Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA 
dakwatuna.com -  “Dan
 (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia  memberi 
nasehat kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan  Allah, 
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman  yang 
besar ….. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan  dan lunakkanlah  
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.  (Luqman: 13-19)
Surat
 Luqman secara umum, terutama ayat 13-19 difahami sebagai surat yang 
harus dibaca saat prosesi aqiqah atau kesyukuran atas kelahiran seorang 
anak, dengan harapan bahwa sang ayah nantinya dapat meneladani tokoh 
Luqman yang diabadikan wasiatnya dan sang anak juga dapat mengikuti 
petuah dan nasehat seperti halnya anak Luqman. Tentu pemahaman ini dapat
 diterima, mengingat secara tekstual ayat-ayat ini memang berbicara 
secara khusus tentang pesan Luqman dalam konteks mendidik anak sesuai 
dengan pesan Al-Qur’an. Apalagi pesan Luqman dalam surat ini sebenarnya 
adalah pesan Allah yang dibahasakan melalui lisan Luqman Al-Hakim 
sehingga sifatnya mutlak dan mengikat; pesan Luqman dalam bentuk 
perintah berarti perintah Allah, demikian juga nasehatnya dalam bentuk 
larangan pada masa yang sama adalah juga larangan Allah yang harus 
dihindari.
Luqman yang dimaksud dalam ayat-ayat ini menurut Ibnu 
Katsir adalah Luqman bin Anqa’ bin Sadun. Ia adalah anak dari seorang 
bapak yang Tsaaran. Pengabadian kisah Luqman memang berbeda dengan 
pengabdian tokoh lain yang lebih komprehensif. Pengabadian Luqman hanya 
berkisar seputar nasehat dan petuahnya yang sangat layak dijadikan acuan
 dalam mendidik anak secara Islami.
Tentu 
masih banyak lagi cara Islami dalam mendidik anak berdasarkan ayat-ayat 
atau hadits Rasulullah saw yang lain. Namun paling tidak, pesan Luqman 
ini bukan sekedar pesan biasa umumnya seorang bapak kepada anaknya, 
namun merupakan pesan yang penuh dengan sentuhan kasih sayang dan sarat 
dengan muatan ideologis serta tersusun berdasarkan skala prioritas dari 
pesan agar mengesakan Allah dan tidak menmpersekutukannya sampai pada 
pesan untuk bersikap tawadu’ dan santun yang tercermin dalam cara 
berjalan dan berbicara. Kedua jenis pesan dan nasehat tersebut ternyata 
tidak keluar dari dua prinsip utama dalam ajaran Islam yaitu ajaran 
tentang akidah dan akhlak.
Menurut Sayid Quthb, rangkaian 
ayat-ayat berbicara tentang Luqman dan nasihatnya yang diawali dengan 
anugerah hikmah kepada Luqman di ayat 12 merupakan pembahasan kedua dari
 pembahasan surat Luqman yang masih sangat terkait dengan pembahasan 
episode pertama, yaitu persoalan akidah. Pesan Luqman sendiri pada 
intinya adalah pesan akidah yang memiliki beberapa konsekuensi; di 
antaranya berbakti dan berbuat ma’ruf kepada kedua orang tua sebagai 
bukti rasa syukur atas kasih sayang dan pengorbanan mereka merupakan 
tuntutan atas akidah yang benar kepada Allah swt. Senantiasa merasakan 
kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap langkah dan perbuatan 
merupakan aktualisasi dari keyakinan akan sifat Allah Yang Mengetahui, 
Maha Mendengar dan Maha Mengawasi. Serta menjalankan aktifitas amar 
ma’ruf dan nahi munkar yang disertai dengan sikap sabar dalam menghadapi
 segala rintangan dan tantangan merupakan bukti akan keluatan iman yang 
bersemayam di dalam hati sanubari, hingga pada pesan untuk senantiasa 
bersikap tawadu’ dan tidak sombong, baik dalam bersikap maupun dalam 
berbicara. Semuanya tidak lepas dari ikatan dan tuntutan akidah yang 
benar.
Dominasi pembahasan seputar akidah dalam surat ini memang 
wajar karena surat Luqman termasuk surat Makkiyyah yang notabene memberi
 fokus pada penanaman dan penguatan akidah secara prioritas..
Terlepas
 dari pro kontra siapa Luqman sesungguhnya; apakah ia seorang nabi 
ataukah ia hanya seorang lelaki shalih yang diberi ilmu dan hikmah, yang
 jelas jumhur ulama lebih cenderung memilih pendapat yang mengatakan 
bahwa ia hanya seorang hamba yang shalih dan ahli hikmah, bukan seorang 
nabi seperti yang diperkatakan oleh sebagian ulama. Gelar Al-Hakim di 
akhir nama Luqman tentu gelar yang tepat untuknya sesuai dengan 
ucapannya, perbuatan dan sikapnya yang memang menunjukkan sikap yang 
bijaksana. Allah sendiri telah menganugerahinya hikmah seperti yang 
ditegaskan dalam ayat sebelumnya:
“Dan sesungguhnya telah Kami 
berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan 
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia 
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, 
Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji“. (Luqman: 12)
Yang
 menarik disini bahwa ternyata sosok Luqman bukanlah seorang yang 
terpandang atau memiliki pengaruh. Ia hanya seorang hamba Habasyah yang 
berkulit hitam dan tidak punya kedudukan sosial yang tinggi di 
masyarakat. Namun hikmah yang diterimanya menjadikan ucapannya dalam 
bentuk pesan dan nasehat layak untuk diikuti oleh seluruh orang tua 
tanpa terkecuali. Hal ini terungkap dalam riwayat Ibnu Jarir bahwa 
seseorang yang berkulit hitam pernah mengadu kepada Sa’id bin Musayyib. 
Maka Sa’id menenangkannya dengan mengatakan: “Janganlah engkau bersedih 
(berkecil hati) karena warna kulitmu hitam. Sesungguhnya terdapat tiga 
orang pilihan yang kesemuanya berkulit hitam, yaitu Bilal, Mahja’ maula 
Umar bin Khattab dan Luqman Al-Hakim”.
Rangkaian pesan dan 
nasehat Luqman yang tersebut dalam 7 ayat di atas secara redaksional 
dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu bentuk larangan yang berjumlah 3 
ayat dan redaksi perintah yang berjumlah 3 ayat. Sedangkan yang mengapit
 antara keduanya adalah pesan untuk senantiasa muraqabtuLlah karena 
Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh setiap hambaNya tanpa 
terkecuali meskipun hanya sebesar biji zarrah dan dilakukan di tempat 
yang sangat mustahil diketahui oleh siapapun melainkan oleh Allah swt. 
Tiga larangan yang dimaksud adalah larangan mempersekutukan Allah, 
larangan menta’ati perintah kedua orang tua dalam konteks kemaksiatan, 
serta larangan bersikap sombong. Sedangkan nasehat dalam bentuk perintah
 diawali dengan perintah berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang 
tua dalam keadaan apapun mereka yang diringi dengan mensyukuri Allah 
atas segala anugerah dan limpahan rahmatNya dalam beragam bentuk, 
perintah untuk mendirikan shalat, memerintah yang ma’ruf dan mencegah 
yang munkar serta perintah bersikap sederhana dalam berjalan dan 
bersuara (berbicara).
Dalam menjelaskan secara aplikatif tafsir 
ayat 15 dari surat Luqman ini, Ibnul Atsir dalam kitab Usudul Ghabah ( 
2: 216) menukil riwayat Thabrani yang mengetengahkan kisah seorang anak 
yang bernama Sa’ad bin Malik yang tetap berbakti menghadapi ibundanya 
yang menentang keras keislamannya dengan melakukan aksi mogok makan 
beberapa hari lamanya sehingga terlihat kepenatan menimpa ibundanya. 
Namun dengan tegas dan tetap menunjukkan baktinya Sa’ad berkata dengan 
bijak kepada ibundanya: “Wahai ibu, sekiranya engkau memiliki seratus 
nyawa. Lalu satu persatu nyawa itu keluar dari jasadmu agar aku 
meninggalkan agama (Islam) ini maka aku tidak akan pernah menuruti 
keinginanmu. Jika engkau sudi silahkan makan makanan yang telah aku 
sediakan. Namun jika engkau tidak berkenan, maka tidak masalah.”
Akhirnya
 ibu Sa’ad pun memakan makanan yang dihidangkannya, karena merasa bahwa 
upaya yang cukup ekstrim itu tidak akan meluluhkan keteguhan hati 
anaknya dalam agama Islam. Tentu sikap yang bijak yang ditunjukkan oleh 
seorang anak terhadap sikap memaksa kedua orang tuanya yang digambarkan 
dalam ayat ke 15 tidak akan hadir secara instan tanpa didahului oleh 
pemahaman yang benar akan akidah Islam, terutama akidah kepada Allah.
Kisah
 di atas jelas merupakan sebuah kisah yang sangat menarik dan berat 
untuk difahami dalam konteks kekinian. Bagaimana secara sinergis seorang
 anak tetap mampu menghadirkan sikap bakti kepada orang tua dengan tetap
 mempertahankan ideologi dan keyakinan yang dianutnya yang berbeda 
dengan keyakinan kedua orang tuanya. Pada ghalibnya seorang anak akan 
merasakan kesukaran dan keberatan untuk menimbang antara ketaatan kepada
 perintah orang tua dan bersikap ihsan serta berbakti kepada keduanya. 
Menurut Ibnu Katsir berbakti kepada kedua orang tua adalah dalam konteks
 bersilaturahim, mendoakan dan memberikan bantuan yang semestinya yang 
harus dibedakan dengan ketaatan yang berujung kepada bermaksiat kepada 
Allah. Tentang hal ini, Sufyan bin Uyainah pernah berkata :
“Barangsiapa
 yang menegakkan shalat lima waktu berarti ia telah mensyukuri Allah dan
 barangsiapa yang senantiasa berdoa untuk kedua orang tuanya setiap 
selesai shalat, maka berarti ia telah mensyukuri kedua orang tuanya.”
Sungguh
 sebuah sikap yang matang dan bijak yang tentu berawal dari model 
pendidikan yang bernuansa ‘akidi dan akhlaqi’ dengan tetap memperhatikan
 kebutuhan dan tuntutan kekinian yang seimbang dengan landasan prinsip 
dalam berIslam secara baik dan benar. Anak-anak sekarang sangat 
mendambakan nasehat orang tua yang memperkuat, bukan memanjakan karena 
memang mereka hidup untuk zaman yang berbeda dengan zaman kedua orang 
tuanya seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah dalam haditsnya:
“Pilihlah
 tempat nuthfahmu untuk dibuahkan. Karena sesungguhnya anak-anakmu 
dilahirkan untuk zaman mereka yang berbeda dengan zamanmu.”
Demikian
 nasehat dan pesan Luqman dalam mendidik anaknya yang didahului oleh 
pendidikan akidah tentang keEsaan Allah dan pengetahuanNya yang absolut 
yang akan melahirkan sikap mawas diri, hati-hati dan muraqabatuLlah 
dalam bersikap dan bertindak. Kekuatan dan kemantapan akidah tersebut 
akan terespon dan termanifestasikan dalam berakhlak dan berperilaku 
kepada orang lain, terutama sekali terhadap kedua orang tua. Sungguh 
satu upaya  yang serius dari seorang Luqman yang bijak untuk mendekatkan
 dan memperkenalkan seorang anak sejak dini dengan RabbNya yang 
berdampak pada kebaikan dan kesejahteraan lahir dan bathin, serta 
menjadikannya  memiliki tingkat imunitas dan pertahanan diri yang kokoh 
menghadapi beragam godaan kehidupan yang dirasa kian melalaikan dan 
menjerumuskan. Allahu a’lam
Sumber :  http://www.dakwatuna.com/2009/mendidik-islami-ala-luqman-al-hakim/
 
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Kamis, 10 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996 
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874 
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki   bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung   indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.


 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar