Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA
dakwatuna.com – “Dan
orang-orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah untuk kami
isteri-isteri dan anak keturunan kami yang menjadi penyejuk mata kami,
dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Furqan: 74)
Imam Ibnu Katsir memahami qurratu a’yun
dalam ayat ini sebagai anak keturunan yang taat dan patuh mengabdi
kepada Allah. Ibnu Abbas menjelaskan bahwa keluarga yang dikategorikan
qurratu a’yun adalah mereka yang menyenangkan pandangan mata di dunia
dan di akhirat karena mereka menjalankan ketaatan kepada Allah, dan
memang kata Hasan Al-Bashri tidak ada yang lebih menyejukkan mata selain
dari keberadaan anak keturunan yang taat kepada Allah swt.
Secara
bahasa, anak dalam bahasa Arab lebih tepat disebut dengan istilah
At-Thifl Pengarang Al-Mu’jam al-Wasith mengartikan kata At-Thifl sebagai
anak kecil hingga usia baligh. Kata ini dapat dipergunakan untuk
menyebut hewan atau manusia yang masih kecil dan setiap bagian kecil
dari suatu benda, baik itu tunggal.
Kamus besar bahasa Indonesia
mengartikan anak sebagai keturunan kedua. Disamping itu anak juga
berarti manusia yang masih kecil. Anak juga pada hakekatnya adalah
seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai
potensi untuk menjadi dewasa seiring dengan pertambahan usia. Dalam
kontek ini, maka anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari
orang dewasa (orang tua dan para pendidik).
Berdasarkan
pembacaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut kata Ath-Thifl
yang berarti anak yang masih kecil sebelum usia baligh, maka terdapat
empat ayat yang menyebut kata ini secara tekstual. Dua ayat berbicara
tentang proses kejadian manusia yang berawal dari air mani, yaitu surah
Al-Hajj: 5 dan surah Ghafir: 67. Sedangkan kedua ayat lainnya yang
menyebut kata At-Thifl terdapat dalam surah An-Nur : 31 dan 59 yang
menjelaskan tentang adab seorang anak di dalam rumah terhadap kedua
orang tuanya.
Yang paling mendasar dalam pembahasan seputar anak
tentu tentang kedudukan anak dalam perspektif Al-Qur’an agar dapat
dijadikan acuan oleh orang tua dan para pendidik untuk menghantarkan
mereka menuju kebaikan dan memelihara serta meningkatkan potensi mereka.
Al-Qur’an menggariskan bahwa anak merupakan karunia sekaligus amanah
Allah swt, sumber kebahagiaan keluarga dan penerus garis keturunan orang
tuanya. Keberadaan anak dapat menjadi: 1) Penguat iman bagi orang
tuanya [QS: 37: 102] seperti yang tergambar dalam kisah Ibrahim ketika
merasa kesulitan melakukan titah Allah untuk menyembelih Ismail, justru
Ismail membantu agar ayahnya mematuhi perintah Allah swt untuk
menyembelihnya, 2) Anak bisa menjadi do’a untuk kedua orang tuanya. [QS:
17: 24], 3) Anak juga dapat menjadi penyejuk hati (Qurratu A’ayun),
[QS: 25: 74], 4) menjadi pendorong untuk perbuatan yang baik [QS: 19:
44]. Akan tetapi, pada masa yang sama, anak juga dapat menjadi 5)
fitnah, [QS: 8; 28] 6), bahkan anak dapat menjelma menjadi musuh bagi
orang tuanya. [QS: 65: 14]
Maka dari itu, para ulama sepakat akan
pentingnya masa kanak-kanak dalam periode kehidupan manusia. Beberapa
tahun pertama pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan yang paling
tepat untuk membentuk kepribadian dan mengarahkan berbagai kecenderungan
ke arah yang positif. Karena pada periode tersebut kepribadian anak
mulai terbentuk dan kecenderungan-kecenderunganya semakin tampak.
Menurut Syekh Fuhaim Musthafa dalam karyanya Manhaj al-Thifl al-Muslim:
Dalilul Mu’allimin wal Aba’ Ilat-Tarbiyati Abna masa kanak-kanak ini
juga merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk membentuk pengendalian
agama, sehingga sang anak dapat mengetahui, mana yang diharamkan oleh
agama dan mana yang diperbolehkan.
Dalam hal ini, keluarga
merupakan tempat pertama dan alami untuk memelihara dan menjaga hak-hak
anak. Anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang secara fisik, akal
dan jiwanya, perlu mendapatkan bimbingan yang memadai. Di bawah
bimbingan dan motifasi keluarga yang continue akan melahirkan anak-anak
yang dikategorikan ‘qurratu a’yun’.
Untuk mewujudkan semua itu,
maka sejak awal Islam telah menyoroti berbagai hal di antaranya
penegasan bahwa awal pendidikan seorang anak dimulai sejak sebelum
kelahirannya, yaitu sejak kedua orang tuanya memilih pasangan hidupnya.
Karena pada dasarnya anak akan tumbuh dan berkembang banyak tergantung
dan terwarnai oleh karakter yang dimiliki dan ditularkan oleh kedua
orang tuanya. Di antara tujuan disyariatkan pernikahan adalah
terselamatkannya keturunan dan terciptanya sebuah keluarga yang hidup
secara harmonis yang dapat menumbuhkan nilai-nailai luhur dan
bermartabat.
Dalam konteks ini, Al-Ghazali yang kemudian
dikuatkan prinsip-prinsipnya oleh Ibn Qayyim al-Jauzyyah menegaskan
bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangatlah penting, oleh kerena
itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik, dengan pembiasaan dan
contoh-contoh teladan, memberikan permainan yang wajar dan mendidik,
jangan sampai memberikan permainan yang mematikan hati, merusak
kecerdasan, menghindarkannya dari pergaulan yang buruk. Pengaruh yang
positif diharapkan akan menjadi kerangkan dasar bagi anak untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta bagi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya. Membangun kerangka dasar pada anak usia dini
dapat diibaratkan membangun sebuah bangunan bertingkat. Bangunan seperti
itu tentu saja akan dimulai dengan membuat kerangka pondasi yang sangat
kokoh yang mampu menopang bagian bangunan yang ada di atasnya. Demikian
pula anak-anak yang memiliki pondasi yang kuat dan kokoh ketika usia
dini maka akan menjadi dasar dan penopang bagi perkembangan anak
memasuki pendidikan selanjutnya, termasuk mempersiapkan hidupnya di
tengah masyarakat.
Menurut pandangan Syekh Mansur Ali Rajab dalam
karyanya Ta’ammulat fi falsafah al-Akhlaq terdapat paling tidak lima
aspek yang dapat diturunkan dari seseorang kepada anaknya, yaitu: 1).
Jasmaniyah, seperti warna kulit, bentuk tubuh, sifat rambut dan
sebagainya. 2). Intelektualnya, seperti, kecerdasan dan atau kebodohan.
3) tingkah laku, seperti tingkah laku terpuji, tercela, lemah lembuat,
keras kepala, taat, durhaka. 4) alamiyah, yaitu pewarisan internal yang
dibawa sejak kelahiran tanpa pengaruh dari faktor eksternal. 5)
sosiologis, yaitu pewarisan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Ibn
Qayyim Al-Jauzyyah dalam salah satu karyanya yang monumental tentang
pendidikan anak ’Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud’ menegaskan bahwa
setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, suci dan selamat dari
penyimpangan dan menolak hal-hal buruk yang membahayakan dirinya. Namun
lingkungan yang rusak dan pergaulan yang tidak baik akan menodai
kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai penyimpangan dan pada
gilirannya akan menghambat perkembangan akal fikirannya. Sehingga tujuan
akhir dari dari pendidikan anak prasekolah adalah memberikan landasan
iman dan mental yang kokoh dan kuat pada anak, sehingga akan hidup
bahagia bukan saja di saat ia dewasa dalam kehidupannya di dunia, tetapi
juga bahagia di akherat, bahkan diharapkan dapat mengikut sertakan
kebahagiaan itu untuk kedua orang tua, guru dan mereka yang mendidiknya.
Sehingga
pendidikan anak usia dini pada hakekatnya juga merupakan intervensi
dini dengan memberikan rangsangan edukasi sehingga dapat menumbuhkan
potensi-potensi tersembunyi (hidden potency) serta mengembangkan potensi
tampak (actual potency) yang terdapat pada diri anak. Upaya mengenal
dan memahami barbagai ragam potensi anak usia dini merupakan persyaratan
mutlak untuk dapat memberikan rangsangan edukasi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan perkembangan potensi tertentu dalam diri anak. Upaya
ini dapat dilalukan dengan memahami berbagai dimensi perkembangan anak
seperti bahasa, intelektual, emosi, social, motorik konsep diri, minat
dan bakat.
Tujuan lain dari pemberian program simulasi edukasi
adalah melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.
Gangguan ini dapat muncul dari dua faktor, yakni faktor internal yang
terdapat dalam diri anak dan dan faktor ekternal yang berwujud
lingkungan di sekitar anak, baik yang berwujud lingkungan fisik seperti
tempat tinggal, makanan dan alat-alat permainan ataupun lingkungan
sosial seperti jumlah anak, peran ayah/ ibu, peran nenek/ kakek, peran
pembantu, serta nilai dan norma sosial yang berlaku.
Ayat di atas
yang menjadi doa sehari-hari setiap orang tua yang mendambakan hadirnya
keturunan yang qurratu a’yun, hendaknya dijadikan acuan dalam pembinaan
anak, sehingga tidak lengah sesaatpun dalam upaya melakukan pengawasan,
pendidikan dan pembinaan anak-anak mereka. Itulah diantara ciri
Ibadurrahman yang disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya yang memilki
kepedulian besar terhadap nasib anak-anak mereka di masa yang akan
datang. Semoga akan senantiasa lahir dari rahim bangsa ini generasi yang
qurratu a’yun, bukan hanya untuk kedua orang tuanya, tetapi juga
masyarakatnya dan bangsanya. Amin.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2010/mempersiapkan-anak-yang-menyejukkan-pandangan/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Sabtu, 12 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar