Kehilangan masa lalu menjadikan seseorang atau masyarakat seperti
tumbuhan air yang tidak memiliki akar yang menancap. Juga seperti
tumbuhan yang tidak membuahkan hasil. Umat yang kehilangan kejayaan,
pasti kehilangan identitas. Pada saat seperti ini umat akan hidup dengan
konsep-konsep instant yang menjadikan mereka sekedar meneruskan
kehidupan yang tidak berarti. Hidup hanya untuk makan dan minum tanpa
kesadaran dan tujuan.
Keterbelakangan kita sudah terlalu lama dan
lebih dari cukup. Malam dan tidur kita telah begitu panjang hingga kita
hampir melupakan datangnya pagi. Kita hampir tidak mampu untuk berdiri
karena lamanya tubuh kita berbaring.
Tidak ada lagi alasan bagi
kita untuk terus berdiam diri dalam penjara keterbelakangan, sedangkan
pada saat yang sama, seluruh alam sedang berlari mengejar kemajuan. Kita
memiliki potensi, factor-faktor mental spiritual, moral, serta
aktivitas kita yang mewajibkan kita menjadi maju. Kita juga memiliki
sumber daya alam dan manusia yang memungkinkan kita untuk ikut berjalan
dalam rombongan kemajuan serta menyusul rombongan �pencetak-pencetak
kemajuan�.
Salah satu syarat penting dalam
hal ini adalah kita harus membangun kemajuan yang kita inginkan dengan
tangan, kaki, dan palu kita sendiri. Kita tidak ingin kemajuan yang
dibangun untuk kita oleh orang lain, tidak diketahui asal dan akarnya.
Kita harus menghidupkan kembali semangat kepahlawanan. Betapa perlunya
kita mengambil pelajaran dari kisah-kisah kepahlawanan tokoh-tokoh
muslim. Setiap pemimpin memiliki kisah teladan dan kepahlawanan yang
patut kita ikuti.
Hakikat mendasar yang dilupakan oleh kebanyakan
umat muslim yaitu, bahwa kita dapat membangun masyarakat yang kuat
dalam semua elemennya dengan memulai dari masing-masing individu. Harus
ada kemauan dan kesadaran individu. Selama kita tidak melakukan hal itu,
maka esok tidak lebih baik dari pada hari ini. Kita akan memiliki cacat
bila hanya menonton dan menanti datangnya pahlawan tanpa melakukan
apa-apa.
Keterpurukan yang dialami secara terus menerus oleh umat
muslim adalah karena kita lupa untuk apa kita diciptakan? Misi apa yang
kita emban? Dan apa sarana untuk mencapainya? Bukankah kita punya Al
Qur�an dan Sunnah Rasulullah sebagai petunjuk dan pedoman hidup
sempurna?
Dalam surat Adz-Dzariat ayat 56, Allah berfirman: �Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku.�
Ayat tersebut secara eksplisit menerangkan tentang
subjektifitas manusia. Artinya, manusia diciptakan karena membawa misi
dan tugas mulia. Yakni beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan,
sedangkan keikhlasan itu terletak pada niat. Untuk mengukur sejauh mana
niat baik atau keikhlasan itu, maka hanya dapat dibuktikan melalui
implementasi ucapan dan perbuatan yang kesemuanya itu ditujukan
semata-mata hanya untuk Allah. Inilah hakikat untuk apa kita diciptakan.
Jika hal ini disadari oleh setiap manusia, jika orientasi hidup ini
telah tertanam dalam lubuk hati dan telah difahami dengan kejernihan
berfikir, niscaya setiap gerak langkah kaki akan ringan, ibadah akan
khusuk dan hiduppun akan menjadi indah karena setiap aktivitas akan
dipandang sebagai ibadah. Karena tidak mungkin seorang hamba yang
�sadar� hakikat ini akan berbuat curang, zholim, dan merugikan diri
sendiri dan orang lain dalam interaksi sosialnya. Dan dengan sendirinya
kejayaan umat akan dapat diraih karena pondasi telah dibangun.
Karakter
diri manusia yang memahami hakikat penciptaannya dapat kita dapati
dalam surat An-Nur ayat 36-38. Allah berfirman, �(Cahaya itu) di
rumah-rumah yang disana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan
menyebut nama-Nya, disana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu
pagi dan petang. Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual
beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat.
Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang
(hari kiamat). (mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada
mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan,
dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi
rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas."
1. Bertasbih kepada Allah di Masjid-masjid
Orang
yang terjaga zikirnya kepada Allah, maka secara otomatis hatinya
terikat kuat dengan masjid. Seorang hamba akan merasa terjaga dan
tentram hatinya jika mengingat Allah ��dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram.� (QS. Ar Ra�d: 28). Masjid tempat bersilaturrahmi yang
efektif bagi orang-orang yang berharap keridhoan Allah. Kekuatan dan
kesatuan umat akan tergambar dari jumlah dan banyaknya mereka berkumpul
di masjid, baik untuk melaksanakan shalat lima waktu maupun untuk
mengkaji ilmu Allah dan berdiskusi, bertukar pikiran dan saling tolong
menolong dalam agama Allah swt.
2. Tidak dilalaikan oleh aktivitas duniawi
Ajaran
Islam mengamanatkan kepada umatnya agar dalam kehidupan yang fana ini
tidak termakan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap, kepentingan
dunia. Mencari fasilitas dunia sebagai sarana menggapai kehidupan
ukhrawi sangat dibenarkan dalam literatur Islam. Yang tidak boleh adalah
kecintaan terhadap dunia yang berlebihan hingga meletakkan kepentingan
akhirat pada urutan yang kedua. Rasulullah bersabda, �Akan datang suatu
masa dimana kamu akan diperebutkan oleh umat lain sebagaimana makan
lezat diperebutkan oleh orang yang lapar.� Para sahabat bertanya:
�Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah?.� Beliau menjawab:
�Tidak, bahkan jumlah kamu banyak, tetapi seperti buih di lautan, karena
kalian terserang penyakit wahn. �Mereka bertanya lagi: �Apakah penyakit
wahn itu ya Rasulullah?. �Beliau menjawab: �Terlalu cinta dunia dan
takut kepada mati.� (HR. Abu Daud).
Selama perniagaan dunia tidak
begitu menyilaukan, ketika diri tidak diperbudak oleh kemegahan dunia,
dan ketika dunia tidak lagi menjadi tujuan. Lalu dengan langkah mantap
dengan semboyan �dunia hanya sarana untuk meraih kebahagian akhirat�
atau dengan semboyan �kami meninggalkan dunia demi meraih kemuliaan di
akhirat kelak, tetapi dengan sendirinya dunialah yang mengejar kami�.
Maka karakter seperti inilah yang memahami tujuan hidupnya yang hakiki.
3. Mendirikan Shalat
�Bacalah
Kitab (Al Qur�an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan)
keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih
besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).� (QS. Al Ankabut: 45). Telah
jelas bagi kita keutamaan shalat dari untaian firman Allah diatas. Tapi
mengapa masih banyak orang yang bersikap keji dan menanam serta
menimbulkan kemungkaran, padahal mereka shalat? Dan tidak sedikit pula
membiarkan kemungkaran terjadi. Layaknya para pengikut fir�aun yang
tunduk pada perintah tuannya yang zhalim. Decak kagum pengikut ini
disambut oleh rasa angkuh sang fir�aun seraya berkata : �saya adalah
Tuhan�. Mengapa tidak ada kemauan dan usaha dalam diri untuk
bersama-sama menolak fir�aun modern.
Gambaran tragis ini lahir
dari shalat yang tidak benar. Walau benar mereka shalat, tapi mereka
tidak benar-benar shalat. Masih saja shalat dipandang sebagai rutinitas
dan penggugur kewajiban saja, sehingga pengerjaannya terburu-buru.
Padahal shalat tempat kita berdialog dengan Rabb kita, meminta, dan
tempat berkeluh kesah. Shalat pun menjadi sarana tazkiyatun nafs yang
utama. Untuk itu seorang yang sadar akan hakikat hidupnya selalu
memperbaiki shalatnya dan menambah diwaktu malam. Ada usaha untuk
mewujudkan kekhusuan shalat dengan memahami ilmu shalat yang mencakup
keutamaan, hakikat, serta tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
4. Membayar Zakat
Ketika
Rasulullah saw meninggal, Abu Bakar terpilih sebagai Amirul mu�minin,
namun sebagian kaum Arab tidak mengakuinya. Maka berkata Umar: �Mengapa
kau memerangi orang-orang itu? Padalah Rasulullah saw telah mengatakan
�saya hanya diperintahkan memerangi manusia sebelum mengikrarkan �tidak
ada tuhan selain Allah�, namun apabilah mereka telah mengikrarkannya
maka darah dan kekayaan mereka memperoleh perlindungan dariku, kecuali
bila didapat kewajiban dalam kekayaan dan darah itu, sedangkan penilaian
(hisab) atas mereka terserah pada Allah swt.�
Abu Bakar menjawab:
�Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat
dari shalat, karena zakat adalah kewajiban dalam kekayaan. Demi Allah,
andaikata mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dulu
mereka berikan keapda Rasulullah, maka saya pasti memerangi mereka
karenanya�.
Umar kemudian berkomentar: �Demi Allah, hati Abu Bakar
betul-betul sudah dibukakan oleh Allah untuk perang tersebut, sekarang
aku tahu bahwa ia benar�.
Inilah kerasnya sikap Abu Bakar
terhadap orang-orang yang lalai akan kewajiban zakat. Dalam Surat Al
Ma�un, Allah berfirman, �Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong
memberi makan orang miskin. (QS. Al Ma�un: 1-3). Dalam surat ini
dijelaskan orang yang tidak peduli pada anak yatim dan fakir miskin
dijuluki pendusta agama. Yaitu orang yang beragama dan melakukan
aktifitas keagamaan tapi semua itu dianggap dusta.
Sedemikian
penting fungsi zakat digambarkan dalam firman Allah, �Ambillah zakat
dari kekayaan mereka untuk membersihkan harta dan mensucikan jiwa
mereka. Sesungguhnya do�amu mendatangkan ketentraman bagi mereka�� (QS.
At Taubah: 103). Maka zakat adalah kewajiban dipaksakan dan salah satu
fungsinya ialah membersihkan harta dan mensucikan jiwa, serta merupakan
ibadah harta yang berdimensi sosial.
5. Takut pada Yaumil Akhir (kiamat)
Yaumil
Akhir pasti akan tiba, kita beriman kepadanya. Dasyatnya guncangan hari
akhir digambarkan dalam firman Allah berikut, �Wahai manusia!
Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah
suatu (kejadian) yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu
melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan
lalai terhadap anaknya yang ia susui, dan setiap perempuan yang hamil
akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan
mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu
sangat keras.� (QS. Al Hajj: 1-2).
Apakah masih membatunya hati
ini ketika kiamat-kiamat kecil telah dilalui, apakah masih tamaknya
angan-angan ini dalam mengejar kehidupan dunia dengan sagala yang haram
dihalalkan, apakah kurang jelas dihadapan kita bahwa keagungan dan
kebesaran Allah terbentang disekitar kita. Selama masih ada waktu, maka
perbaikilah dan jalankan untuk mencari Ridha Allah. Jadilah golongan
mengerti orientasi hidup yang akan berlomba-lomba mempersiapkan bekal
untuk mengahadap-Nya. Sehingga dunia hanya dijadikan ajang perlombaan
saja dalam melaksanakan keta�atan kepada Allah dan untuk memperoleh
ridho-Nya. Seluruh hidup mereka, dikerahkan di jalan Islam. Begitulah
hidup orang-orang yang memiliki komitmen yang benar kepada Islam.
Itulah
karakteristik seorang yang mengerti orientasi hidup, maka beranilah
menumbuhkan kemauan dan memupuknya dengan tekad dan langkah-langkah
pengorbanan demi kebenaran. Toh nilai hidup seseorang ditentukan sampai
kemana gerak-geriknya diarahkan: �Katakanlah! Sesungguhnya shalatku,
ibadahku dan hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.�
(QS. Al An�am: 162).
Wallahu �alam bish showab. (Bobi Hendra)
Referensi:
- Al Quran dan Hadits
- Buku �Figur Pemuda Islam�
- Buku �Melahirkan Pemimpin Masa Depan�
- Buku �Mensucikan Jiwa�
dari : http://www.hudzaifah.org/News-index-topic-39-startnum-11.phtml
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Rabu, 16 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar