Oleh: Tate Qomaruddin, Lc.
Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata,
Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap
urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka.” (HR At-Tabrani)
Hadits
ini banyak diriwayatkan oleh ahli hadits dengan lafadz dan sanad yang
berbeda. Dan dari semua sanad yang berbeda, para ulama hadits
mempermasalahkan keshahihannya. Tetapi para ulama sepakat bahwa secara
lafadz dan makna hadits ini adalah benar dan tidak bertentangan dengan
nilai Islam yang universal. Secara makna hadits ini sesuai dengan
nilai-nilai Islam yang terkait dengan ukhuwah Islamiyah, baik yang
disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat” (Al-Hujuraat: 10)
Rasulullah saw. bersabda,
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih-sayang dan
ikatan emosional ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit,
mengakibatkan seluruh anggota tidak dapat istirahat dan sakit panas.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Ukhuwah
Ihtimam atau kepedulian,
perhatian dan keprihatian kepada nasib umat Islam adalah kata kunci dari
ukhuwah Islam. Kepedulian menunjukkan kepekaan hati dan jiwa yang hidup
sehingga ketika melihat saudaranya menderita, terzhalimi dan sakit,
maka ia akan merasakan apa yang dialami saudaranya. Kemudian berupaya
sekuat tenaga memberikan bantuan yang bisa dilakukan.
Tiada
ukhuwah tanpa kepedulian. Dan ukhuwah merupakan bukti dari keimanan
seseorang. “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara….”
(Al-Hujuraat 10).
Husnuzhon
Tingkatan
ukhuwah yang paling rendah adalah husnudzon (berbaik sangka) atau
bersih hati (salamatul qalb) dan tidak melukai hati saudaranya. Firman
Allah Ta’ala, ”….dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)
Dalam
sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan An-Nasai, Anas bin
Malik r.a. berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah saw., beliau
bersabda, “Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka
muncullah seorang dari Anshar, janggutnya basah bekas wudhu dan tangan
kirinya membawa sandal. Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata lagi,
“Akan datang sekarang seorang dari penghuni surga.” Maka datanglah
lelaki itu dalam kondisi seperti kemarin. Keesokan harinya, Rasulullah
saw. berkata seperti kemarin. Dan muncullah lelaki itu. Maka tatkala
lelaki itu bangun, Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, ”Saya
berselisih dengan ayahku dan berjanji tidak masuk kerumahnya tiga hari.
Jika anda membolehkan saya tinggal di rumahmu sampai janjiku selesai,
maka aku akan lakukan.” Maka lelaki itu berkata, ”Boleh.”
Berkata
Anas, ”Abdullah tidur di rumahnya. Di malam pertama, tidak melihatnya
sholat malam, kecuali ketika dia akan tidur melakukan dzikir dan takbir
sampai bangun untuk shalat Shubuh. Saya tidak mendengarnya berkata
kecuali yang baik-baik. Ketika sudah lewat tiga hari, saya hampir
meremehkan amalnya dan berkata: ”Wahai Abdullah, sesungguhnya aku tidak
berselisih dan bermusuhan dengan ayahku, tetapi aku mendengar Rasulullah
saw. berkata tentangmu tiga kali dalam tiga majelis, bahwa akan datang
kepada kalian seorang penghuni surga. Maka muncullah Anda tiga kali.
Saya ingin tinggal di rumah Anda dan melihat amal Anda. Tetapi saya
melihatnya biasa saja. Ketika aku hendak pergi, dia memanggilnya dan
berkata, ”Apa yang aku lakukan seperti yang Anda lihat, lebih dari itu,
saya tidak pernah dengki pada seorangpun dari umat Islam, tidak hasad
atas kebaikan yang Allah berikan kepada mereka.” Maka berkata Abdullah
bin Amru padanya, ”Inilah yang telah mengantarkan Anda (pada derajat
yang tinggi, sehingga sudah mendapat jaminan masuk surga dari Rasululah
saw.), dan ini yang kami belum mampu.”
Mencintai untuk Saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya
Tingkatan
ukhuwah pertengahan adalah merasakan apa yang dirasakan saudaranya,
mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana mencintai kebaikan untuk
dirinya sendiri. Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak beriman seseorang
dari kamu sehingga mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai
untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Itsaar
Tingkatan
ukhuwah tertinggi adalah itsaar, atau mengutamakan saudaranya atas diri
sendiri dalam masalah keduniaan. “….mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang
yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan….” (Al-Hasyr: 9)
Kaum Anshar adalah kelompok sahabat
yang diabadikan Al-Qur’an karena sifat itsaarnya yang sangat dominan.
Mereka di antaranya Sa’ad bin Raby, Abu Thalhah dan istrinya. Disebutkan
ada orang Anshar yang tulus mencintai, tanpa pamrih, dan mengutamakan
kawan lebih dari diri sendiri, meskipun mereka merasa lapar. Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang yang berbahagia
dan beruntung. Dalam hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah, sepasang
suami istri yang memenuhi perintah Rasulullah untuk memberi makan
musafir yang kelaparan itu adalah Abu Thalhah dan Ummu Sulaim (Rumaisha
binti Milhan). Mereka sendiri malam itu segera menidurkan anak-anak
mereka yang lapar dan berpura-pura makan agar tamu mereka makan dengan
tenang. Padahal yang sedang disantap oleh tamu mereka itu adalah satu
porsi terakhir yang mereka miliki hari itu.
Munthalaq Dakwah
Kepedulian
juga merupakan titik tolak dan langkah awal dari dakwah. Seorang yang
tidak peduli dan prihatin dengan kondisi umatnya tidak akan mungkin
bergerak dan melangkah melakukan dakwah. Oleh karena itu ketika Abbas
As-Sisi sedang berjalan dengan gurunya Imam Syahid Hasan Al-Banna, Abbas
As-Sisi mendengar informasi bahwa Bosnia jatuh ke tangan orang kafir.
Ia berkata, ”Saya prihatin dan sedih akan nasib umat Islam di Bosnia.”
Maka dengan spontan Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan:” Anda telah
mulai wahai Abbas”.
Sebelumnya pemimpin para nabi dan pemimpin
seluruh umat manusia, Rasulullah Muhammad saw., ketika pertama mendapat
risalah dakwah, beliau mengatakan, ”Habis sudah waktu untuk tidur, wahai
Khadijah.” Habis sudah waktu untuk bermain-main dan senda gurau. Habis
sudah waktu untuk bersenang-senang di tengah umat Islam yang sedang
ditindas dan dibantai, di tengah umat Islam yang terbelakang, miskin,
dan bodoh, di tengah umat Islam yang lalai dan larut dengan kemaksiatan.
Habis sudah waktu untuk istirahat, rekreasi, dan tertawa-tawa di tengah
umat Islam Palestina yang disembelih dan ditumpas habis oleh Zionis
Yahudi. Habis sudah waktu untuk santai di tengah umat Islam Irak yang
sedang dijajah dan diadu domba oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Demikianlah sikap yang mesti dimiliki oleh para pemimpin umat.
Dan
ciri khas pemimpin sangat terkait dengan kepedulian terhadap umatnya.
Kepedulian para pemimpin Islam terrefleksikan pada keinginan yang kuat
untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan, bukan hanya di dunia,
tetapi di dunia dan akhirat. Ketika rakyatnya menderita, miskin,
tertindas, maka sikap seorang pemimpin adalah bagaimana bisa
menyelamatkan rakyat dan bangsanya, bukan mencari kesempatan di atas
kesempitan. Dan contoh kepedulian telah dipraktikan oleh Rasulullah saw.
dengan sempurna. Rasulullah saw. adalah manusia yang paling peduli,
perhatian dan paling banyak berkorban untuk umatnya, sebagaimana
disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 128.
Rahmat
Ihtimam,
ukhuwah, dan dakwah merupakan refleksi dari rahmat yang terpancar
kepada umatnya. Dan Rasulullah saw. bukan hanya bersikap rahmat bagi
umat Islam, umat manusia, bahkan rahmat bagi semesta alam. Betapa
besarnya rasa kasih sayang Rasulullah saw. kepada manusia sehingga
beliau menginginkan bahwa semuanya beriman kepada Allah dan beriman
kepada ajaran Islam. Dengan demikian mereka akan terbebas dari
penderitaan yang maha berat, yaitu bebas dari api neraka. Inilah risalah
beliau yaitu mengajak manusia agar mereka memperoleh hidayah Islam.
Rasulullah
saw. rela mengorbankan segala kesenangan dunia demi untuk menyelamatkan
umat manusia. Jika malam hari, beliau sangat khusyuk dan lama bermunjat
kepada Allah swt. agar manusia terbebas dari pola hidup jahiliyah yang
akan mengantarkan mereka kepada neraka. Dan jika siang hari Rasulullah
saw. terus-menerus berdakwah dan berjihad untuk menyebarkan Islam kepada
seluruh manusia. Dan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh Rasulullah
saw. adalah ibadah, dakwah, dan kepedulian terhadap umatnya.
Kepedulian
dan khidmah (pelayanan) adalah ciri khas pemimpin sejati dalam Islam.
Sedangkan dalam manajemen modern, pelayanan atau service sangat
diutamakan dan menempati posisi yang sangat penting. Maka bertemulah dua
nilai yang saling mengokohkan, nilai Islam dan nilai-nilai
universalitas modern. Dalam Islam ada kaidah yang bersumber dari salah
satu riwayat hadits, berbunyi, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan
mereka.” (HR Ibnu Majah)
Hadits ini menurut para ulama sanadnya
lemah, tetapi karena riwayatnya banyak sehingga saling menguatkan dan
dapat sampai ke derajat hasan lighairihi (baik). Tetapi, sekali lagi
bahwa makna hadits ini benar dan Rasulullah saw. sendiri adalah contoh
dalam pelayanan dan kepedulian terhadap umatnya. Dan hadits ini sangat
tepat dengan manajemen kepemimpinan modern.
Kepedulian tampaknya
mudah diucapkan, tetapi hakikatnya susah direalisasikan. Ini karena
manusia pada umumnya sangat mencintai dirinya sendiri dan sangat
mementingkan diri sendiri, apalagi jika terkait dengan harta dan segala
macam kesenangan dunia. Kepedulian hanya dapat direalisasikan jika
seseorang memiliki kedalaman iman kepada Allah swt. dan hari akhir,
seseorang yang sangat mengharapkan ridha Allah swt. dan kehidupan hari
akhirat. Sehingga mereka akan banyak memberi, berkorban, dan peduli
terhadap yang lain. Begitulah yang terjadi pada diri Rasulullah saw.,
para sahabat, dan generasi salafus shalih.
Dan ciri khas dari
kedalaman iman akan tercermin dari kekhusukan dalam beribadah kepada
Allah swt. dan akhlak yang terpuji terhadap sesama manusia. (Al-Fath:
29)
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/kepedulian/
Share
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) <---> Bagi yang membaca ini alangkah baiknya untuk membagikan pada yang lain, Ayo silahkan dishare.... Teruskan ilmu, jangan disimpan sendiri...
Jumat, 21 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayo bersedekah setiap hari
“Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Terimakasih atas partisipasinya kepada rekan-rekan yang telah berbagi terutama buat mereka yang belum melakukan konfirmasinya, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik dan menjadi amalan yang akan memperberat amal kebaikan di yaumil akhir.
Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”,
sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)”
(HR Bukhary 5/270)
Lihat catatan keuangan anda/keuangan perusahaan anda !
Apakah pengeluaran lebih besar dari pemasukan? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang pailit.
Apakah pengeluaran dan pemasukan seimbang? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang rugi.
Apakah pemasukan lebih besar dari pengeluaran? Jika Ya, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Hari ini mesti lebih baik dari ari kemarin dan hari esok meski lebih baik dari hari ini.
Perbanyak infaq anda jika anda mengalami kerugian, jangan berhenti berinfaq ketika anda meraih keuntungan yang banyak. Justeru semakin banyak untung, akan semakin keranjingan berinfaq.
Ayo salurkan sebagian rezeki anda kepada orang-orang yang ada di sekitar anda, atau juga bisa melalui program yang kami tawarkan berikut ini :
1. Zakat
2. Infaq/shadaqah
3. Wakaf
4. Anak Yatim
5. Buka Puasa
Salurkan sebagian rezeki anda melalui salah satu nomor rekening berikut :
--> Bank BRI Syariah No Rek. 1041682996
--> Bank Muamalat No Rek. 3560009874
--> Bank Mandiri No Rek. 114-00-0594415-5
--> Bank BCA No Rek. 8110330589
Semua atas nama Wagimin.Mohon konfirmasinya seberapapun harta yang anda infaqkan
Bila sudah ditransfer mohon konfirmasi via WA ke nomor 082354458007 caranya :
1. Zakat
Ketik : ZAKAT_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : ZAKAT 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.011,-
2. Infaq/shadaqah
Ketik : INFAQ_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 2.000.022,-
3. Waqaf
Ketik : WAQAF_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : INFAQ 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 5.000.000,-
4. Anak Yatim
Ketik : YATIM_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 3.000.033,-
5. Buka Puasa
Ketik : PUASA_tanggal_nama_Asal_Bank_jumlah
Contoh : YATIM 01012011 Hamba Allah di Surabaya BRI Syariah Rp. 1.000.033,-
Penolong Misterius
Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.
"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.
Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.
Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.
"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.
"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.
"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.
"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.
Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?
Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!
"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.
"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.
"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.
"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.
"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.
"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."
"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.
"Sekarang pulanglah!" kata Ali.
Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.
"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum dan mengangguk.
"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.
"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.
Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.
Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.
"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"
"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.
Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar