Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo
dakwatuna.com – Allah berfirman: “Dan
bergaullah bersama mereka (istri) dengan cara yang patut (diridhai
oleh Allah). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa:19).
Bila
para pakar merasa kewalahan dan kebingungan untuk secara cermat dan
pasti memahami hakikat manusia, seperti ekspresi Dr. Alexis Karel
melalui bukunya Man is The Unknown yang menggambarkan akhir
pencariannya pada frustasi, keputus-asaan dan jalan buntu dalam memahami
hakikat dan perilaku manusia, maka tentunya manusia sendiri akan lebih
sulit lagi meraba kejiwaan wanita yang pada aktualisasi emosinya
bagaikan gelas-gelas kristal yang memiliki banyak dimensi, segi dan
sudut sebagai bagian estetikanya namun pada saat yang sama secara embodied ia bersifat rawan pecah (fragile) perlu perlakukan lembut dan sensitif yang dalam bahasa Arab kaum wanita sering diistilahkan sebagai al-jins al-lathif (jenis lembut) terutama menyangkut dinamika kejiwaan, relung-relung emosional dan lika-liku perasaannya.
Dalam
kodrat wanita terutama yang menyangkut emosinya yang demikian itu
sebagai kelebihan sekaligus dapat pula berpotensi menjadi kekurangannya
kadang kaum wanita sendiri sering salah paham dan sulit memahami
dirinya apalagi mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik.
Padahal secara kodrati penamaan wanita sebagai terjemahan dari an-niswah dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari wani ditata
yang berarti berani ditata atau dikelola. Dengan demikian sebenarnya
manusia itu sendiri sudah merasakan kodrat hidup dan apa yang
dialaminya, sudah menangkap adanya sesuatu yang menjadi fitrah dan
takdirnya sebagaimana Allah ungkapkan hal itu pada surat al-Qiyamah: 14.
Namun secara empiris manusia lebih suka mencari jati dirinya di luar
dirinya, lebih cenderung mencari faktor, oknum dan kambing hitam selain
dirinya dengan menutup, menipu dan membodohi diri sendiri. Oleh
karenanya Allah Sang Khalik mengingatkan umat manusia untuk melihat ke
dalam, mengaca diri dan jujur pada diri sendiri sehingga dapat
mengoptimalkan pengelolaan kekurangan dan kelebihannya tanpa dinodai
upaya manipulasi dan distorsi. (QS. Adz-Dzariyat:21)
Ayat
di atas sangat erat dan lekat dengan pasangan suami istri sebagai pesan
pertama pernikahan. Ayat ini begitu agungnya melandasi ikatan
perkawinan sehingga dicantumkan di halaman pertama buku nikah sebagai
wasiat ilahi hubungan suami istri yang harus dilandasi kepada kesadaran
tenggang rasa, ngrekso dan ngemong satu sama lain yang merupakan bahasa
lain dari pengendalian perasaan dan manajemen emosi dalam rumah tangga.
Rasulullah bersabda:
“Terimalah
wasiat tentang memperlakukan kaum wanita (istri) dengan cara yang baik.
Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki
yang melekuk. Dan sesuatu yang paling melekuk itu adalah sesuatu yang
terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya
secara paksa tanpa hati-hati, maka kalian akan mematahkannya. Sedang
jika kalian membiarkannya, maka ia akan tetap melekuk. Oleh karena itu,
terimalah wasiat memperlakukan wanita dengan baik.” (HR. Ahmad dan
Al-Hafidz Al-Iraqi).
Pada riwayat lain dari hadits ini
dijelaskan, bahwa sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk
berlekuk. Jika kalian mencari kenikmatan darinya, maka kalian akan
mendapatkannya. Sedangkan di dalam dirinya masih tetap ada sesuatu yang
melekuk. Di mana jika kalian hendak meluruskannya, maka kalian akan
mematahkannya. Patah di sini berarti perceraian. (HR. Muslim).
Syeikh
Waliyullah Ad-Dahlawi dalam Hujjatullah al-Balighah (II/708)
menjelaskan makna hadits di atas ialah: “terimalah wasiat dariku
(rasulullah) dan gunakan untuk memahami wanita (isteri). Karena pada
penciptaannya terdapat sesuatu yang ‘melekuk’. Sebagaimana lazimnya
setiap sesuatu akan mewarisi sifat dasarnya. Jika seseorang ingin
mengarungi bahtera rumah tangga bersama pasangannya, maka ia harus siap
untuk mentolerir dan memaafkan perkara-perkara sepele yang terjadi dan
menahan amarah karena sesuatu yang tidak disukainya.”
Dalam hal
itu, Rasulullah saw tidak bermaksud memvonis bahwa wanita itu adalah
makhluk yang berperangai buruk. Beliau hanya ingin menyampaikan fakta,
fenomena dan realitas nyata agar kaum pria bersikap realistis dan siap
berinteraksi, bergaul dengan mitra hidupnya dan bagi kaum wanita agar
dapat mawas diri. Artinya, jika dalam diri istrinya didapati suatu
letupan maupun ledakan emosi, serta menyaksikan ekspresi maupun luapan
perasaan yang tidak berkenan di hatinya, maka ia akan menghadapinya
dengan sabar dan bermurah hati, tanpa bersikap reaktif dan terpengaruh
amarah sehingga menumbuhkan kebencian dan rasa muak, namun ia justru
akan melihat sisi baik mitranya. Karena ia hanyalah seorang manusia yang
mempunyai sisi baik dan sisi buruk sebagaimana dirinya. Karena itu,
Rasulullah bersabda: “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminat
hanya karena satu perangai yang dianggap buruk. Sebab, jika ia membenci
satu perangai, maka pastilah ada perangai lain yang akan ia sukai.”
Sejarah
tidak pernah menjumpai dalam satu agama atau tradisi mana pun, suatu
ajaran yang begitu care, apresiatif dan menghargai kodrat dan hak-hak
wanita melebihi doktrin ajaran Islam. Adakah hikmah dibalik kehendak
Allah menciptakan wanita dalam keadaan demikian? Memang, Allah tidak
menciptakan sesuatu secara sia-sia (QS. Ali-Imran: 191) dan Dia
mengamanahkan kepada kaum wanita tugas-tugas penting dan sensitif
seperti hamil, menyusui dan mendidik anak. Untuk itu Allah saw
mempercayakan kepada mereka sifat-sifat dan pemberian yang sesuai
tugasnya, yang berbeda dari sifat kaum pria dan pembawaannya.
Dr.
Frederick mengatakan bahwa kaum wanita mengalami proses stagnasi yang
tidak hanya terjadi pada perubahan fisiknya saja, melainkan juga pada
tabiat dan keadaan psikisnya. Karena seandainya ia tidak memiliki emosi
dan sifat kemanjaan anak-anak, maka pastilah ia tidak mampu menjadi ibu
yang baik. Ia bisa dipahami anak-anak karena perasaannya yang masih
terdapat unsur kekanak-kanakan.
Menurutnya, ia akan tetap seperti
anak-anak dalam kemanjaan dan emosinya, bahkan dalam perkembangannya
wanita lebih banyak bersifat kekanak-kanakan. Kelembutan hatinya dan
sensitivitas perasaannya cenderung semakin bertambah lebih cepat
dibanding daya pikirnya. Praduga, perasaan dan emosinya lebih banyak
dipakainya daripada rasionya. Karena ia terkondisikan untuk lebih banyak
bersikap pasif daripada bersifat aktif dan lebih banyak menerima dengan
sikap pasrah daripada bersikap menguasai. Ia secara kodrati tercipta
untuk berada di tengah anak-anak dan suami. Demikianlah posisinya dalam
keluarga, yaitu pada titik sentral, untuk menjaga keharmonisan anggota
keluarga dengan segala kecenderungan masing-masing. (Hayatuna al
Jinsiyah, hal. 70).
Jika suami mampu memahami, maka ia akan
menerima kenyataan dan mendapat kesenangan dari istri dalam batas-batas
fitrahnya. Tetapi, jika ia tidak mampu memahaminya, maka ia akan
berusaha menjadikan istrinya berbuat sesuai dengan ego kelaki-lakiannya,
dari segi berfikir, sehingga mungkin ia akan gagal. Mungkin saja ia
akan menghancurkan keluarganya, tempat di mana ia menyandarkan hidupnya.
Karena ia menuntut hal mustahil di luar kodratnya. Oleh karenanya, Nabi
saw berusaha mengingatkan suami agar hendaknya mendampingi, membimbing,
mendidik dan tidak menjatuhkan hukuman dan vonis kepada istrinya hanya
karena memiliki suatu sifat yang jelek, sebab ia pun demikian.
Syeikh
Muhammad al-Ghazali dalam bukunya Rakaiz al Iman Bayna al Aqlu wa al
Qalbu, menegaskan bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah
menyentuh kaum wanita dan melindunginya dari kesewenangan kaum pria. Ia
telah memerdekakan perikemanusiaannya, baik jiwa maupun raga. Islam
mengajarkan kepada pemeluknya mengenai posisi dan jati diri wanita untuk
mengemban tugas dan fungsi keberadaannya. Oleh karena itu, mereka
sebaiknya menjaga dan mengelola nilai-nilai kewanitaan yang ada pada
diri mereka untuk menghadapi perlakuan yang dapat membuat mereka
melepaskan eksistensi biologis dan psikologisnya.
Ketika fenomena
dan realitas kewanitaan ini dipungkiri akan terjadi disharmoni dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat karena tidak mengindahkan sunnatullah.
Oleh karena itu Rasulullah saw berpesan: “Sesungguhnya kaum wanita itu
adalah saudara kaum pria, maka sayangilah mereka sebagaimana kalian
menyayangi diri kalian sendiri.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Islam
telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka
sebagai saudara yang sejajar dengan kaum pria. Syariat Islam telah
memelopori pengibaran bendera kesetaraan gender dengan menjadikan kaum
wanita sebagai mitra suami dalam mengelola keluarga dan masyarakat.
Kemampuan
untuk memahami dan mengelola emosi wanita ini merupakan kunci pertalian
cinta kasih pasangan suami istri yang menjadi jembatan menuju keluarga
sakinah (QS.Ar-Rum:21). Dengan itu Allah menumbuhkan benih cinta di hati
suami-istri sehingga dapat mendorong untuk menunaikan hak dan kewajiban
masing-masing dalam bentuk yang paling sempurna tanpa ada perasaan
tekanan dan kesan paksaan. Cinta suci tersebut merupakan perasaan tulus
yang mendalam tanpa kedustaan dan kepura-puraan serta merasuki hidup
sepanjang hayat. Nabi saw. pernah mengungkapkan kenangan cintanya pada
Khadijah, “aku sungguh telah mendapatkan cinta sucinya.” (HR. Muslim).
Hal
ini bukan berarti tumbuh secara tiba-tiba tanpa adanya upaya menanam
dan merawat benih cinta, karena beliau memulai perkawinan dengan
perasaan simpati yang netral. Namun benih cinta kasih pasangan suami
istri yang shalih ini cepat tumbuh berkembang secara subur sebagai buah
dari pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), kesetiaan, akhlaq
setia, saling memberi dan menerima dengan tenggang rasa yang tinggi.
Bukankah doktrin ta’aruf dalam Islam adalah untuk menuju tawasahu bil
haqqi dalam atmosfir toleransi dan kesabaran terhadap watak
masing-masing. Dengan sikap demikian maka suami istri menikmati
kehidupan bersama yang baik dan menyenangkan.
– bersambung…
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/gelas-gelas-kristal-manajemen-emosi-wanita-bagian-ke-1/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Kamis, 10 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar