Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo
dakwatuna.com – Firman Allah: “Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka cakap (dalam mengelola harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya…” (QS. An-Nisa [4]:6)
Al-Qur’an
sebagaimana dijelaskan oleh Sunnah Nabi merupakan sumber hukum utama
dan jalan hidup umat Islam dalam segala urusan termasuk bidang keuangan
dan ekonomi. Ayat di atas merefleksikan pesan halus bahwa merupakan
suatu kewajiban agama dan kebutuhan dasar setiap individu muslim untuk
mengetahui prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen keuangan islami
minimal dalam skala individu dan keluarga agar memperoleh kebahagiaan
di dunia dengan menjadi pribadi yang shalih dan mendapatkan keselamatan
di akhirat. Hal itu karena harta dalam Islam merupakan amanah dan hak
milik seseorang serta kewenangan untuk menggunakannya terkait erat
dengan adanya kemampuan (kompetensi) dan kepantasan (integritas) dalam
mengelola aset atau dalam istilah prinsip kehati-hatian perbankan
(prudential principle) disebut Fit and Proper sebagaimana prinsip
Islam mengajarkan bahwa “Sebaik-baik harta yang shalih (baik) adalah
dikelola oleh orang yang berkepribadian shalih (amanah dan
profesional).”
Hak bekerja dalam arti kebebasan berusaha,
berdagang, memproduksi barang maupun jasa untuk mencari rezki Allah
secara halal merupakan hak setiap manusia tanpa diskriminasi antara laki
dan perempuan. (QS. An-Nisa’:32, Al-A’raf:157). Bila kita tahu bahwa
kaum wanita diberikan oleh Allah hak milik dan kebebasan untuk memiliki,
maka sudah semestinya mereka juga memiliki hak untuk berusaha dan
mencari rezki. Rasulullah memuji seseorang yang mengkonsumsi hasil
usahanya sendiri dengan sabdanya: “Tidaklah seseorang mengkonsumsi
makanan lebih baik dari mengkonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil
kerja sendiri, sebab nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasil
kerjanya.” (HR. Bukhari). “Semoga Allah merahmati seseorang yang mencari
penghasilan secara baik, membelanjakan harta secara hemat dan
menyisihkan tabungan sebagai persediaan di saat kekurangan dan
kebutuhannya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Hal
ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki setiap muslim untuk dapat
mengelola usaha dan berusaha secara baik, mengelola dan memenej harta
secara ekonomis, efisien dan proporsional serta memiliki semangat dan
kebiasaan menabung untuk masa depan dan persediaan kebutuhan mendatang.
Prinsip ini sebenarnya menjadi dasar ibadah kepada Allah agar dapat
diterima (mabrur) karena saran, niat dan caranya baik. Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik
saja.” (HR. Muslim). Kesadaran akuntabilitas (ma’uliyah) dalam bidang
keuangan itu yang mencakup aspek manajemen pendapatan dan pengeluaran
timbul karena keyakinan adanya kepastian audit dan pengawasan dari Allah
SWT seperti sabda Nabi saw: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak
akan beranjak dari tempat kebangkitannya di hari kiamat sebelum ia
ditanya tentang empat hal, di antaranya tentang hartanya; dari mana dia
memperoleh dan bagaimana ia membelanjakan.” (HR. Tirmidzi)
Memang
secara prinsip fitrah, kewajiban memberikan nafkah merupakan tanggung
jawab suami sehingga wajib bekerja dengan baik melalui usaha yang halal
dan wanita sebagai kaum istri bertanggung jawab mengelola dan merawat
aset keluarga. Allah SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pengayom
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka…” (QS.
An-Nisa:34). Dengan demikian, posisi kepala rumah tangga bagi suami
paralel dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen perawatan
keluarganya secara lazim.
Oleh karena itu Nabi secara
proporsional telah mendudukkan posisi masing-masing bagi suami istri
dalam sabdanya: “Setiap kalian adalah pengayom dan setiap pengayom akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus diayominya. Suami adalah
pengayom bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarga
yang diayominya. Istri adalah pengayom bagi rumah tangga rumah suaminya
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang
diayominya…” (HR. Bukhari) Ketika Rasulullah saw menikahkan putrinya,
Fatimah dengan Ali RA beliau berwasiat kepada menantunya: “Engkau
berkewajiban bekerja dan berusaha sedangkan ia berkewajiban mengurus
(memenej) rumah tangga.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Jadi, sharing
suami-istri dalam aspek keuangan keluarga adalah dalam bentuk tanggung
jawab suami untuk mencari nafkah halal dan tanggung jawab istri untuk
mengurus, mengelola, merawat dan memenej keuangan rumah tangga. Meskipun
demikian, bukan berarti suami tidak boleh memberikan bantuan dalam
pengelolaan aset dan keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu
atau memerlukan bantuan. Dan juga sebaliknya tidak ada larangan Syariah
bagi istri untuk membantu suami terlebih ketika kurang mampu dalam
memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara yang halal dan baik serta tidak
membahayakan keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga selama suami
mengizinkan, bahkan hal itu akan bernilai kebajikan bagi sang istri.
Bukankah Khadijah RA. ikut andil dalam membantu mencukupi kebutuhan
keluarga Nabi saw. sebagai bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam
kebajikan. (QS.Al-Maidah:2)
Prinsip keadilan Islam menjamin bagi
kaum wanita hak untuk mencari karunia Allah (rezki) sesuai kodrat
tabiatnya dan ketentuan syariat dengan niat mencukupi diri dan keluarga
untuk beribadah kepada Allah secara khusyu’. Meskipun demikian, istri
harus memiliki keyakinan bahwa tugas utama dalam keluarganya adalah
mengatur urusan rumah tangga dan mengelola keuangan keluarga bukan
mencari nafkah. Para Ahli tafsir (Mufassirin) menyimpulkan dari surat
An-Nisa: 32 : “bagi para lelaki ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan…”, prinsip dasar hak dan kebebasan wanita untuk berusaha
mencari rezki. Sejarah Islam di masa Nabi telah membuktikan adanya
sosial kaum wanita dalam peperangan, praktek pengobatan dan pengurusan
logistik. Di samping itu mereka juga terlibat dalam aktivitas perniagaan
dan membantu suami dalam pertanian.
Manajemen keuangan keluarga
islami harus dilandasi prinsip keyakinan bahwa penentu dan pemberi rezki
adalah Allah dengan usaha yang diniati untuk memenuhi kebutuhan
keluarga agar dapat beribadah dengan khusyu’ sehingga memiliki komitmen
dan prioritas penghasilan halal yang membawa berkah dan menghindari
penghasilan haram yang membawa petaka. Rasulullah bersabda: “Barang
siapa berusaha dari yang haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak
mempunyai pahala dan dosa tetap di atasnya.” Dalam riwayat lain
disebutkan: “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang
hamba memperoleh penghasilan dari yang haram kemudian membelanjakannya
itu akan mendapat berkah. Jika ia bersedekah, maka sedekahnya tidak akan
diterima. Tidaklah ia menyisihkan dari penghasilan haramnya itu kecuali
akan menjadi bekal baginya di neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan
menghapus kejelekan dengan kejelekan, tetapi menghapus kejelekan itu
dengan kebaikan sebab kejelekan tak dapat dihapus dengan kejelekan
pula.” (HR. Ahmad) Dan sabdanya: “Daging yang tumbuh dari harta haram
tidak akan bertambah kecuali neraka lebih pantas baginya.” (HR.
Tirmidzi).
Seorang wanita shalihah akan selalu memberi saran
kepada suaminya ketika hendak mencari rezki, “Takutlah kamu dari usaha
yang haram sebab kami masih mampu bersabar di atas kelaparan, tetapi
tidak mampu bersabar di atas api neraka.” Demikian pula sebaliknya suami
akan berwasiat kepada istrinya untuk menjaga amanah Allah dalam
mengurus harta yang dikaruniakan-Nya, agar dibelanjakan secara benar
tanpa boros, kikir maupun haram. Firman Allah yang memuji hamba-Nya yang
baik: “..Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan:67)
Dalam
mencari pendapatan, Islam tidak memperkenankan seseorang untuk ngoyo
dalam pengertian berusaha di luar kemampuannya dan terlalu terobsesi
sehingga mengorbankan atau menelantarkan hak-hak yang lain baik kepada
Allah, diri maupun keluarga seperti pendidikan dan perhatian kepada anak
dan keluarga. Rasul bersabda: “Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan
tubuhmu ada hak atasmu yang harus engkau penuhi, maka berikanlah
masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah
telah menegaskan bahwa bekerja itu hendaknya sesuai dengan batas-batas
kemampuan manusia.(QS.Al-Baqarah:286). Namun bila kebutuhan sangat
banyak atau pasak lebih besar daripada tiang maka dibutuhkan kerjasama
yang baik dan saling membantu antara suami istri dalam memperbesar
pendapatan keluarga dan melakukan efisiensi dan penghematan sehingga
tiang penyangga lebih besar dari pada pasak. Rasulullah bersabda:
“Janganlah kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup
memikulnya. Dan apabila kamu harus membebani mereka di luar kemampuan,
maka bantulah mereka.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam manajemen keuangan
keluarga juga tidak dapat dilepaskan dari optimalisasi potensi keluarga
termasuk anak-anak untuk menghasilkan rezki Allah. Islam senantiasa
memperhatikan masalah pertumbuhan anak dengan anjuran agar anak-anak
dilatih mandiri dan berpenghasilan sejak usia remaja di samping berhemat
agar pertumbuhan ekonomi keluarga muslim dapat berjalan lancar yang
merupakan makna realisasi keberkahan secara kuantitas maka Islam
melarang orang tua untuk memanjakan anak-anak sehingga tumbuh menjadi
benalu, tidak mandiri dan bergantung kepada orang lain. Firman Allah
Swt. di awal (QS. An-Nisa [4]:6) mengisyaratkan bahwa kita wajib
mendidik dan membiasakan anak-anak untuk cakap mengurus, mengelola dan
mengembangkan harta, sehingga mereka dapat hidup mandiri yang nantinya
akan menjadi kepala rumah tangga bagi laki-laki dan pengurus keuangan
keluarga bagi perempuan, di samping anak terlatih untuk bekerja,
meringankan beban dan membantu orang tua. []
– bersambung…
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/manajemen-islami-keuangan-dan-harta-keluarga-bagian-ke-1/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Senin, 07 November 2011
Manajemen Islami Keuangan dan Harta Keluarga (Bagian ke-1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar