Oleh: Rikza Maulan, M.Ag
dakwatuna.com
- Dari Abi ‘Abdillah Tsauban Bin Bujdad bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Dinar yang paling utama yang dibelanjakan seseorang adalah dinar yang
ia belanjakan untuk keluarganya, dinar yang ia belanjakan untuk
kendaraannya di jalan Allah, dan dinar yang ia infakkan untuk
rekan-rekannya (yang tengah berjuang) di jalan Allah.” (Muslim)
Dalam
kitab Nuzhatul-Muttaqin (syarah Riyadush-Shalihin karya Imam An-Nawawi)
disebutkan, hadits itu menjelaskan peringkat keutamaan pengeluaran
harta (infak) bahwa memberi nafkah kepada keluarga merupakan infak yang
paling mulia. Dalam hadits lain disebutkan:
“Dinar yang engkau
infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk
(mememerdekakan) hamba sahaya, dinar yang engkau infakkan kepada orang
miskin, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluarga, yang paling utama
di antara semua itu adalah dinar yang engkau infakkan kepada
keluargamu.” (Muslim)
Ke manapun alokasinya, yang jelas seseorang
tidak mungkin dapat berinfak jika tidak memiliki harta. Lebih-lebih
jika kita mencermati ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan kita terlibat
dalam jihad. Selalu saja disandingkan antara kewajiban berjihad dengan
jiwa dengan kewajiban berjihad dengan harta. Bahkan dari semua ayat yang
memerintahkan kita berjihad dengan harta dan jiwa, berjihad dengan
harta selalu didahulukan kecuali pada satu ayat saja yakni ayat 111
surah At-Taubah, yang maknanya:
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa dan harta mereka
dengan mendapatkan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah,
lalu mereka membunuh atau terbunuh.”
Selebihnya, hartalah yang disebut terdahulu. Perhatikan ayat-ayat berikut:
“Wahai
orang-orang yang beriman, inginkah kalian aku tunjukkan pada suatu
perniagaan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih. Kalian
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kalian berjihad di jalan Allah
denganh harta dan jiwa kalian.” (Ash-Shaf: 10-11)
Ini diperkuat
dengan adanya kewajiban zakat. Dalam urusan yang satu ini memang ada
kesalahan persepsi pada sebagian kaum muslimin. Kewajiban zakat sering
dipahami begini: kalau punya harta, zakatlah; kalau tidak punya, tidak
usah mengeluarkan zakat. Secara fiqih, pemahaman itu sangat benar. Tapi
semangatnya bukanlah semangat kepasrahan pada keadaan. Semangat perintah
zakat harusnya dipahami: carilah uang, kumpulkanlah harta agar dapat
melaksanakan perintah Allah yang bernama zakat. Seharusnya kita membawa
semangat shalat untuk diterapkan pada zakat. Kita selalu berpikir kita
harus bisa melaksanakan shalat dengan segala perjuangan yang menjadi
konsekuensinya. Dari mulai mencari penutup aurat, mencari tempat shalat,
menentukan arah kiblat, mensucikan diri, dan seterusnya.
Itu
semua mematahkan anggapan yang masih dianut sebagian orang bahwa
kesalihan dan ketakwaan identik dengan kepapaan, kemelaratan,
kesengsaraan, dan ketertindasan. Seolah-olah hanya orang miskin, jelata,
dan tertindaslah yang layak menghuni surga. Sebaliknya orang kaya dan
orang yang punya jabatan tidak punya tempat di surga. Ini diperparah
dengan sering disitirnya hadits-hadits dha’if (lemah) atau bahkan
maudhu’ (palsu) yang memberikan pesan untuk menjauhi dunia
sejauh-juahnya demi mencapai ketakwaan dan kesucian jiwa. Atau mungkin
juga menyitir hadits shahih tentang zuhud dengan pemahaman yang salah.
Zuhud
tidaklah identik dengan melarat. Zuhud adalah kepuasaan hati dengan apa
yang diberikan Allah swt. Zuhud adalah ketiadaan ikatan hati kepada
kekayaan. Bahwa sambil merasa puas dengan apa yang Allah berikan dan
sambil meniadakan ikatan hati dengan harta seseorang memiliki harta dan
jabatan, tidaklah menafikan sifat zuhud.
Utsman Bin ‘Affan adalah
konglomerat dan kaya raya. Beliau termasuk sahabat Nabi saw. yang
dijamin masuk sorga. Demikian pula halnya dengan ‘Abdurrahman Bin ‘Auf.
Beliau sukses dalam bisnis dan menjadi saudagar kaya raya. Toh beliau
juga termasuk yang dijamin masuk surga. Umar Bin ‘Abdul-‘Aziz, khalifah
yang kaya raya. Tapi justeru dia termasuk orang zuhud.
Posisi
harta dalam Islam sama dengan posisi kemiskinan: sebagai ujian bagi
manusia. Dengan kekayaan orang bisa masuk surga sebagaimana dengan
kekayaan pula orang bisa masuk neraka. Dengan kepapaan orang bisa masuk
surga sebagaimana dengan kepapaan pula orang bisa masuk neraka. Semuanya
ujian! Allah swt. menegaskan:
“Dan Kami coba kalian dengan keburukan dan kebaikan, (semuanya) sebagai ujian.” (Al-Anbiya: 35)
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan menghijau. Dan sesungguhnya Allah mengangkat kalian
sebagai khalifah di dalamnya untuk melihat (menguji) bagaimana kalian
bekerja. Maka berhati-hatilah dengan dunia dan berhati-hatilah dengan
wanita. Karena sesungguhnya fitnah Bani Israil adalah pada wanita.”
(Riwayat Muslim)
Jadi, orang yang saleh bukanlah orang memilih
meninggalkan harta melainkan yang lulus dalam ujian mengelola harta itu.
Seseorang dianggap lulus ujian dalam urusan harta manakala:
* Hanya menempuh cara halal untuk memperoleh harta.
Pada
hari kiamat, setiap orang akan diminta pertanggungjawaban terkait
dengan hartanya, dari manakah ia memperolehnya dan dengan cara apa? Ini
batu ujian pertama. Rasulullah saw. bersabda:
Dan sesungguhnya
Allah memerintahkan orang-orang beriman seperti yang diperintahkan
kepada para rasul. Dia berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari yang
baik dan beramal salehlah karena sessungguhnya Aku mengetahui apa yang
kamlian lakukan’. Dia juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman
makanlah yang baik dari yang Kami rezekikan kepada kalian’.” Lalu
Rasulullah saw. menerangkan tentang orang yang mengadakan perjalanan
panjang, kusut masai dan berdebu. Ia mengadakahkan kedua tangannya
(berdoa) ke langit (sambil mengatakan): Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan
dari yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan.” (Muslim)
* Harta itu tidak menyebabkan sombong
Orang
yang suksus mengelola harta adalah orang yang dengan hartanya justeru
semakin rendah hati dan menyadari bahwa segala yang dimilikinya adalah
titipan atau amanah dari Allah. Abdurrahman bin ‘Auf yang padahal
termasuk orang yang dijamin masuk surga pernah berlinang air mata saat
dirinya siap menyantap hidangan lezat yang ada di hadapannya. Ketika
ditanya penyebab ia menangis, ia menjawab, “Aku takut hanya yang
kunikmati di dunia inilah yang menjadi ganjaranku dari Allah.”
* Menjadi fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah
saw bersabda, “Sebaik-baik harta yang saleh adalah yang ada pada orang
saleh.” Beliau juga memerintahkan kepada kita, “Jauhkanlah dirimu dari
neraka walau dengan hanya sebelah kurma.”
* Menjadi fasilitas untuk silaturahim.
Infaq
adalah baik. Dan infaq kepada kerabat adalah lebih baik lagi. Karena
selain bernilai taqarrub, perbauatan itu juga merupakan upaya
silaturahim. Rasulullah saw. bersabda, “Shadaqah kepada orang misikin
adalah satu shadaqah dan shadaqah kepada orang yang punya hubungan rahim
(kerabat) adalah dua shadaqah: shadaqah dan shilah (menyambungkan).”
(At-Tirmidzi)
* Menjadi fasilitas untuk perjuangan.
Perjuangan
Islam jelas tidak mungkin tanpa dukungan finansial. Kekuatan
orang-orang kafir harus dihadapi dengan kekuatan optimal kaum muslimin.
Dan ini tentu saja salah kekutan itu adalah kekuatan maliyyah
(finansial).
Itulah sebagian ajaran Islam yang terkait dengan kekayaan. Jadi, menjadi orang kaya, siapa takut? Allahu a’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/kayalah-lalu-masuk-surga/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Kamis, 22 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar