Ketika senja telah
turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil
air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi
angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk
sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di
keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama
untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas
sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali
Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang
penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya.
Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan
bahan-bahan makanan lainnya.
Di
tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa
karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan
kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu
menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di
saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali
Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok
Madinah.
"Alhamdulillah...,
harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal
Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar
menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu
pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan
karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah
mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di
kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah
orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh!
Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong
yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari
kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat
sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi
sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini
hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah
keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali
Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami
kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang
kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan
kepada mereka.
Malam
itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di
pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di
duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei!
Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu
mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa
saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo
cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...,"
Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan
karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu
terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya
tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya.
Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan,
terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada
Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh
sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai,
orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah
maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah
kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku
minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu
denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup
kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan
orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun
bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan
untuk orang-orang miskin.
Suatu
ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera
bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama
orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu
adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali
ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa
haru.
Barulah
orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima
itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang
biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang
yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya
Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu
Rasulullah Saw.
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar