Oleh: Tim dakwatuna.com
Risalah Nabi Muhammad untuk seluruh manusia
[ الرسالة للناس كافة ]
Risalah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. tidak hanya untuk umat tertentu,
suku tertentu, bangsa tertentu. Tetapi, untuk seluruh manusia yang hidup
di muka bumi. Hal ini dijelaskan oleh Allah azza wajalla, “Dan kami
tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tiada Mengetahui.” [QS. Saba (34): 28]
Sebagai sebuah
risalah yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka risalah yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw. memiliki karakteristik kemanusiaan
(insaniyah). Karakter insaniyah yang ditunjukkan oleh risalah ini adalah
prinsip persamaan antar sesama manusia. Menurut pandangan Islam,
manusia tidak dibedakan oleh warna kulit, suku, bahasa, dan atau
perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini difirmankan oleh Allah swt.
“Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS.
Al-Hujurat (49): 13]
Bentuk nyata dari
prinsip persamaan ini adalah Islam mengikis habis diskriminasi ras
(rasialisme) dalam kehidupan. Tidak ditemukan bangsa kulit putih lebih
unggul ketimbang kulit hitam sehingga bangsa kulit putih harus menjadi
tuan bagi bangsa kulit hitam, dan bangsa kulit hitam menjadi budaknya.
Islam pun mengikis habis diskriminasi keturunan (kasta-kasta) dalam
kehidupan. Tidak ada kasta atas atau kasta bawah. Tidak ada keturunan
berdarah biru (ningrat) atau jelata. Islam pun mengikis habis pembedaan
berdasarkan status ekonomi, pangkat, profesi, dan atau hal-hal lain yang
melekat pada diri seseorang.
Jadi, tidak menjadi pembeda
kekayaan dan kemiskinan, tidak menjadi pembeda jenderal dan kopral,
tidak menjadi pembeda pemerintah dan rakyat biasa, tidak menjadi pembeda
dokter dan petugas cleaning service. Seorang dokter adalah manusia,
seorang petugas cleaning service pun manusia. Seorang jenderal adalah
manusia, seorang kopral pun manusia. Seorang yang kaya adalah manusia,
seorang yang miskin pun manusia. Pendek kata, semua orang sama atas
kemanusiaannya. Dan yang akan menjadi penentu prestasi manusia di
hadapan Allah adalah tingkat ketakwaannya. Dan ketakwaan merupakan
sesuatu yang setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperolehnya. Seorang ningrat berpeluang untuk menjadi orang bertakwa
sebagaimana peluang yang sama juga dimiliki oleh orang biasa.
Bilal
bin Rabbah tadinya adalah seorang budak yang berkulit hitam
legam—merupakan perawakan orang Habasyah (Etiopia)—kemudian menjadi
orang yang mendapatkan posisi berarti di hadapan Allah yang
sampai-sampai terompahnya sudah terdengar di surga di saat Bilal masih
mengembara di dunia.
Contoh lain bisa dilihat dari kisah Hablah
bin Al-Aiham, seorang Amir Ghassan. Seorang Arab Badui mengadukan kepada
Amiril Mukminin Umar bin Khattab bahwa Hablah telah menamparnya tanpa
alasan yang benar. Maka Umar tidak dapat berbuat apa pun, kecuali
menghadirkan Hablah, menuntut dan menghukumnya dengan qishash. Si orang
Arab Badui itu boleh membalas satu tamparan untuk satu tamparan, kecuali
dia mau memaafkan dan mengampuni perbuatan Hablah.
Namun Hablah
keberatan. Ia berkata kepada Umar, “Bagaimana ia melaksanakan qishash
pada diriku padahal aku seorang raja dan dia hanya rakyat biasa?”
Lalu Umar menjawab, “Sesungguhnya Islam telah menyamakan antara kamu berdua.”
Amir
Ghassan itu tidak menyadari nilai agung ajaran Islam itu. Ia memilih
kabur dari Madinah dengan murtad dari Islam yang mewajibkan persamaan
antara seorang raja dan rakyat jelata.
Selain tumbuh prinsip
persamaan, juga tumbuh pula prinsip persaudaraan. Persaudaraan antara
sesama manusia, apa pun suku, bangsa, kedudukan sosial, strata ekonomi
yang diikat oleh tali akidah. Tentang ini Allah swt. berfirman,
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan takutlah terhadap
Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS. Al-Hujurat (49): 10]
Al-muslimu
akhul muslim. Orang muslim yang satu merupakan saudara dari muslim yang
lain. Prinsip persaudaraan yang seperti inilah yang menjadi penyebab
tidak sedikit orang kafir memeluk Islam. Persaudaraan yang seperti ini
yang membuat iri para malaikat. Persaudaraan yang membuat kuat setelah
kelemahan. Persaudaraan yang membuat potret masyarakat Islam berbeda dan
khas.
Risalah Muhammad merupakan risalah terakhir
[ خاتم الرسالة ]
Risalah
yang dibawa Nabi Muhammad saw. merupakan risalah terakhir. Tidak akan
datang risalah setelahnya. Kalaupun ada yang mencoba
mendatangkannya—tentu buatan manusia—tidak akan sanggup menandingi
terangnya Islam. Ibarat cahaya bulan di siang hari, tak akan sanggup
menunjukkan cahayanya. Akan tenggelam oleh terangnya sinar matahari.
Sehingga, yang datang kemudian –baik yang mengatasnamakan agama atau
bukan, yang lama maupun yang baru, yang lokal maupun yang global,
didukung dengan teknologi ataupun tidak– tidak akan menggantikan risalah
yang dibawa Nabi Muhammad saw.
Lihat saja yang mutakhir. Ilmu
pengetahuan akan dan telah dijadikan agama oleh sebagian manusia di
dunia. Padahal ilmu pengetahuan tidak akan bisa menggantikan agama
sampai kapanpun. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Dr. Yusuf
Qaradhawi, “Ilmu pengetahuan sama sekali bukanlah alternatif pengganti
agama dan keimanan. Karena, ruang lingkup ilmu pengetahuan bukan ruang
lingkup agama. Yang saya maksud dengan ‘Ilmu Pengetahuan’ di sini adalah
ilmu pengetahuan menurut versi Barat yang terbatas. Bukan menurut
persepsi Islam yang komprehensif, yang mencakup ilmu pengetahuan tentang
objek fisik partikel alam dan ilmu pengetahuan tentang hakekat
eksistensi kehidupan yang besar, yaitu ilmu pengetahuan yang mencakup
ilmu dunia dan ilmu agama. Bukan sekedar ilmu pengetahuan tentang materi
dan karakter partikelnya saja. Melainkan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan alam, kehidupan, manusia, dan Penciptanya Yang Maha
Suci.
Ilmu pengetahuan dengan persepsi Barat tidak pantas menjadi
pengganti agama, karena fungsi ilmu pengetahuan ini adalah memudahkan
fasilitas hidup bagi manusia, bukan untuk menginterpretasikan
[menafsirkan] kepada manusia rahasia kehidupan.
Oleh karena itu
kita melihat negeri-negeri kontemporer yang paling besar kemajuannya
dalam ilmu pengetahuan dan pencapaian teknologinya, justru warganya
banyak mengeluhkan kekosongan rohani, stress kejiwaan, kekalutan
pikiran, dan perasaan minder, perasaan sengsara. Dan kita saksikan para
generasi mudanya terjerumus dalam berbagai kontroversi ekstremitas
pemikiran dan perilaku. Berontak kepada mekanisme kehidupan dan
materialisme peradaban, meskipun mereka tidak sampai menemukan petunjuk
konsep kehidupan yang benar dan jalan hidup yang lurus.”
Sebagai
risalah terakhir yang diturunkan Allah swt., risalah yang dibawa Nabi
Muhammad saw. memiliki karakteristik kesempurnaan (takamuliyah)
sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” [QS.
Al-Maidah (5): 3]
Sifat kesempurnaan yang Allah swt. tetapkan itu
menjamin bahwa Risalah Muhammad saw akan bisa menjawab dan bahkan
mengantisipasi permasalahan yang diakibatkan oleh perkembangan kehidupan
manusia hingga akhir zaman.
Kesempurnaan risalah yang dibawa
Nabi Muhammad saw. diperkuat oleh masih authentic-nya sumber utama
risalah ini, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya ini telah selamat
dari tangan-tangan jahil yang ingin mengubahnya. Dari masa ke masa
selalu ada ulama-ulama ahli dalam bidang keduanya yang mendeteksi setiap
kesalahan dan upaya penyimpangan. Lalu mereka meluruskan hal-hal yang
salah tersebut.
Kedua sumber utama risalah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. telah memuat hal-hal pokok tentang bagaimana menyelesaikan
dan mengantisipasi masalah manusia. Yaitu, dengan memberikan
prinsip-prinsip yang tetap dan tidak berubah (tsawabith) sampai akhir
zaman untuk dijadikan rujukan dan pijakan atas sesuatu yang berubah
(mutaghayyirat), misalnya yang menyangkut metodologi dan sarana-sarana.
Risalah Rahmatan lil ‘alamin
[ الرسالة رحمة للعالمين ]
Nabi
Muhammad saw. diturunkan sebagai rahmat untuk seluruh alam, sebagaimana
firman Allah swt, “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al-Anbiya (21): 107]. Sehingga
risalahnya adalah risalah yang membawa rahmat bagi seru sekalian alam.
Sebagai sebuah risalah rahmat, maka Islam memiliki karakter wasathiyah
(pertengahan) atau yang lebih dikenal tawazun (seimbang). Wasathiyah
atau tawazun itu adalah karakter Islam yang pertengahan dan seimbang
antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan. Masing-masing kutub
tidak berpengaruh sendirian sementara kutub lawannya dibuang, dan yang
salah satu dari kedua kutub itu tidak diambil lebih dari yang semestinya
(haknya) dan melanggar serta menzhalimi kutub lawannya.
Karakter
Islam itu juga tidak tasyadud (ketat, menyusahkan) dan tidak tasahul
(longgar, menggampangkan). Kalau Islam bersifat tasyadud akan hilang
rasanya sebagai rahmat, karena orang yang melaksanakan Islam akan
memiliki kesulitan. Padahal Rasulullah saw. sebagai pembawanya
memerintahkan untuk mempermudah, jangan mempersulit. Dan tasahul juga
akan membuat rasa rahmat hilang, karena aturan Islam menjadi tidak jelas
batasannya. Hidup tanpa aturan akan membuat hidup karut-marut. Lalu,
seperti apa rasanya hidup yang karut-marut? Akan banyak orang yang
terzhalimi karena hakikatnya tanpa aturan akan mengambil hak orang lain.
Wasathiyah dalam ibadah dan praktik ritual
Wasathiyah
dalam ibadah terlihat dalam firman Allah swt, “Hai orang-orang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [QS. Al-Jumuah
(62): 9-10]
Terlihat betul pertengahan dalam ibadah dan rahmatnya
Islam pada ayat-ayat di atas. Islam tidak mengharuskan umatnya untuk
memutuskan sama sekali aspek duniawi (dalam hal ini aktivitas jual beli)
atas ibadah. Sebelum shalat Jum’at, umat Islam melakukan perdagangan.
Setelah itu shalat Jum’at, umat Islam melakukan perdagangan kembali,
dengan selalu berdzikir kepada Allah. Ini berarti kehidupan
berdangangnya pun tidak lepas dari aktivitas ibadah dan praktik ritual
lainnya.
Wasathiyah dalam moral
Islam bersikap moderat
antara kaum idealis ekstrim –yang membayangkan manusia sebagai malaikat
atau menyerupai malaikat. Maka mereka meletakkan untuknya nilai-nilai
dan adab susila yang tidak mungkin untuk dilaksanakan– dengan kaum
pragmatis (realis) ekstrim –yang menyangka manusia adalah bagaikan
hewan. Maka mereka menginginkan tata perilaku yang tidak pantas bagi
manusia.
Manusia menurut pandangan Islam, tentu sebagaimana yang
Allah sampaikan lewat firman-Nya, “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [QS. Asy-Syams
(91): 7-10]
Begitulah ciri keumuman risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. kepada kita.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/ciri-keumuman-risalah-nabi-muhammad-saw/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Kamis, 10 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar