Oleh : Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
Mengenai keutamaan shalat Dhuha, telah diriwayatkan beberapa hadits yang diantaranya dapat saya sebutkan sebagai berikut
Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda
"Bagi
masing-masing ruas[1] dari anggota tubuh salah seorang di antara
kalian harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih (Subhanallah) adalah
sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahtil
(Laa Ilaaha Illallaah) adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik pun
juga sedekah, dan mencegah kemunkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa
disetarakan ganjarannya dengan dua rakaat shalat Dhuha". Diriwayatkan
oleh Muslim[2]
Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu
'anhuma, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Allah Yang
Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman.
"Wahai anak Adam,
ruku'lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku mencukupimu
di akhir siang" Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi[3]
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, dia berkata :"Tidak ada
yang memelihara shalat Dhuha kecuali orang-orang yang kembali kepada
Allah (Awwaab)". Dan dia mengatakan, "Dan ia merupakan shalatnya
orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabin)". Diriwayatkan oleh
Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim. [4]
Hukum Shalat Dhuha
Hadits-hadits
terdahulu dan juga yang semisalnya menjelaskan bahwa shalat Dhuha pada
waktu Dhuha (pagi hari) merupakan suatu hal yang baik lagi disukai.
[5]
Selain itu, di dalam hadits-hadits tersebut juga terkandung
dalil yang menunjukkan disyariatkannya kaum muslimin untuk senantiasa
mengerjakannya. [6]
Dan tidak ada riwayat yang menujukkan diwajibkannya shalat Dhuha
Waktu Shalat Dhuha
Waktu
shalat Dhuha dimulai sejak terbit matahari sampai zawal (condong). Dan
waktu terbaik untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah pada saat matahari
terik.
Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut.
Adapun
permulaan waktunya, telah ditunjukkan oleh hadits Abud Darda dan Abu
Dzar Radhiyallahu 'anhuma terdahulu. Letak syahidnya di dalam hadits
tersebut adalah ; "Ruku-lah untuk-Ku dari awal siang sebanyak empat
rakaat".
Demikian juga riwayat yang datang dari Anas Radhiyallahu
'anhu, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda.
"Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama'ah
lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian
mengerjakan shalat dua raka'at [7], maka pahala shalat itu baginya
seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya" [8]
Dari Abu Umamah, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Barangsiapa
mengerjakan shalat Shubuh berjama'ah di masjid, lalu dia tetap berada
di dalamnya sehingga dia mengerjakan shalat Dhuha, maka pahalanya
seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau orang yang mengerjakan
umrah, sama persis (sempurna) seperti ibadah haji dan umrahnya".
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani.
Dan dalam sebuah riwayat disebutkan.
"Barangsiapa
mengerjakan shalat shubuh dengan berjama'ah, kemudian dia duduk
berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit…" Diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani.[9]
Adapun keluarnya waktu shalat Dhuha pada waktu zawal, karena ia merupakan shalat Dhuha (pagi).
Sedangkan
waktu utamanya telah ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan dari Zaid
bin Arqam, bahwasanya dia pernah melihat suatu kaum yang mengerjakan
shalat Dhuha. Lalu dia berkata "Tidaklah mereka mengetahui bahwa shalat
selain pada saat ini adalah lebih baik, karena sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda. "Shalat awaabiin
(orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah ketika anak-anak unta
sudah merasa kepanasan"[10]. Diriwayatkan oleh Muslim [11]
Jumlah Rakaat Shalat Dhuha Dan Sifatnya
Disyariatkan kepada orang muslim untuk mengerjakan shalat Dhuha dengan dua, empat, enam, delapan atau dua belas rakaat.
Jika mau, dia boleh mengerjakannya dua rakaat dua rakaat.
Adapun
shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat telah ditunjukkan oleh hadits
Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang
di antara kalian harus dikeluarkan sedekah …Dan semua itu setara dengan
ganjaran dua rakaat shalat Dhuha" Diriwayatkan oleh Muslim.[12]
Sedangkan
shalat Dhuha yang dikerjakan empat rakaat, telah ditunjukkan oleh Abu
Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu 'anhuma, dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana
Dia berfirman :"Wahai anak Adam, ruku'lah untuk-Ku empat rakaat di awal
siang, niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang" Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi. [13]
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan enam
rakaat, ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu :
"Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat
Dhuha enam rakaat" Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab
Asy-Syamaa-il. [14]
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan delapan
rakaat ditunjukkan oleh hadits Ummu Hani, di mana dia bercerita :"Pada
masa pembebasan kota Makkah, dia mendatangi Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam ketika beliau berada di atas tempat tinggi di Makkah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beranjak menuju tempat
mandinya, lalu Fathimah memasang tabir untuk beliau. Selanjutnya,
Fatimah mengambilkan kain beliau dan menyelimutkannya kepada beliau.
Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Dhuha delapan rekaat" [15]
Diriwayatkan Asy-Syaikhani. [16]
Sedangkan shalat Dhuha yang
dikerjakan dua belas rakaat ditunjukkan oleh hadits Abud Darda
Radhiyallahu 'anhu, di mana dia bercerita, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
"Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua
rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah.
Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang
yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan
diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan
rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan
patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah
akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari
dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang
danugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah
memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada
mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya" Diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani.[17]
Dapat saya katakan bahwa berdasarkan
hadits-hadits ini, diarahkan kemutlakan yang diberikan Sayyidah Aisyah
Radhiyallahu 'anha saat ditanya oleh Mu'adzah :"Berapa rakaat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Dhua?" Dia menjawab :
"Empat rakaat dan bisa juga lebih, sesuai kehendak Allah" [18]
Dan
shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat dua rakaat, telah ditunjukkan
oleh keumuman sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Shalat
malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat" [19]
Dan seorang muslim
boleh mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat secara bersambungan,
sebagaimana layaknya shalat wajib empat rakaat. Hal itu ditunjukkan oleh
kemutlakan lafazh hadits-hadits mengenai hal tersebut yang telah
disampaikan sebelumnya, seperti sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam :"Ruku'lah untuk-Ku dari permulaan siang empat rakaat". Dan juga
seperti sabda beliau :"Barangsiapa mengerjakan shalat (Dhuha) empat
rakaat maka dia ditetapkan termasuk golongan ahli ibadah" Wallahu a'lam
[Disalin
dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi
Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit
Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
___________
Foote Note
[1].
Kata sulaamaa adalah bentuk mufrad (tunggal) dan jamaknya adalah
as-sulaamiyaatu yang berarti ruas jari-jemari. Kemudian kata itu
dipergunakan untuk seluruh tulang dan ruas badan. Lihat kitab, Syarh
Muslim, An-Nawawi V/233
[2]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh
Muslim, di dalam kitab Shalaatut Musaafirin wa Qashruha, bab Istihbaabu
Shalaatidh Dhuha wa Anna Aqallaha Rak'aatani wa Akmalaha Tsamaanu
Raka'aatin wa Ausathuha Arba'u Raka'aatin au Sittin wal Hatstsu 'alal
Muhaafazhati 'alaiha, (hadits no. 720). Lihat juga kitab, Jami'ul
Ushuul (IX/436)
[3]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad di
dalam kitab, Al-Musnad (VI/440 dan 451). Dan juga diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi di dalam Kitaabush Shalaah, bab Maa Jaa-a fii Shalaatidh
Dhuha, (hadits no. 475)
Mengenai hadits ini, At-Tirmidzi mengatakan :
'Hasan gharib" Dan dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir di dalam
tahqiqnya pada At-Tirmidzi. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani di dalam
kitab, Shahih Sunan At-Tirmidzi, (I/147). Serta dinilai hasan oleh
muhaqqiq kitab, Jaami'ul Ushuul (IX/4370.
[4]. Hadits hasan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (II/228), Al-Hakim di dalam kitab
Al-Mustadrak (I/314), dan lafazh di atas milik keduanya. Diriwayatkan
juga oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath (II/279-Majma'ul
Bahrain) tanpa ucapan :"Dan ia adalah shalatnya orang-orang yang
kembali kepada Allah (Awwaabiin)".
Dan hadits di atas dinilai shahih
oleh Al-Hakim dengan syarat Muslim. Dan dinilai hasan oleh Al-Albani
di dalam kitab, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (hadits no. 1994).
[5]. Majmuu'al Al-Fataawaa (XXII/284)
[6]. Dan inilah yang tampak, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits terdahulu. (Nailul Authaar III/77).
Sedangkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah setelah menetapkan
kesepakatan para ulama tas sunnahnya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus, kemudian
menetapkan hukum sunnatnya, dimana dia mengatakan : "Muncul pertanyaan :
'Apakah yang lebih baik, mengerjakan secara terus menerus ataukah
tidak secara terus menerus seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam? Inilah di antara yang mereka pedebatkan". Dan yang
lebih tepat adalah dengan mengatakan ;"Barangsiapa mengerjakan qiyaamul
lail secara terus menerus, maka tidak perlu lagi baginya untuk
mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan barangsiapa yang
tertidur sehingga tidak melakukan qiyamul lail, maka shalat Dhuha bisa
menjadi pengganti bagi qiyamul lail" Majmu Al-Fataawaa (XXII/284).
Dapat
saya katakan, (tetapi) lahiriyah nash menunjukkan disunnatkannya
secara mutlak untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Dan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meninggalkan suatu
amalan padahal beliau sangat suka untuk mengerjakannya karena beliau
takut hal tersebut akan dikerjakan secara terus menerus oleh umat
manusia sehingga akan diwajibkan kepada mereka. Dan inilah illat
(alasan) tidak dikerjakannya shalat Dhuha secara terus menerus oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan demikian, nash-nash
itu secara mutlak seperti apa adanya. Hal yang serupa seperti itu telah
diisyaratkan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha, lihat kitab
Jaami'ul Ushuul (VI/108-109).
[7]. Ath-Thibi mengatakan :
"Shalat ini disebut shalat Isyraq, yaitu permulaan shalat Dhuha. Dia
nukil di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/405)
Dapat saya katakan,
telah saya sampaikan kepada anda mengenai hal itu yang lebih luas dari
sekedar isyarat ini. Lihat pembahasan tentang shalat Isyraq sebelumnya.
[8]
Hadits hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam
Kitaabush Shalah, bab Dzikru Maa Yustahabbu minal Julus fil Masjid Ba'da
Shalaatish Shubhi Hatta Taathlu'a Asy-Syams
Mengenai hadits ini,
At-Tirmidzi mengatakan :"Hasan gharib". Dengan beberapa syahidnya,
hadits ini dinilai hasan oleh Al-Mubarakfuri di dalam kitab Tuhfatul
Ahwadzi (I/406). Dan disepakati oleh Syaikh Akhmad Syakir di dalam
tahqiqnya pada At-Tirmidzi (II/481). Juga dinilai hasan oleh Al-Albani
di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi (I/182). Dan dengan beberapa
syahidnya, dinilai hasan oleh muhaqqiq kitab Jaami'ul Ushuul (IX/401).
Dapat saya katakan, di antara syahidnya adalah hadist berikutnya.
[9]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Mu'jamul Kabiir (VIII/174), 181 dan 209)
Sanad
hadits di atas dinilai jayyid oleh Al-Mundziri dan Al-Haitsami. Dan
dinilai hasa oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wa
Tarhiib (I/189). Dan lihat juga kitab, Majmu'uz Zawaa'id (X/104)
[10].
Di dalam kitab, Syarh An-Nawawi (VI/30). Imam Nawawi mengatakan :
Ar-Ramdhaa' berarti kerikil yang menjadi panas oleh sinar matahari.
Yaitu, ketika anak-anak unta sudah merasa panas. Al-Fushail berarti
anak unta yang masih kecil". Lihat juga, Nailul Authaar (II/81)
[11].
Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalaatul
Musaafirin wa Qasruha, bab Shalatut Awaabiin Hiina Tarmudhil Fihsaal,
hadits no. 748.
[12]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[13]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[14].
Hadits shahih lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab
Asy-Syamaa'il, bab Shalatudh Dhuha, (hadits no. 273) hadits ini
dinilai shahih lighairihi di dalam kitab, Mukhtashar Asy-Syamaailil
Muhammadiyyah, (hal. 156). Beberapa sahid dan jalannya telah disebutkan
di dalam kitab Irwaaul Ghaliil (II/216).
[15]. Di dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi orang yang mengaku bahwa
shalat
ini adalah shalat al-fath (pembebasan), bukan shalat Dhuha. Lihat
kitab, Zaadul Ma'ad (III/4100 dan juga Aunul Ma'buud (I/497)
[16].
Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam beberapa tempat
di antaranya : Kitaabut Tahajjud, bab Shalaatudh Dhuhaa fis Safar
(hadits no. 1176). Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Haidh, bab
Tasturuk Mughtasil bi Tsaubin au Nahwahu (hadits no. 336). Dan lafazh
di atas adalah miliknya. Dan lihat juga kitab Jaami'ul Ushuul (VI/110).
[17].
Hadits ini disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam kitab Majma'uz
Zawaa'id (II/237) dan dia mengatakan : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani
di dalam kitab Al-Kabiir. Di dalamnya terdapat Musa bin Ya'qub
Az-Zam'i. Dinilai tsiqah oleh Ibnu Mu'in dan Ibnu Hibban serta dinilai
dha'if oleh Ibnul Madini dan lain-lainnya. Dan sisa rijalnya adalah
tsiqah.
Dapat saya katakan, Musa bin Ya'qub seorang yang shaduq,
yang mempunyai hafalan buruk, sebagaimana yang disebutkan di dalam
kitab, At-Taqriib (hal. 554). Dan diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam
kitab Kasyful Astaar (II/334), yang diperkuat oleh syahid dari Abu
Dzar. Dan disebutkan oleh Al-Mundziri di dalam kitab At-Targhiib.
Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyalahu 'anhuma dinilai hasan oleh
Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wat Tarhiib (I/279).
[18].
Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalatul
Musafirin wa Qasruha, bab Istihbaabu Shaalatid Dhuha wa Anna Aqallaha
Rak'ataani wa Akmalaha Tsamaanu Rak'atin wa Ausathuha Arba'u Rak'atin au
Sittin wa Hatstsu 'alal Muhaafazhati Alaiha, (hadits no. 719).
[19]. Hadits shahih. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya
Peringatan.
Ada
sebuah riwayat untuk hadits Ummu Hani terdahulu dengan lafazh :
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam pernah mengerjakan
shalat Dhuha delapan rakaat. Beliau mengucapkan salam setiap dua
rakaat'. Dan hadits Ummu Hani asalnya terdapat di dalam kitab
Ash-Shahihain, tetapi tidak dengan lafazh ini.
Dan diriwayatkan oleh Abud Dawud di dalam Kitaabush Shalaah, bab Shalatudh Dhuha (hadits no. 1234, II/234).
Dan
dalam sanad yang ada pada keduanya terdapat Iyadh bin Abdillah. Yang
meriwayatkan darinya adalah Abdullah bin Wahb. Mengenai pribadi Iyadh
ini. Abu Hatim mengatakan :"Dia bukan seorang yang kuat". Dan Ibnu
Hibban menyebutnya di dalam deretan tsiqat. As-Saaji mengatakan :
"Darinya, Wahb bin Abdillah meriwayatkan beberapa hadits yang di
dalamnya masih mengandung pertimbangan". Yahya bin Ma'in mengatakan
:"Dia seorang yang haditsnya dha'if". Abu Shalih mengatakan
;"Ditegaskan, dia memiliki kesibukan yang luar biasa di Madinah, di
dalam haditsnya terdapat sesuatu" Al-Bukhari mengatakan : "Haditsnya
munkar" Tahdziibut Tahdziib (VIII/201).
Dapat saya katakan, haditsnya
di sini diriwayatkan oleh Ibnu Wahb, darinya. Yang tampak secara
lahiriyah dari keadaan orang ini, bahwa dia tidak dimungkinkan untuk
meriwayatkan seorang diri, sedangkan lafazh ini dia riwayatkan sendiri.
Wallahu a'lam
Dengan lafazh ini, hadits ini dinilai dha'if (lemah)
oleh Al-Albani di dalam komentarnya terhadap kitab Shahih Ibni Khuzaimah
(II/234). Dalam penjelasannya, dia menguraikan secara rinci illatnya
di dalam kitab. Tamamul Minnah (hal. 258-259)
sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2357/slash/0
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Rabu, 21 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar