Kamis, 22 September 2011

Berinteraksi Dengan Al-Qur’an

Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA

Kirim Print
Mentadabburi Al-Quran merupakan kewajiban dan berinteraksi dengannya merupakan sesuatu keharusan sedangkan hidup di bawah naungannya merupakan kenikmatan yang tidak dapat dimiliki kecuali orang yang dapat merasakannya, kenikmatan yang memberikan keberkahan hidup, mengangkat dan mensucikannya… hal ini tidak akan dirasakan kecuali bagi siapa yang benar-benar hidup di bawah naungannya, merasakan berbagai kenikmatan yang bisa dirasakan, mengambil dari apa yang dapat diraih; kelembutan, kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman, kenyamanan dan kelapangan. (lihat mukadimah penerbit dari Fi Zhilalil Quran dan Biodata Sayyid Quthub pada surat Al-A’raf)

Di sini kami ingin memberikan kepada pembaca yang budiman ungkapan-ungkapan yang baik dan bermutu tentang pengalaman nyata yang dilalui dan dirasakan oleh seorang pemikir muslim kontemporer Asy-Syahid Sayyid Quthub yang direkam dalam kitabnya Fi Zhilal Al-Quran, kami akan meringkas ungkapan-ungkapan tersebut sesuai dengan kebutuhan zaman dan dapat memberikan penerangan bagi para pembaca jalan yang benar dalam rangka mentadabburi Al-Quran dan memahaminya, menelaah teori yang benar dalam berinteraksi dengan Al-Quran, hidup di bawah naungannya.

Teori ini harus diketahui oleh kaum muslimin, agar mereka dapat memahami kunci pergerakan guna membuka rahasia-rahasia pergerakan Al-Quran yang sangat berharga. Seruan yang selalu dikumandangkan oleh ustadz Sayyid Quthub, dengan teori yang baru; memahami, mentadabburi dan menafsirkan Al-Quran, yaitu teori “Tafsir Pergerakan” yang oleh Ustadz Sayyid Quthub dianggap sebagai puncak yang memberikan penjelasan hingga perkara yang mendasar, peletak madrasah “tafsir pergerakan” yang menjadikan Al-Quran hidup dengan nyata dan memberi pengaruh positif bagi kaum muslimin kontemporer.

Allah telah menganugerahkan kepadanya kunci yang fundamental “kunci pergerakan” yang dapat membuka rahasia-rahasia Al-Quran, yang ingin dihadirkan dalam kitabnya Fi Zhilal Al-Quran… (Lihat “Al-Manhaj Al-Haraki Fi Ad-Zhilal”).

Sesungguhnya masalah –dalam memahami petunjuk-petunjuk Al-Quran dan sentuhan-sentuhannya- bukanlah terletak pada pemahaman lafazh dan kalimat-kalimatnya, bukan pada “ tafsir Al-Quran – sebagaimana yang kita sangka !- masalahnya bukanlah demikian…namun kesiapan jiwa dengan menghadirkan perasaan, indra dan pengalaman : persis seperti kesiapan perasaan, indra dan pengalaman saat diturunkannya Al-Quran, yang selalu menyertai kehidupan jamaah muslimah yang selalu bergelut dalam peperangan…bergelut dalam jihad, jihadun nafs –jihad melawan hawa nafsu- jihadun nas –jihad melawan manusia-…jihad melawan nafsu angkara dan jihad melawan musuh…usaha dan pengorbanan, takut dan harap, kuat dan lemah, jatuh dan bangkit…lingkungan Mekah, Dakwah yang berkembang, minoritas dan lemah, asing di tengah-tengah manusia..lingkungan yang terkucil dan terkepung, lapar dan khawatir, tertekan dan terusir, dan ter embargo –terputus- kecuali hanya mengharap dari Allah…

Kemudian lingkungan Madinah : lingkungan pergerakan pertama bagi masyarakat muslim antara tipu daya, kemunafikan, disiplin dan kebebasan…suasana perang Badar, Uhud, Khandak, dan perjanjian Hudaibiyah…Suasana “Al-Fatah” kemenangan, perang Hunain, Tabuk, dan suasana pertumbuhan umat Islam, perkembangan sistem kemasyarakatan, persatuan yang hidup antara perasaan, kemaslahatan dan prinsip dalam memuliakan pergerakan dan dalam naungan sistem.

Dalam suasana seperti itu saat diturunkan di dalamnya ayat-ayat Al-Quran memberi kehidupan yang baik dan faktual…kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, petunjuk-petunjuk dan sentuhan-sentuhannya…dalam suasana seperti ini yang menyertai awal usaha pelaksanaan kehidupan Islam yang baru, Al-Quran dengan kandungannya membukakan hati, memberikan rahasia-rahasianya, menyebarkan keharuman, dan membimbing kepada petunjuk dan cahaya…” (Khasais At-Tashawur Al-Islami : 7-8)

Dari paragraf di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pokok utama yang harus kita jadikan petunjuk dalam menafsirkan Al-Quran adalah sebagai berikut :
  1. Membekali diri dengan persiapan perasaan, pengetahuan –indra- dan pengalaman yang selalu menyertainya saat ingin memahami nash-nash Al-Quran dan merasakan sentuhan-sentuhannya.
  2. Memfokuskan diri –dengan khayalan, perasaan dan inderanya- pada suasana dan lingkungan saat diturunkannya Al-Quran, baik di Mekah dan di Madinah, agar dapat menemukan jejak dan pengaruh Al-Quran di sana
  3. Memperhatikan sikap para sahabat –lingkungan Mekah dan Madinah- dengan Al-Quran dan interaksi mereka serta kehidupan mereka bersama Al-Quran.
  4. Meneliti beberapa tujuan utama Al-Quran, metode aktual pergerakan yang di celup kan terhadap kehidupan umat Islam, serta diturunkannya Al-Quran secara realita dan sungguh-sungguh, sadar dan giat.
  5. Mengamalkannya dalam praktek jihad, dan menerapkannya dalam kehidupan dakwah –seperti –dalam sebagian fenomena- penerapan yang dilakukan oleh para sahabat –khususnya pada periode “Mekah” dan pergerakan teoritis jihad dengan Al-Quran, menyibukkan diri, perasaan dan anggota tubuh dengan kesibukan dan perhatiannya, kegalauan perasaan dan siksaan yang mereka terima…menerima –dari itu- Al-Quran agar di dapati darinya jawaban yang nyata dan obat penyembuh

Jika kita pindahkan perhatian kepada “Fi Zhilal Al-Quran” untuk membahas ungkapan-ungkapan yang menjelaskan teori pergerakan dalam mentadabburi dan menafsirkan Al-Quran maka kita akan mendapatkan banyak sekali faedahnya.

Ustadz Sayyid Quthub menyeru kepada kita untuk hidup di bawah naungan Al-Quran –sebagaimana ia hidup di dalamnya- untuk menemukan rahasia, tabiat dan kunci-kuncinya…”Hidup di bawah naungan Al-Quran” bukan berarti mempelajari Al-Quran dan membacanya serta menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya..ini berarti bukan yang kami maksud..yang kami maksud adalah hidup di bawah naungan Al-Quran : manusia di bawah naungan, dalam suasana, dalam bergerak, saat lelah, saat bertarung, dan saat sedih…seperti yang terjadi pada masa awal turunnya Al-Quran…hidup dengannya dalam menghadapi kejahiliyahan yang menggejala di permukaan bumi saat ini; Dalam hati, niat dan gerak, dalam jiwanya selalu bergerak ruh Islam, dalam jiwa umat manusia, dalam kehidupannya dan kehidupan manusia juga…sekali lagi dalam menghadapi kejahiliyahan, dengan seluruh fenomena-fenomenanya, tindak-tanduknya dan adat istiadat nya, seluruh gerakannya, dan seluruh tekanan yang dilancarkan, perang dengannya berusaha membangkitkan aqidah rabbaniyah, sistem rabbani, dan segala aplikasi harus sesuai dengan manhaj –sistem dan aqidah ini setelah melakukan usaha, jihad dan perlawanan…

Inilah lingkungan Al-Quran yang mungkin manusia bisa hidup di dalamnya, merasakan kenikmatan Al-Quran, karena dengan lingkungan demikian Al-Quran turun, sebagaimana dalam lingkungan begitu pula Al-Quran diamalkan…bagi siapa yang tidak mau menjalani kehidupan seperti itu akan terkucil dari Al-Quran, walaupun mereka tenggelam dalam mempelajari, membaca dan menelaah ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya…

Usaha yang mesti kita korbankan untuk membangun jembatan antara orang-orang yang Mukhlish dan Al-Quran bukan tujuan kecuali setelah melintasi jembatan tersebut hingga sampai pada satu tempat lain dan berusaha menghidupkan lingkungan Al-Quran secara baik, dengan amal dan pergerakan, hingga pada saatnya mereka akan merasakan inilah Al-Quran, menikmati kenikmatan yang telah Allah anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki… (Fi Zhilal Al-Quran : 2 : 1016-1017)

Dan menunjukkan kepada kita cara yang baik dalam membaca, mentadabburi, dan mendapatkan rahasia-rahasia dan inti dari Al-Quran, beliau berkata : “Sesungguhnya Al-Quran harus dibaca, para generasi umat Islam hendaknya menelaah nya dengan penuh kesadaran. Harus ditadabburi bahwasanya Al-Quran memiliki arahan-arahan yang hidup, selalu diturunkan hingga hari ini guna memberikan solusi pada masalah yang terjadi saat ini dan menyinari jalan menuju masa depan yang gemilang. Bukan hanya sekadar ayat dibaca dengan merdu dan indah, atau sekadar dokumentasi akan hakikat peristiwa yang terjadi di masa lampau.

Kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari Al-Quran ini sampai kita mendapatkan darinya arahan-arahan tentang kehidupan realita kita pada saat ini dan mendatang, sebagaimana yang telah didapati oleh para generasi Islam pertama saat mereka mengambil dan mengamalkan arahan-arahan dan petunjuk-petunjuk Al-Quran dalam kehidupan mereka…saat kita membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan maka kita akan dapati apa yang kita inginkan. Kita akan dapati keajaiban yang tidak terbetik dalam jiwa kita yang pelupa ! kita akan dapati juga kalimat-kalimatnya, ungkapan-ungkapannya, dan petunjuk-petunjuknya yang hidup, mengalir dan bergerak serta mengarahkan pada petunjuk jalan…” (Ad-Zhilal : 1 : 61)

Disebutkan –dalam pembukaan surat Ali Imran sebagai surat peperangan dan pergerakan- tentang kenikmatan hidup dengan Al-Quran dan syarat-syarat untuk mencapai dan mendapatkannya…akan tampak di sana kerugian yang mendalam antara kita dan Al-Quran jika kita berusaha mengamalkannya secara baik, menghadirkan dalam persepsi kita bahwa Al-Quran ini diberikan kepada umat yang giat dan punya semangat hidup, memiliki eksistensi diri, menghadapi berbagai peristiwa-peristiwa yang menimpa dalam kehidupan umat ini.

Akan tampak di sana dinding pemisah yang sangat tinggi antara hati dan Al-Quran, selama kita membacanya atau mendengarnya seakan ia hanya sekadar bacaan ibadah saja tidak memiliki hubungan dengan realita kehidupan manusia saat ini…

Mukjizat Al-Quran yang mengagumkan meliputi saat dia diturunkan guna menghadapi realita tertentu dan umat tertentu, pada masa dari masa-masa sejarah yang tertentu, khususnya umat ini yang berada dalam menghadapi perang yang sangat besar yang berusaha mengubah sejarah ini dan sejarah umat manusia seluruhnya. Namun –bersamaan dengan ini- Al-Quran diperlakukan, dihadirkan dan dimiliki untuk menghadapi kehidupan modern seakan-akan dia diturunkan untuk menanggulangi jamaah Islam pada masalah yang sedang berlangsung, seperti peperangan yang terjadi pada jahiliyah.

Agar kita dapat meraih kekuatan yang dimiliki Al-Quran, mendapatkan hakikat yang terdapat di dalamnya dari kehidupan yang menyeluruh, meraih petunjuk yang tersimpan untuk jamaah muslimah pada setiap generasi…maka selayaknya kita harus menghadirkan persepsi kita seperti generasi Islam pertama yang diturunkan kepada mereka Al-Quran pertama kali sehingga mereka bergerak dalam realita kehidupan mereka.

Dengan teori ini kita akan dapat melihat kehidupan yang bergerak di tengah kehidupan generasi Islam pertama. Begitu pun hidup di tengah kehidupan kita saat ini, kita merasakan bahwa Al-Quran akan selalu bersama kita saat ini dan nanti –masa mendatang-, Al-Quran bukan hanya sekadar bacaan saja yang jauh dari kehidupan nyata yang terbatas…” (Ad-Zhilal : 1 : 348-349 –ringkasan)

dalam berinteraksi bersama Al-Quran dan memahami nash-nash nya juga menunjukkan perkataan beliau : “Bahwa nash-nash Al-Quran tidak akan dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman dari petunjuk-petunjuk bayan dan bahasa saja…namun yang pertama dan sebelum yang lainnya adalah dengan merasakan kehidupan dalam suasana sejarah pergerakan, dalam realita positif dan menghubungkannya dengan realita kehidupan nyata. Al-Quran tidak akan terbuka rahasianya melalui pandangan yang sangat jauh ini kecuali dalam wujud persesuaian realita sejarah…hingga akan tampak sentuhan-sentuhannya yang lestari, objektivitas yang terus menerus, namun bagi siapa yang bergerak dengan ajaran agama saja, bergelut dengannya seperti yang dilakukan ketika pertama kali ayat diturunkan pertama kali, menghadapi suasana dan keadaan seperti yang mereka hadapi. Dan tidak bisa diungkap rahasia Al-Quran dari “Al-Qoidun” orang-orang yang malas, hanya duduk-duduk tanpa usaha, yaitu mereka yang hanya membahas nash-nash Al-Quran dari segi bahasa dan bayan saja…merekalah yang disebut “al-Qoidun’. (Ad-Zhilal : 3 : 1453- Ringkasan)

Sesungguhnya Al-Quran memiliki tabiat pergerakan dan misi yang nyata, hidup dan bergerak, dari sini berarti Al-Quran tidak akan bisa dirasakan dan diperlakukan dengan baik kecuali bagi siapa yang bergerak secara benar dan pasti dalam realita…beliau berkata : “sesungguhnya Al-Quran tidak bisa dirasakan kecuali yang turun dan bergelut dalam kancah peperangan ini, bergerak seperti yang terjadi sebelumnya saat pertama kali diturunkan Al-Quran. Mereka yang tidak mendapatkan nilai-nilai dan petunjuk-petunjuk Al-Quran adalah “Qoidun” –malas-. Mempelajari Al-Quran dari segi bayan atau sekadar seni yang tidak dapat memiliki hakikat kebenaran sedikit pun dari hanya sekadar duduk, diam dan tenang, jauh dari kancah pertempuran dan jauh dari pergerakan…bahwa hakikat Al-Quran ini selamanya tidak akan dapat direngkuh oleh orang yang malas, bahwa rahasia yang terkandung di dalamnya tidak akan muncul bagi siapa yang terpengaruh dengan ketenteraman dan ketenangan beribadah kepada selain Allah, beragama untuk thagut selain Allah…(Ad-Zhilal : 4 : 1864)

pengertian di atas dikuatkan dengan pernyataan lainnya : “Demikianlah Al-Quran akan terus bergerak pada hari ini dan esok –masa mendatang- dalam memunculkan kebangkitan Islam, menggerakkannya dalam jalan dakwah yang terprogram”.

Gerakan ini tentunya butuh kepada Al-Quran yang memberikan ilham dan wahyu. Ilham dalam manhaj gerakan, konsep dan langkah-langkah, sedangkan wahyu mengarahkan konsep dan langkah tersebut jika dibutuhkan, dan memberi kekuatan bathin terhadap apa yang akan dihadapi di penghujung jalan.

Al-Quran –dalam persepsi ini- tidak hanya sekadar ayat-ayat yang dibaca untuk meminta berkah, namun di dalamnya berlimpah kehidupan yang selalu turun atas jamaah muslimah yang bergerak bersamanya, mengikuti arahan-arahannya, dan mengharap ganjaran dan janji Allah SWT.

Inilah yang kami maksud bahwa Al-Quran tidak akan terbuka rahasia-rahasianya kecuali bagi golongan muslim yang berinteraksi dengannya untuk merealisasikan petunjuk-petunjuknya di alam realita, bukan bagi mereka yang hanya sekadar membacanya untuk meminta berkah ! bukan bagi mereka yang membacanya hanya untuk belajar seni dan keilmuan, dan juga bukan bagi mereka yang hanya mempelajari dan membahas dalam bidang bayan saja !

Mereka semua sama sekali tidak akan mendapatkan dari Al-Quran sesuatu apapun, karena Al-Quran tidak diturunkan bukan untuk sekadar dipelajari dan dijadikan mata pelajaran namun sebagai pelajaran pergerakan dan taujih –pemberi petunjuk-..” (Fi Zhilal Al-Quran 4 : 1948)

Kita cukupkan cukilan yang memberikan wawasan untuk kita yang bersumber dari kitab Ad-Zhilal, bersegera memperbaiki pemahaman Al-Quran dan mentadabburinya, berinteraksi dengannya seputar teori pergerakan, menggunakan kunci-kunci yang memberi petunjuk dalam berinteraksi dan bertadabbur…karena yang demikian yang sesuai dengan tabiat dasar Al-Quran, karakteristiknya yang unik, ketahuilah yang demikian adalah “Realita pergerakan” sebagai kunci dalam berinteraksi dengan Al-Kitab yang mengagumkan dan mukjizat…

Kita tutup cukilan dengan paragraph yang ditulis oleh Sayyid Quthub, yang menjelaskan karakteristik dan menunjukkan kiat –kunci- teori ini, menuntun kepada system ini… di antara keistimewaannya bahwasanya yang demikian sebagai ringkasan pendapatnya, yaitu pendapat akhir sekali yang beliau tetapkan dan menjadi sebuah tonggak dan keyakinan, hakikat yang qot’i–tidak bisa ditawar-tawar lagi-…karena seperti yang beliau ungkapkan dalam pendahulunya adi surat Al-Hijr –dari cetakan yang sudah direvisi- yang ditulis sebelum dihukum mati beberapa hari –beberapa saat- !!

Beliau berkata : …”Karena itu gerakan Islam akan selalu berhadapan –yang menjadi kebutuhan dan tuntutan- setiap kali berulang masa ini (masa penghadangan dakwah Islam di Mekah antara tahun kesedihan dan Hijrah), seperti yang dihadapi gerakan Islam sekarang di era modern ini…

Kita berkeyakinan atas karakteristik Al-Quran ini …keunggulan realita pergerakan Islam…karena dalam pandangan kami hal tersebut merupakan kunci dalam berinteraksi, memahami, menguasai dengan Al-Quran dan mengetahui misi dan tujuannya.

Dan yang demikian harus disertai dengan keadaan, situasi, kondisi, kebutuhan, dan tuntutan realita amaliyah seperti saat diturunkannya dengan Al-Quran pertama kali…hal tersebut guna mengetahui arah tujuan nash dan aspek-aspek petunjuk-petunjuknya, meneropong ambisi nya yang selalu bergerak di tengah kehidupan yang berhadapan dengan realita sebagaimana makhluk hidup yang bergerak –berinteraksi dengannya atau berseberangan dengannya…pandangan ini merupakan perkara yang sangat urgen guna memahami hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran dan merasakan kenikmatan bersamanya, sebagaimana ia juga sangat penting memanfaatkan petunjuk-petunjuknya setiap kali berulang suasana dan situasi di masa sejarah yang akan datang, khususnya zaman yang sedang kita hadapi saat ini, saat kita mengawali pergerakan dakwah Islam.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/berinteraksi-dengan-al-quran/


Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo bersedekah setiap hari

“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.

Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,

sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”

(HR Bukhary 5/270)

Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.

Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.

Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :

1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa

Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.

Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan

Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :


1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-

2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-

3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-

4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-

5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-

Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.