Rabu, 23 November 2011

Seorang Hamba dalam Keadaan Tak Tentu Arah



Ya Allah, kami benar-benar tak tahu arah. Tunjukilah kami pada jalan-Mu yang lurus.
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah 'azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezholiman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi. Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya.
Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kalian minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kalian minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.
Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya inilah amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, kemudian Kami akan membalasnya.
Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”. (HR. Muslim no. 6737)
Keutamaan Hadits Di Atas
Dalam lanjutan lafazh hadits di atas
قَالَ سَعِيدٌ كَانَ أَبُو إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِىُّ إِذَا حَدَّثَ بِهَذَا الْحَدِيثِ جَثَا عَلَى رُكْبَتَيْه
Sa’id berkata bahwa dulu ketika Abu Idris Al Khowlaniy (yang meriwayatkan hadits ini) jika dia membacakan hadits ini dia langsung tersungkur untuk berlutut.
Kami katakan : Suatu pelajaran penting dari kisah ini. Lihatlah bahwa para salaf dahulu, hati-hati mereka lebih terpengaruh dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kandungannya yang sangat mendalam dan begitu mengena. Mereka tidaklah terpengaruh dengan cerita-cerita bualan dan fiktif seperti kebiasaan orang saat ini. Orang-orang saat ini hanya bisa terpengaruh jika membaca novel yang menyedihkan yang sebenarnya ditulis atas dasar bualan. Dan inilah tipu daya iblis terhadap mereka. Novel-novel saat ini membuat mereka menjauh dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamserta jalan hidup salaf (generasi terbaik umat ini) yang sebenarnya penuh dengan lautan ilmu dan terdapat kisah-kisah/pelajaran-pelajaran yang amat menyentuh hati. Tetapi saat ini banyak yang melalaikannya. Hati siapakah yang rusak? Hati ulama terdahulu ataukah orang saat ini?
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad [47] : 24)
Allah Mengharamkan Tindak Zholim
Dalam hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
“"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezholiman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi.”
Berikut adalah perkataan Syaikh Abdul Muhsin dalam Fathul Qowi Al Matin fi Syarhi Arba’in.
“Kezholiman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Allah telah mengharamkan kezholiman atas dirinya dan menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah itu memiliki qudroh (kemampuan), namun tidak ada kezholiman dari Allah selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan keadilan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ
Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (QS. Ghofir [40] : 31)
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.” (QS. Fushilat [41] : 46)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun.” (QS. Yunus [10] : 44)
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah.” (QS. An Nisa’ [4] : 40)
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْمًا وَلَا هَضْمًا
Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thoha [20] : 112). Maksudnya adalah tidak perlu takut (gusar) dengan kebaikan yang berkurang ataupun kejelekan yang bertambah atau pula akan ditimpakan kejelekan dari orang lain.
Ayat-ayat di atas dijelaskan tentang dinafikannya (ditiadakannya) kezholiman dari Allah Ta’ala, maka ini mengandung adanyapenetapan sifat keadilan yang sempurna dari Allah Ta’ala.
Ibnu Rojab –Al Hambali- dalam Jami’ul Ulum wal Hikam berkata,
وكونُه خَلَقَ أفعالَ العباد وفيها الظلم لا يقتضي وصفه بالظلم سبحانه وتعالى، كما أنَّه لا يُوصف بسائر القبائح التي يفعلها العباد، وهي خَلْقُهُ وتقدِيرُه، فإنَّه لا يُوصَف إلاَّ بأفعاله، لا يوصف بأفعال عباده، فإنَّ أفعالَ عباده مخلوقاته ومفعولاته، وهو لا يوصف بشيء منها، إنَّما يوصف بما قام به مِن صفاته وأفعاله، والله أعلم
“Allah menciptakan perbuatan hamba, di dalamnya terdapat suatu bentuk kezholiman yang dilakukan oleh hamba tersebut, maka ini tidaklah berarti Allah juga bersifat zholim. Sebagaimana Allah juga tidak disifati dengan sifat-sifat jelek lainnya yang dilakukan oleh hamba, walaupun setiap perbuatan hamba adalah makluk dan takdir (ketetapan) Allah. Allah tidaklah disifati kecuali dengan perbuatan-Nya saja dan tidak disifati dengan perbuatan hamba-Nya. Setiap perbuatan hamba adalah makhluk dan ciptaan-Nya. Namun, Allah tidaklah disifati dengan sesuatu dari perbuatan hamba tersebut. Allah hanyalah disifati dengan sifat dan perbuatan yang Dia melakukannya sendiri. Wallahu a’lam.”
Dalam hadits ini Allah telah mengharamkan hamba-Nya untuk berbuat zholim. Maka janganlah seseorang menzholimi dirinya sendiri ataupun menzholimi orang lain.” –Inilah nukilan dari Fathul Qowi-
Semua Hamba dalam Keadaan Tak Tahu Arah
Dalam lanjutan hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ
“Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya.”
Dinukil dari Fathul Qowi, Ibnu Rojab –Al Hambali- berkata dalam Jami’ul Ulum wal Hikam.
“Sebagian orang mungkin ada yang mengatakan bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits ‘Iyadh bin Himar di mana Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
خَلَقْتُ عِبَادِى حُنَفَاءَ
Aku menciptakan hamba-Ku dalam keadaan berada di jalan yang lurus.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lainnya dikatakan, “Dalam keadaan muslim lalu setan mengalihkannya dari jalan yang lurus.”
Hal ini tidaklah demikian. Tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa Allah menciptakan Bani Adam (keturunan Adam) dalam keadaan menerima Islam dan condong kepadanya, bukan pada yang lainnya. Namun, setiap orang tidaklah bisa tetap dalam fitroh ini kecuali dengan adanya kekuatan. Yaitu seseorang harus mempelajari Islam. Karena seseorang sebelum belajar, dia berada dalam keadaan jahil (bodoh), tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun” (QS. An Nahl [16] : 78)
Allah juga mengatakan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang sesat , lalu Dia memberikan petunjuk.” (QS. Adh Dhuha [93] : 7). Dan yang dimaksudkan adalah ‘Dia mendapatimu dalam keadaan tidak mengetahui apa yang dia ajarkan dari Al Kitab dan Al Hikmah (kecuali dengan petunjuk-Nya, pen).
Hal ini juga semakna dengan firman Allah Ta’ala,
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (QS. Asy Syuura [42] : 52)
Oleh karena itu, manusia pada asalnya dilahirkan dalam keadaan fitroh yaitu menerima kebenaran. Jika Allah memberi petunjuk pada seseorang, Allah akan memberinya sebab dengan diajarkan mengenai petunjuk. Jadilah, dia orang yang mendapatkan petunjuk dengan perbuatan setelah sebelumnya dia menjadi orang yang mendapatkan petunjuk dengan kekuatan pada dirinya (usahanya). Namun, jika Allah ingin menelantarkan seseorang, Allah akan menakdirkan baginya dengan diajarkan berbagai hal yang menyebabkan seseorang keluar dari fitroh. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap bayi yang lahir berada di atas fitrohnya. Lalu ayahnya-lah yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari) –Inilah perkataan Ibnu Rojab-
Dalam hadits ini terdapat perintah untuk meminta hidayah kepada Allah. Hidayah di sini meliputi hidayah petunjuk berupa pemberian penjelasan ilmu[1] (hidayatu ad dalalah wal irsyad) dan hidayah taufik untuk beramal dan menerima dakwah[2](hidayatu at tawfiq wat tasdid). (Ingatlah), kebutuhan hamba pada hidayah melebihi kebutuhannya pada makan dan minum. Sebagaimana terdapat dalam surat Al Fatihah[3]. Dalam ayat itu, kita selalu meminta kepada Allah Ta’ala hidayah yang baru dan menambahkan kita hidayah dari hidayah yang sudah ada.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan bahwa hadits ini mendorong kita untuk menuntut ilmu. Karena Allah mengatakan kita semua sesat. (Dan jalan keluarnya adalah dengan mencari ilmu, pen). Ingatlah bahwa menuntut ilmu adalah sebaik-baik amalan. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, ”Tidak ada yang dapat memalingkan orang dalam menuntut ilmu bagi yang benar niatnya.” Menuntut ilmu agama pada zaman ini tentu lebih wajib (lebih ditekankan lagi) karena tersebarnya berbagai kebodohan dan banyak yang berfatwa tanpa ilmu. (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyyah, Syaikh Ibnu Utsaimin)
Sangat Butuh pada-Nya
Dalam lanjutan hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ
“Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kalian minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kalian minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya..”
Dalam dua kalimat ini menunjukkan bahwa hamba sangat butuh kepada Rabbnya. Kebutuhan mereka kepada Rabbnya adalah dalam memperoleh rizki dan pakaian. Mereka –sebagai hamba-hamba Allah- haruslah hanya meminta kepada-Nya baik dalam masalah makanan dan pakaian. –Inilah nukilan dari Fathul Qowi-
Ya Hayyu, Ya Qoyyum. Wahai Zat yang Maha Hidup lagi Maha Kekal. Dengan rahmat-Mu, kami memohon kepada-Mu. Perbaikilah segala urusan kami dan janganlah Engkau sandarkan urusan tersebut pada diri kami, walaupun hanya sekejap mata. Amin Yaa Mujibbas Sa’ilin.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.