Jumat, 23 Maret 2012

Dimana Mencari Suami Ideal?


Ilustrasi (blogspot.com/kembarasalik)

Oleh: Cahyadi Takariawan

dakwatuna.com - “Mencari suami ideal dimana ya pak ?” tanya mbak Diyan Hastari pada postingan saya terdahulu tentang Sepuluh Karakter Suami Ideal. Sebuah pertanyaan yang menarik.

Adakah sebuah tempat yang menyediakan suami ideal, dimana para perempuan lajang yang hendak menikah tinggal memilih dan membawanya pulang ? Adakah supermarket yang menyediakan stock suami ideal dan kita tinggal membayar harganya di kasir ? Bahkan, adakah seseorang yang bisa disebut sebagai suami ideal ?

Ideal itu adalah proses dan usaha “menjadi”. Bukan pada “hasil jadi” yang bernama “suami ideal”. Namun justru pada proses dan usaha yang terus menerus dilakukan untuk mencapai “hasil jadi” tersebut, yang ujungnya belum tentu akan sampai kepada titik idealitas yang diharapkan. Belum tentu sampai, namun proses dan usaha itulah yang memberikan arti dan makna dalam diri kita.

Memahami Proses

Jangan berharap mendapatkan suami ideal saat seorang wanita memutuskan untuk menikah. Sungguh ia hanya menikah dengan seorang lelaki yang biasa saja, yang akan melakukan pembelajaran bersama, berproses bersama, menuju kepada kondisi ideal yang diharapkan. Proses inilah yang harus dilakukan dengan konsisten dan penuh kesabaran, karena teramat banyak kendala menyusuri setiap langkah dan konsekuensinya.

Semua orang selalu memiliki sisi kelebihan dan kekurangan, maka saat mengawali hidup berumah tangga, setiap laki-laki dan perempuan harus menyiapkan diri untuk menghadapi semua sisi yang dimiliki pasangannya. Tidak boleh hanya siap menghadapi sisi kebaikannya dan tidak siap melihat sisi kekurangan pasangan. Mungkin saja masih amat banyak kekurangan pasangan, namun bukankah kita semua tengah melakukan sebuah proses menuju kondisi yang lebih baik ?

Kadang dijumpai seseorang yang tidak sabar menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan. Ia tidak mau menerima kenyataan bahwa dalam diri pasangannya ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Padahal pasangannya tengah berusaha melakukan proses dan usaha agar bisa sesuai harapan, namun namanya proses, tidak semudah membalik telapak tangan. Semua pihak harus bersabar dan memahami adanya proses dan usaha yang tengah dilakukan oleh pasangannya.

Mencari Suami Ideal di Rumah Sendiri

Tidak ada toko yang menjualnya. Tidak ada lembaga yang menyediakannya. Tidak ada instansi yang memiliki stock dan siap dibagi-bagikan kepada para perempuan lajang yang akan menikah. Suami ideal itu didapatkan di rumah tangga yang dibentuk antara seorang lelaki biasa dan seorang wanita biasa. Didapatkan dari sebuah prosesi pernikahan yang sah, yang ditindaklanjuti dengan konsistensi kedua belah pihak, untuk berproses menuju kondisi ideal.

Konon, “hanya lautan dengan ombak hebat yang bisa melahirkan pelaut tangguh”. Ya, bukan lautan yang tenang, justru laut yang bergelombang. Gangguan, cobaan, ujian yang dihadapi keluarga dalam kehidupan sehari-hari, akan membentuk karakter sebagai suami dan sebagai istri yang semakin berkualitas ideal. Maka, wajar di awal pernikahan, baik suami maupun istri berada dalam situasi “culun”, polos, dan apa adanya, karena belum menghadapi benturan dengan ombak kehidupan keluarga.

Seorang lelaki yang telah membina kehidupan rumah tangga selama tiga puluh tahun, tentu lebih memiliki perspektif yang luas dan dalam tentang sosok suami ideal, dibandingkan dengan lelaki yang baru setahun menikah. Demikian pula, lelaki yang telah memiliki anak dari hasil pernikahannya, akan memiliki gambaran yang lebih kuat tentang suami ideal, dibanding dengan lelaki lajang yang baru akan melaksanakan pernikahan. Kita tidak bisa membandingkan mereka semua, karena tidak berada dalam kondisi dan situasi yang bisa dibandingkan.

Artinya, “jam terbang” menjadi memiliki arti. Pilot yang pertama kali terbang tidak bisa dibandingkan dengan pilot senior yang sudah ribuan kali memimpin penerbangan. Jam terbang mereka tidak bisa dibandingkan. Untuk itulah, jangan bandingkan suami Anda dengan lelaki lain, karena semua orang memiliki kondisi yang berbeda. Tidak layak membandingkan suami Anda dengan suami orang lain.

“Menurutku, pak Budhi itulah sosok suami ideal”, kata Rita kepada suaminya, Bambang. “Ya benar. Budhi itu suami ideal, karena Novie juga istri ideal”, jawab Bambang membalas omongan istrinya.

Tidak perlu mencari-cari dari orang lain. Pada diri suami satu-satunya yang ada di rumah Anda dan selalu mendampingi Anda itulah, Anda akan mendapatkan sosok suami ideal. Jangan menyesali pernikahan yang sudah dengan sadar Anda laksanakan. Yang paling penting justru melakukan proses secara konsisten dan kontinyu, untuk membentuk berbagai karakter ideal dalam diri suami dan istri, agar masing-masing menuju kondisi yang lebih baik.

Membantu Suami Menjadi Ideal

Dalam kehidupan keluarga, semua pihak saling memberikan pengaruh, positif maupun negatif. Seluruh problematika dalam kehidupan rumah tangga selalu ada andil dan kontribusi dari kedua belah pihak, suami dan istri. Maka, jika menghendaki memiliki suami ideal, para istri harus membantu suaminya untuk selalu berproses menuju kondisi ideal.

Berikan kepercayaan kepada suami, agar ia memiliki perasaan nyaman karena mendapat kepercayaan dari istri. Hindarkan bentuk kalimat negatif untuk menyampaikan keinginan karena akan berpotensi menyebabkan suami merasa diadili dan dihakimi. Gunakan kalimat positif untuk mendorong suami agar selalu berproses menuju kebaikan.

“Aku benci sekali penampilanmu yang tidak pernah rapi”, ini adalah contoh kalimat negatif, yang dimaksudkan istri untuk membuat suaminya tampil lebih rapi. Namun bentuk kalimat negatif seperti ini sejak awal sudah membuat barrier, suasana yang tidak nyaman pada diri suami, karena merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya.

“Aku bangga sekali menjadi istrimu. Engkau suami yang ganteng dan selalu bekerja keras demi keluarga. Namun akan lebih ganteng jika engkau lebih memperhatikan kerapian penampilanmu. Sedikit saja, engkau cuma perlu lebih rapi dalam berpakaian,” ini adalah contoh kalimat positif yang lebih terasa nyaman pada hati suami. Sama-sama ingin mengubah penampilan suami, penggunaan kalimat positif lebih efektif daripada kalimat negatif.

Itulah di antara cara membantu suami untuk berproses menjadi ideal. Dia tidak akan bisa menjadi ideal dengan sendirinya, namun perlu proses bersama. Saling melengkapi, saling menguatkan, saling mengisi, saling memberi, saling menasihati, saling menjaga, saling memahami proses yang tengah terjadi.

Nah, Anda bisa mendapatkan sosok suami ideal dari proses dan usaha yang Anda lakukan bersama pasangan. Seiring sejalan, saling menguatkan proses dan usaha yang tengah dilakukan, untuk menuju kondisi ideal.



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.