperinci telah tertulis dalam Al-Qur’an berabad-abad tahun lalu
sebelum informasi mengenai pembentukan hujan disampaikan:
“Allah, dialah yang
mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang di kehendakinya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal: lalu kamu lihat hujan keluar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya
yang di kehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Rum,
(40):48)
Sekarang, mari kita lihat
pada tiga tahapan yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
Tahap Pertama: “
Allah, dialah yang mengirimkan angin…..”
Gelembung-gelembung udara
yang tidak terhitung jumlahnya dibentuk oleh buih-buih di lautan yang
secara terus-menerus pecah dan mengakibatkan partikel-partikel air
tersembur ke udara menuju ke langit. Partikel-partikel ini –yang kaya
akan garam– kemudian terbawa angin dan bergeser ke atas menuju atmosfer.
Partikel-partikel ini (disebut aerosol) membentuk awan dengan
mengumpulkan uap air (yang naik dari lautan sebagai tetesan-tetesan oleh
sebuah proses yang dikenal dengan “JebakanAir”) di sekelilingnya.
Tahap Kedua :
“…..lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang di kehendakinya, dan menjadi bergumpal-gumpal…..”
Awan terbentuk dari uap air
yang mengembun di sekitar kristal-kristal garam atau partikel-partikel
debu di udara. Karena tetesan-tetesan air di sini sangat kecil (dengan
diameter antara 0,01-0,02 mm), awan mengapung di udara dan menyebar di
angkasa. Sehingga langit tertutup oleh awan.
Tahap Ketiga :
“….lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan
itu turun.”
Partikel-partikel
air yang mengelilingi kristal-kristal garam dan partikel-partikel debu
mengental dan membentuk tetesan-tetesan hujan. Sehingga, tetesan-tetesan
tersebut, yang menjadi lebih berat dari udara, meninggalkan awan dan
mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Setiap tahap dalam
pembentukan hujan disampaikan dalam Al-Qur’an. Terlebih lagi,
tahapan-tahapan tersebut dijelaskan dalam runtutan yang benar. Seperti
halnya fenomena alam lain di dunia, lagi-lagi Al-Qur’an lah yang
memberikan informasi yang paling tepat tentang fenomena ini, selain itu,
Al-Qur’an telah memberitahukan fakta-fakta ini kepada manusia
berabad-abad sebelum sains sanggup mengungkapnya.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar