Rabu, 16 November 2011

Kambing "Kematian" Disembelih Di Antara Surga Dan Neraka

Lukmanul Hakim merupakan lelaki sholeh yang banyak menyampaikan nasehat bijak kepada putranya. Ia bukan seorang Nabi atau Rasul Allah ta’aala. Sedemikian mulianya beliau sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu surah di dalam Al-Qur’an. Di antara nasehatnya yang tidak termaktub di dalam Al-Qur’an ialah ucapannya kepada putranya sebagai berikut:

إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا وَاعْمَلْ لِآخِرَتَكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا

“Berbaktilah untuk duniamu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya. Dan berbaktilah untuk akhiratmu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya.”


Subhanallah…! Sebuah nasihat yang sungguh mencerminkan kedalaman perenungan Lukmanul Hakim akan hakekat perbandingan kehidupan di dunia dengan akhirat. Ia sangat memahami betapa jauh lebih bermaknanya kehidupan di akhirat daripada kehidupan di dunia. Dan betapa fananya dunia ini dibandingkan kekalnya alam akhirat kelak..!
Coba kita renungkan. Berapa lama jatah waktu hidup kita di dunia? Paling-paling hanya 60-an atau 70-an tahun. Kalau bisa lebih daripada itu tentu sudah sangat istimewa. Seorang yang mencapai usia 100 tahun sungguh sudah sangat luar biasa..! Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan sebagai berikut:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur ummatku antara enampuluh hingga tujuhpuluh tahun, dan sedikit di antara mereka yang mencapai (tujuhpuluh tahun) itu.” (HR Tirmidzi 3473)

Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Demikian pula dengan kedua sahabat utamanya Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Keduanya wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Ini semata taqdir Allah ta’aala, bukan suatu kebetulan, yang tentunya mengandung rahasia dan hikmah ilahi.

Dan berapa lama jatah hidup seseorang di akhirat? Menurut Al-Qur’an manusia bakal hidup kekal selamanya di akhirat. Dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah:

خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

“Kekal selamanya di dalamnya.” Bahkan di dalam hadits kita jumpai keterangan mengenai hal ini dengan ungkapan yang lebih membangkitkan bulu roma. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa ketika nanti seluruh penghuni surga telah dimasukkan ke dalam surga sementara penghuni neraka telah masuk neraka semuanya, maka Allah ta’aala akan tampilkan kematian dalam wujud seekor kambing yang ditempatkan di antara surga dan neraka. Selanjutnya Allah ta’aala perintahkan malaikat untuk menyembelih ”kematian” sambil ditonton oleh segenap ahli neraka dan ahli surga. Sesudah itu Allah ta’aala akan berfirman kepada ahli surga: “Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian…” Selanjutnya Allah ta’aala berfirman kepada para ahli neraka: ”Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian...”

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Kematian didatangkan pada hari kiamat berupa seekor kambing hitam...” (HR Muslim 5087)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَارَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ فِي النَّارِ جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُوقَفَ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ ثُمَّ يُذْبَحُ ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ يَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ فَازْدَادَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ وَازْدَادَ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ (أحمد)

“Bila penghuni surga sudah masuk surga dan penghuni neraka masuk neraka, datanglah kematian berdiri di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu terdengar seruan “Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian… Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian”, maka bertambahlah kegembiraan penghuni surga dan bertambahlah kesedihan penghuni neraka.” (HR Ahmad 5721)

Saudaraku, bila Allah ta’aala taqdirkan kita hidup di akhirat dalam kesenangan abadi di dalam surga tentulah ini suatu kenikmatan yang tiada tara dan bandingan. Sebaliknya, barangsiapa yang ditaqdirkan Allah ta’aala hidup di akhirat di dalam penderitaan abadi siksaan neraka tentulah ini suatu kerugian yang sungguh nyata dan mengerikan...! Na’udzubillahi min dzaalika...!

Pantas bilamana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan betapa tiada berartinya kesenangan dunia yang penuh kepalsuan jika dibandingkan dengan kesenangan surga yang hakiki, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu. Begitu pula tiada berartinya kesulitan di dunia yang penuh tipuan jika dibandingkan dengan kesulitan dan penderitaan sejati neraka yang berkepanjangan tiada ujung akhir, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu.... Na’udzubillahi min dzaalika...!

يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

"Pada hari berbangkit didatangkan orang yang paling ni'mat hidupnya sewaktu di dunia dari ahli neraka. Maka ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesenangan? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb.” Lalu didatangkanlah orang yang paling sengsara hidupnya sewaktu di dunia dari ahli surga. Maka ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah merasakan penderitaan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb. Aku tdk pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pula melihat penderitaan" (HR Muslim 5018)

Maka saudaraku, pantaskah kita mempertaruhkan kehidupan kita yang hakiki dan abadi di akhirat nanti demi meraih kesenangan dunia yang fana dan sesungguhnya penuh dengan tipuan yang sangat memperdayakan....? Saudaraku, jadilah orang yang ”cerdas” versi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Bukan orang yang cerdas berdasarkan pandangan para pencinta dunia yang sejatinya sangat bodoh dan tidak sabar...!

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber’amal untuk kehidupan setelah kematian.” (At-Tirmidzi 8/499)



Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/kehidupan-sejati/kambing-kematian-disembelih-di-antara-surga-dan-neraka.htm



Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.