Oleh: Mochamad Bugi
Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau
berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya
sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan
orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta
berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata,
‘Hadits ini adalah hadits hasan’)
Gambaran Umum Hadits
Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam
menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan
rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu
menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut,
seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf),
strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal
terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw.
dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi
dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan
banyak angan.
Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan
Hadits di atas dibuka Rasulullah dengan sabdanya, ‘Orang yang pandai
(sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan
setelah kematiannya.’ Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan
sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang
membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga
kehidupan setelah kematian.
Seorang muslim tidak seharusnya hanya
berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka
waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi
dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Karena orang
sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan
jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan
keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian
kehidupan ukhrawi.’
Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali
mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya
adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.
Muhasabah atau evaluasi
atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci
pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan
kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya
setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh
Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan
beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir
ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang
muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya
tindak lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang tersirat
dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw.
mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap
amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan
akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya,
dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.
Sementara
kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah saw, dengan
‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang
mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak
memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih
memuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki
banyak angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’
Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam
Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan
dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa
nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu
berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Urgensi Muhasabah
Imam
Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan
ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai
urgensi dari muhasabah.
1. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:
‘Hisablah
(evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah
(bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan
bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang
yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.
Sebagai sahabat yang
dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi
ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa
orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di
yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka
iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan
hisab dari Allah swt.
2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:
‘Seorang
hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana
dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.
Maimun bin
Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada
tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga
beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan
bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau
melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang
senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah
memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.
3. Urgensi
lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir
akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk
mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan
dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada
hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’
(21): 1].
Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi
Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.
1.Aspek Ibadah
Pertama
kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena
ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini.
[QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]
2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek
kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan
ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap
bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh
pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw.
bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa
beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari
kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa
dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana
ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana
pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)
3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman
Aspek
yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan
sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama
manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana
yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:
Dari Abu
Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah
orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut
diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki
perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku
adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa
dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela,
memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka
orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga
manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan
kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya,
lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
Melalaikan
aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan
Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa
pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia
juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan
interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela,
menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb.
Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan
karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut,
maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada
dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan
dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.
4. Aspek Dakwah
Aspek
ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut
dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi
dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul
karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan
kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.
Tetapi
yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini
yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam
skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah
yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah
kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu
sendiri.
Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga
akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah
dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi
dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?
Pada
intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya
menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang
jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini
menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan:
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf
(12): 108]
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/makna-muhasabah/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Selasa, 18 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar